Part 1

16.2K 954 72
                                    


Shiren mengerutu melihat jalanan di depannya yang terlihat tidak rata, Shiren datang ke texas dengan tekad bulat untuk memulai hidup baru yang baru saja hancur karena penghianatan Steve, mantan tunangannya. Shiren meninggalkan London yang sudah memberinya hidup mewah dan masa depan yang cerah. Entah dari mana asalnya hingga Shiren memilih Texas sebagai kota baru tempatnya tinggal.

Dan sekarang Shiren marah pada dirinya sendiri ketika ban mobilnya terselip di lubang jalanan yang rusak dan menjebaknya di daerah entah berantah yang tidak diketahuinya. Shiren yakin ia sudah memasuki daerah Texas city tapi sekarang ia tidak yakin lagi karena di depan matanya sekarang adalah jalan panjang tak terarah. Tidak terlihat rumah satupun. Dan bodohnya ia tidak tahu apapun tentang mobil. Shiren memukul setir dengan geram. Tiada hari tanpa kesialan bagi Shiren.

Shiren mencari arah dari ponselnya tapi tidak terdapat sinyal satu pun, ia semakin kesal. Shiren keluar dan melihat keadaan mobilnya yang terjebak terlalu dalam di lubang. Mungkin butuh di derek agar bisa keluar. Terik matahari yang panas membuat keringat bercucuran di dahinya. Dengan kesal Shiren memukulkan kakinya ke arah ban lalu menjerit sakit karena ban mobilnya terasa keras di ujung jemari kakinya.

"Aww . . . Mobil kurang ajar! Sungguh sial terdampar di sini." Shiren terus mengerutu.

Shiren akhirnya masuk kembali ke dalam mobil yang oleng karena ban yang terselip itu. Shiren menutup matanya karena sudah lelah dalam perjalanan dan harus mendapat musibah di hari pertama menginjak daerah texas tersebut. Tapi entah mengapa ia tidak bisa memejamkan mata padahal ia sungguh merasa sangat lelah. Shiren keluar kembali dan memandang sekitarnya dengan mata memicing. Tidak ada yang terlihat oleh matanya, tapi Shiren memutuskan untuk berjalan dan mencari rumah penduduk terdekat untuk meminta tolong.

Setelah mengambil tas selempangnya Shiren menyeret kaki jenjangnya berjalan menjauhi mobil. Lengan kemejanya digulung ke atas hingga siku, rok di atas pahanya terlihat tidak cocok dengan kondisinya yang terdampar ditempat panas tersebut. Bahkan sepatu tingginya tidak membantu sama sekali. Mungkin sebentar lagi kakinya akan lecet lecet.

Shiren sudah berjalan satu kilometer dan masih tidak terlihat apapun hingga kakinya terantuk batu dan ia terjatuh. Shiren meringis manahan sakit di kakinya, kakinya terkilir. Tangan Shiren memijat pelan pergelangan kakinya yang sakit.
Dengan lelah Shiren bersandar di sebuah pohon pinggir jalan. Berharap ada sebuah mobil atau seseorang yang akan menolongnya.

Seperti mendapat air di sebuah padang gurun, Shiren tersenyum melihat sebuah kendaraan berjalan mendekat ke arahnya. Truk tua yang besar itu perlahan mendekat, Shiren melambaikan tangan setelah susah payah berdiri oleng agar truk itu tidak melaju melewatinya. Kedua tangan Shiren melambai lambai ke arah truk tersebut.

"Help me . . . Help me . . ." Shiren berteriak.

Seakan menunggu seabad ketika truk berhenti di samping tubuhnya. Pintu truk terbuka memperlihatkan kaki besar seorang pria yang melangkah tegas keluar dari dalam truk. Tubuh kokoh nan menjulang ke atas keluar, Shiren dengan rasa penasaran menatap dari kaki hingga ke dalam mata hitam kelam pria di depannya. Shiren menggannga takjub melihat pria di depannya yang terlihat tampan, gagah dan maskulin. Penampilan koboi pria tersebut mendapat nilai tambah di mata Shiren. Celana jins yang melekat pada paha pria itu dan kemeja yang memperlihatkan dada kokoh dan kerasnya dari balik kancing yang tak tertutup sepenuhnya, topi yang menutupi rambut hitam yang terlihat sedikit panjang.

"Sudah puas manatap tubuhku? Hapus air liur dari bibirmu itu . . ." ucap pria itu sinis.

