Senja menyapa ku kembali ku tatapi hamparan kota dari ketinggian ini aku menapaki sejumlah kenangan dari lantai yang dahulu sering ku kunjungi ini. Sudah emat tahun lamanya aku tak menginjakan kakiki lagi di lantai yang tepatnya puncak gedung jurusan tempat aku kuliah ini.
Ku pandangi setiap kenangan yang mulai bergulir di fikiranku seperti memutar sebuah flim privasi milikku sendiri. Setiap sudut kampus ini menyiman kenangan yang kami rangkai bersama. Aku, Alex dan Leon. Setiap hal yang kami kerjakan setiap kegilaan dan kekonyolan yang kami lakukan dan setiap kekacauan yang kemi timbulkan.
Hari itu hari pertama aku memasuki dunia perkuliahan. Saat itu usiaku masih sangat belia, rambut lurusku di kuncir du dengan pita merah putih seperti yang di instruksikan oleh panitia acara OSPEK zamanku dulu. Sebuah tulisan ‘Tumis’ tertera di papan nama suci yang tergantung di leherku. Sungguh menggelikan rasanya saat aku berkaca. Aku begitu cupu dengan baju SMA lamaku dan kunciran jaman jadul ini juga, papan nama besar dan kacamata yang besar serba serbi atribut lainnya. Tampak seperti gadis bodoh yang berasal dari planet lain.
Melihat barisan yang sudah di bentuk kakak panitia aku pun berlari iku melengkapi barisan itu. Dengan was-was akan di marahi aku berdiri di baisan paling belakang berharap tak ketahuan.
“Itu yang baru datang bentuk barisan baru di depan” Seru kakak senior menunjuk ke arahku sontak cama lain melihat ke arahku.
“Baik kak” ujarku pasti berjalan lewat samping barisan.
“ Eh siapa yang suruh kamu lewa situ kamu berdirinya di sini, yang cewek ikutin dia” Akupun merubah haluan ku ke tengah dua orang cowok yang berada di barisan depan itu.
“Dengar semuanya hariini adalah hari pengenalan kehidupan kampus kalian akan di pandu oleh Gita keliling kampus.” Aku bahkan tidak memperhatikan apapun selama perjalanan mengelilingi kampus. Bosan sekali rasanya mengikuti perintah konyol panitia OSPEK ini. Hingga akhirnya waktu istirahatpun tiba aku memakan bekal makan siangku yang sengaja aku buat tadi pagi. Lapar sekali rasanya karena tak sempat sarapan pagi tadi pagi. Akupun menyantap makan siangku dengan lahap.Hingga akhirya dua orang cowok yang agaknya juga anak baru duduk di depan ku.
“Hai, kita boleh makan disini gak?” Salah seorang dari mereka mengajak aku berbicara. Aku hanya mengangguk sambil meneruskan menyuapkan makanan yang nanggung nasuk kedalam mulutku.
“Kenalin nama aku Alex.” Cowok di sebelahnya menyodorkan tangannya. Aku sambut tampa berhenti mengunyah.
“ Gue Leon” Sambung orang di sebelahnya. Aku masih hanya mengangguk sambil mempercepat kunyahanku.
“Dhea” Singkatku sambil senyum dan memperhatikan dua orang di depanku. Keduanya juga mengangguk dan mulai menyatap makanan yang mereka bawa sebelumnya.
“Eh, lo bawak hp gak?” Leon bertanya pada alex.
“nih, tadi kan nitip di tasku” Alex menjawab.
Sungguh keadaan yang akward sekali bahkan aku sendiri segan menyuapkan kembali makan siangku kemulut. Keadaan ini berlangsung hingga isirahat selesai. Kami pun harus kembali ke barisan seperti semula.
“Semuanya sudah lengkap?” tanya kakak pembina. Semua pun menjawab “sudah” dengan serempak. Hari pertama memang melelahkan kai terus melakukan kegiatan ini hingga selesai. Senjapun sudah mulai terlihat di langit. Acara OSPEK ini pun selesai dan pulang ke rumah dan kos-kosan masing-masing.
“Dhea!!!” Panggil seseorang dari belakang. Suaranya cukup asing bagiku akupun menoleh dan ternyata dua cowok yang tadi duduk bersamaku saat istirahat.
“Oh, Leon, Alex?” aku cukup terheran mengingat tingkah acuh mereka saat istirahat tadi.
“Lo mau pulang?” Tanya Leon basa basi. Dua orang ini berjalan di sebelahku.
“Mh, ia nih capek banget.” Aku meregangkan otot bahuku.
“Kamu tinggal di mana?” Alex bertanya , aku suka logat ia berbicara sangat halus.
“Deket kok, jalan dikit di persimpangan juga udah nyampe.”Ujarku menunjuk kearah simpang yang kumaksud.
“O, deket yah” Alex melihat kearah persimpangan di depan.
“ Trus kalian tinggal dimana?” Tanyaku balik.
“ Kita tinggal agak jauh dari sini lo kalo mau ikut juga boleh.” Sungguh tawaran yang amat ekstrim mengingat kami masih baru kenal tadi siang.
“Owh, ia kapan-kapan deh. Oh ia kalian tinggalnya deketan yah kok kliatannya akrab banget.” Wajar aku bertanya karena mereka tampak sangat akrab.
