2 Agustus 2015
Semuanya baik-baik saja. Tapi seminggu ini semuanya kacau lagi. Iing sakit tepat ketika aku dan teman-teman di Muse Multimedia mendapatkan proyek besar, yaitu membantu menggarap visual effect untuk film Kings And Queens.
Itu adalah proyek besar pertama kami sejak membuka cabang di Batam. Dan Iing sakit. Penyakitnya juga bukan main-main. Iing terkena cacar air.
Hampir seluruh kulitnya bentol-bentol, dan suhu tubuhnya sangat tinggi. Bahkan kompres dingin tidak membuat kondisinya membaik. Tenggorokannya juga meradang. Putri kecilku itu jadi rewel kalau disuruh makan.
Aku terpaksa membiarkan Mama Muzun datang ke sini untuk membantuku merawat Iing. Semenjak Sheila meninggal, Mama Muzun memang merasa bahwa dirinya harus menggantikan posisinya untuk merawat anak-anak.
"Kamu sih Har, sok bisa ngurus anak-anak sendiri! Seharusnya kamu itu tetap di Surabaya aja! Kan Mama jadi gampang ngerawat anak-anak kalau sakit kayak gini." Oh, yang benar saja! Aku jadi merasa tidak berguna sebagai orang tua tunggal!
"Kalau kayak gini terus, lebih baik Iing Mama bawa lagi ke Suarabaya. Kasian Iing. Anak seumuran Iing gak bisa hidup seperti ini. Kalau Basil gak apa-apa tinggal di sini aja. Dia kan sudah besar, sudah bisa jaga dirinya sendiri. Tapi Iing..." Demi apa pun, ketika Mama Muzun mengatakan hal itu, aku jadi ingin langsung mengubur diriku hidup-hidup tepat di makam Sheila.
Di kantor, bahkan jauh lebih buruk. Aku harus lembur setiap malam. Laura—bos GM yang cantik itu, selalu saja memintaku untuk merevisi semua yang sudah aku lakukan.
Kemarin aku sudah tidak tahan lagi dan berkata, "Bos, tolonglah. Apa Anda memang harus membuat saya lembur setiap malam? Anak saya yang bungsu sedang sakit cacar. Maaf kalau saya lancang, Bos. Saya tahu kita semua sedang mengerjakan proyek besar sekarang, tapi anak saya juga butuh perhatian saya."
"Oke, untuk sekarang kamu saya izinkan untuk tidak lembur." Laura akhirnya memutuskan. "Tapi cuma untuk hari ini saja. Kita dikejar deadline," tambahnya.
"Terima kasih," ucapku dengan tulus.
Kemudian hari ini, Laura yang cantik itu tiba-tiba jam tujuh malam datang ke rumahku dengan membawa bingkisan buah-buahan dan boneka barbie. Iing senang sekali. Ia bahkan tidak canggung mendekati Laura seolah ia lupa kalau ia sedang sakit.
"Makasih ya, Tante Cantik. Aku ke sini cuma bawa boneka hello kitty aja. Boneka barbie-nya aku tinggal di Surabaya. Habis boneka itu ngingetin aku sama Bunda yang sudah ada di surga," celotehnya waktu ia menerima boneka barbie itu.
"Oh, Bunda kamu sudah... maaf, Tante gak tahu Sayang." Laura tampak salah tingkah, merasa tidak enak karena ia sama sekali tidak tahu kalau Iing sudah tidak punya bunda. Mama Muzun menyikut lenganku dan berbisik, "Perempuan itu cantik. Baik juga kayaknya. Kenapa kamu gak pacarin aja? Siapa tau dia bisa gantiin Sheila."
Gila! Mama Muzun mintaaku supaya gantiin Sheila, yang jelas-jelas adalah anaknya sendiri, denganbosku? Apa-apan itu?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Hardy [PUBLISHED IN A BOOK] ✅
General Fiction√ COMPLETED STORY You know I'm perfectly imperfect... And I just can promise you no promises. But please don't be afraid to give me the honour to take you as the bone of my bone.. because honestly, everything I desire in a wife is in you. -Mr. Ahmad...