Shiren mengerjapkan mata mengalihkan pandangan dari makhluk tampan di depannya. Menghapus air liur yang pria itu bilang dan teryata ia tertipu. Shiren menahan malu dengan mengusap tangannya di samping rok pendeknya. Hanya memandang mata hitam pria itu membuatnya  seakan di tarik masuk ke dalam kegelapan mata pria itu yang terlihat penuh misteri. Shiren menatap kembali pria di depannya yang teryata juga meneliti dirinya.

Pria itu melihat tubuh Shiren seakan akan menelanjanginya, hanya dengan pandangannya. Tubuh Shiren berdesir dan bergelenyar. Mata pria itu menatap lama kaki jenjangnya lalu berdahem keras seakan berusaha keras mengalihkan tatapan matanya dari kaki mulus nan jenjang miliknya.

"Siapa kau? Dan apa yang kau lakukan sendirian di tempat terpencil seperti ini?" Tanya pria itu.

"Aku Shiren . . . Baru saja sampai disini dan sialnya mobilku terjebak satu kilometer dari sini. Bisakah kau menolongku . . ." Ujar Shiren menampilkan wajah memelas agar pria di depannya mau menolongnya.

"Hhmmm . . . Kemana tujuanmu?" Tanya pria itu seakan tidak yakin.

"Texas city . .   Tentu saja." Ujar Shiren dengan keyakinan penuh.

"Sudah ku duga kau hanya wanita kota yang manja . . ."

"Apa maksudmu . . ." Kata Shiren melotot tajam ke arah pria itu.

"Kau tidak terlihat cocok di daerah sekitar sini dengan baju  dan sepatu tinggimu itu." Ejek pria itu.

Dengan menahan geram karena ejekan pria itu Shiren mencoba berkata pelan meminta tolong.
"Jadi bisakah kau menolongku . . . Tidak ada satupun kendaraan yang lewat sini dan baru kaulah yang datang. Sedang kakiku terkilir dan tak sanggup berjalan jauh lagi."

"Kau butuh mobil derek . . . Tapi sepertinya bengkel sedang tutup karena ini hari libur."

"Lalu apa yang harus ku lakukan . . . " ujar Shiren dengan menghembuskan napas keras.

"Sayang sekali wanita kota sepertimu harus terdampar di tempat seperti ini yang tidak menyediakan penginapan satupun."

"Tidak adakah yang bisa kau lakukan untuk menolongku. Aku sudah sangat lelah dan butuh air, tidur atau apapun itu. Aku mohon . . ." Mengabaikan sikap sinis pria itu dan dengan sabar memohon pada pria itu.

"Tidak ada yang bisa ku lakukan . . . Mungkin kau mau ikut denganku dan beristirahat di pondok kecilku." Ujar pria itu sambil kembali ke dalam truk.

Shiren menatap pria itu dengan waspada, walau berwajah tampan belum tentu pria di depannya ini pria baik bukan, bisa saja penjahat berkedok wajah tampan. Bukankah sekarang banyak kejahatan seperti itu .

"Waktu tidak menunggumu, nona . . ." Ujar pria itu tidak sabar.

"Aku ikut . . ."

Hilang sudah kekeguman yang tadi di perlihatkannya, wajah tampan ternyata tidak menjamin apapun. Lihat saja kelakuan pria di depannya ini. Sungguh menyebalkan. Shiren mencoba menyeret kakinya yang terasa sakit tapi belum satu langkahpun ketika tubuhnya jatuh kembali.

"Menyusahkan sekali . . ." Gerutu pria itu keluar lagi dari truk.

Dengan pelan ia mengangkat tubuh ringan Shiren dalam gendongannya. Wangi maskulin pria itu yang bercampur udara dan keringat menghipnotis Shiren. Darah seakan dengan deras mengalir dari ulu hatinya. Nada keras jantungnya pun tiba tiba bertalu, hingga Shiren takut pria itu mendengarnya. Bibir penuh pria itu penuh undangan ke arahnya membuat Shiren menahan napas.

"Eemm . .   Mr . . ."

"Jonas Mattheo . . . Panggil aku Jonas saja." Ujar pria itu memandang Shiren di dalam gendongannya yang terlihat begitu pas di dalam kedua tangannya.

Jonas memandang gadis di depannya penuh minat, pasalnya dada wanita itu menekan dadanya membuat juniornya menegang oleh gairah yang tiba tiba menyerangnya. Bibir mungil wanita itu seakan memangil dirinya untuk memagutnya. Kabut gairah mengelilinginya.

The Cowboy's Charm (Tersedia Versi Cetak) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang