Hari itu, adalah hari dimana Sejeong baru benar-benar merasa patah hati karena Kang Daniel.
Padahal dari dulu juga, pria itu nyatanya sudah sering mematahkan hati Sejeong secara tidak langsung, dan itu nggak terlalu parah. Tapi untuk sekarang, Sejeong dibuat nggak bisa berkata-kata lagi.
Mungkin ini teguran untuk tidak mengundur-undurkan move-onnya yang seringkali tertunda dan gagal. Tapi Sejeong kali ini yakin, sekarang dia bisa move-on dengan tenang tanpa meragukan perasaan milik sang lawan jenis itu.
Kalau saja hari itu si hitam Mingyu nggak tiba-tiba datang ke mejanya Minkyung-Sejeong dan meminta untuk dibacakan sesuatu yang tertulis dalam secarik kertas yang ia bawa-bawa, Sejeong nggak bakalan pulang dengan sesedih ini. Bersenandung lagu-lagu yang sedih, menatap awan sore yang mendung. Merenungkan nasibnya selanjutnya.
Kelas Sejeong kebetulan sedang ada free-class. Karena persiapan ujian, wali kelasnya membagikan soal bekas try-out mereka kemarin untuk latihan. Beberapa dari mereka sudah memberi nama di kertas soal mereka, jadi tinggal langsung ambil.
Karena bosan, Sejeong yang sudah mengambil kertas soalnya itu langsung duduk di tempatnya dan mulai mengobrol dengan Minkyung. Sejeong juga sudah sadar, akhir-akhir ini Daniel terasa makin jauh. Hanya perasaan saja sih, tapi Minkyung saja juga sempat merasakan hal yang aneh.
Kelas sedang heboh saat itu, apalagi dari barisan paling kiri, tempat duduk milik anak-anak sejenis Seongwoo dan Daniel--anak-anak yang lumayan bergengsi di kelas. Ya, katakanlah Sejeong hanyalah seorang minor, tidak terlalu gaul tapi dikenal semua anak. Saat Sejeong menoleh ke sumber keributan, ia dapat melihat Seongwoo, Dongho, Minki, dan lain-lain sedang berkerumun di satu wilayah. Tapi yang paling menarik, Sejeong nggak bisa melepaskan pandangannya ke Daniel saat itu
Bagaimana lagi? Daniel sedang duduk bersebelahan dengan Jennie. Itu sudah cukup menjawab rasa penasaran Sejeong akhir-akhir ini. Bukan apa-apa, tapi mengapa Daniel jadi lebih sering nempel ke Jennie?
Sejeong tidak mau memikirkannya lebih jauh, karena ia tahu dengan kebenarannya itu akan membuatnya jauh lebih sakit. Tapi baru saja ia mengalihkan perhatiannya ke arah lain, salah satu temannya Seongwoo, Mingyu, menghampiri meja Minkyung-Sejeong dengan terbirit-birit.
Ia sempat meraup nafas terlebih dahulu, sebelum akhirnya melanjutkan.
"Minkyung, kamu bisa baca huruf jepang kan? Coba bacain ini, dong!" Mingyu menyodorkan secarik kertas yang ternyata adalah kertas soal try out yang dibagikan tadi. Sejeong yang mendengarnya jadi ikut penasaran, karena ia juga bisa membaca huruf-huruf jepang. Hal pertama kali yang ia lihat adalah sebuah kata yang ditulis dengan stabilo warna biru. Dan Sejeong lagi-lagi kaget bukan main setelah membaca huruf-huruf yang tertera di tulisan itu.
Tolong, semoga ini cuma bohongan.
Sejeong langsung bilang apa itu artinya. Mingyu yang mendengarnya langsung mengangguk dengan semangat dan lekas meneriaki Daniel yang duduk di barisan sana. Sejeong memandang mereka bergantian. Sejeong langsung percaya kalau kertas soal milik Daniel. Mingyu langsung menggoda Daniel dan meninggalkan meja Minkyung-Sejeong.
Sejeong masih mematung, wajahnya sudah masam berkat tulisan tadi. Minkyung buru-buru memeluknya, karena ia sendiri juga mengetahuinya. Tak henti-hentinya Minkyung mengusap pundaknya dan menggumamkan kata sabar berkali-kali, namun Sejeong tetap tak bergeming. Ia tak menunjukkan ekspresi wajah apapun, dan dia juga sama sekali tak menangis. Sejeong tak menangis walaupun nyatanya merasakan sakit yang teramat lebih di dadanya.
Sejeong menidurkan kepalanya di meja sambil bersenandung lagu yang sedih. Matanya mulai berair saat pandangannya berhenti lurus ke pemandangan Kang Daniel asyik tertawa bersama teman-temannya. Sejeong tersenyum kecil.
Minkyung bilang, ia sudah menyadarinya sejak seminggu yang lalu. Lalu gadis itu meminta maaf, dan menghiburnya. Sejeong bilang tak apa-apa.