“ Kita berdua tinggal serumah.” Ujar leon membuat aku melotot kearahnya.
“ Nggak magsudnya kita berdua ini saudara.” Ujar Alex menjelaskan. Membuat aku terbahak.
“Aku ngertikok kalian saudara magsud aku kalian berdua nggak mirip sama sekali.” Alex dan Leon saling menatap.
“Ia kalo difikir-fikir gak bakalan ada yang percaya kalo kita itu saudara.” Tak ada kemiripan diantara dua bersaudara ini hanya saja keduanya sama-sama ganteng. Jadi keliatan manis kalo sama-sama.
“ Yaudah deh aku udah sampe nih, makasih udah di anterin yah. See you.” Sambil melambaikan tangan ke arah mereka berdua. Aku pun memasuki kos-kosan di lantai dua.Merekapun pulang dengan jalur yang sama tak lupa melambaikan takangan padaku sebelum mereka berdua pergi.
Keesokan harinya aku agak kesiangan dan gerbang akan di tutup banyak kakak senior yang menahan gerbang kampus karena banyak yang berdesakan ingin masuk karena sudah tinggal lima detik lagi gerbang akan di tutup akupun berar sekencang mungkin. Di belakangku banyak orang yang menyusul berlarian menuju gerbang. Tana berbalik aku hampir kehilangan keseimbangan , namun satu sambutan tangan menarik kerah bajuku dari belakang dan yang satunya lagi memegangi tas selempangku.
“Leon? Alex?” Gumamku Alex hanya tersenyum dan menarik tanganku berlari kembali di susul Leon di belakang kami. Tapi malan nasib kami begitu kami sampai gerbang pun sudah di tutup.
“Kak tolog sekali ini aja kak..” pintaku pada kakak senior yang mengunci gerbang.
“Gak, ini salah kalian. Siapa suruh telat kan kekunci.”Kakak senior ini malah tak melihat kearahku dan mengomel lalu pergi sedangkan yang lain terus memohon. Tiba-tiba seperti sebelumnya ada tangan yang menarikku dari depan gerbang.
“Leon apa sih?” Risih rasanya leon selalu menarik kerahku dari belakang.
“Udah lo diem aja, ikut kita gue ada solusi.” Leon dan alex mengajakku mengendap-endap melalui dinding tinggi samping kampus. Tak jauh dari sana ada pagar kawat dan ternyata di baliknya ada lapangan tenis. Makin lama, aku mulai mengerti magsud dua bersaudara ini.
“Cepetan ntar ketauan.” Desak Alex. Iapun membuka jalan masuk belakang lapangan ini. Tampaknya tak ada yang sadar kalau kami melewati jalan ini.Aku pun di antar ke toilet cewek.
“Loh kok di anterin ke sini?” Tanya ku terheran.
“Udah, tenang aja ntar kamu lari dari sini trus nanti kalo di tanya dari mana tinggal bilang kamu abis dari toilet kan beres urusan.” Cerdik sekali Leon ini, tampaknya mereka berdua cukup kompak menyelamatkan kami dari hukuman merayap di got.
“Makasih banget yah.” Aku cukup terharu dengan aksi heroik mereka padaku.
“ Ok, kita bakalan misah disini kami juga bakalan mencar satu dari taman satu dari toilet cowok, Alex lo dari toiet gue dari taman soalnya agak ekstrim kalo lo yang dari taman.”Leon ini ckup hebat dalam urusan kabur-kaburan.
“ Ok kita misah di sini.”Alex mengajak tos Leon tapi agak aneh cara mereka.
“Bay Dhea!” Serempak mereka meninggalkan aku dan berlari menurut instruksi yang mereka susun tadi. Aku pun berlari menuju lapangan dan yah, seperti yang di bayangkan kalo anak-anak baru sudah menyusun barisan untuk senam pagi.Seorang kakak senior menghampiriku.
“ Kamu dari mana aja?” Tanyanya dengan ketus.
“ Dari toilet tadi kak, kebelet soalnya.” Alasan yang sangat perfect.
“ Yaudah langsung ikut senam sana.” Ujarnya dan akupun ikut baris seperti yang lainnnya. Namun aku masih cemas mataku mulai mengarahkan pandangan kebelakang dan mulai menyisiri ke setiap sudut barisan mencari Leon dan Alex. Tak lama kemudian Alex tiba, sedikit lega dia melihat ke arahku dan senyum sumringah, namun kembali melacak keberadaan saudaranya. Sama dengan Alex aku juga kembali melihat kearah belakang dan. YA! , Leon muncul dan memasuki barisan tanpa ketahuan dia melihat kearah Alex dan melakukan ‘Air Hi-5’, kemudian Leon melihat kearahku dan memamerkan jempolnya. Akupun merasa lega walau agak lebay kesannya tapi itu cukup menjadi momentak terlupakan bagiku.
Senja yang menyingsing berangsur mulai gelap, Sedikit demi sedikit kenangan itu mulai berangsur aku urai lagi. Segersit senyum indah membuatku bahagia. Hingga tangan seseoran menepuk pundakku menyadarkanku dari lamunan.
“Dhea sudah magrib ayo punlang.” Ajak Dhava yang sedari tadi masih menugguku. Kami pun beranjak meninggalkan gedung ini. Hingga kami pun sampai di rumahku.
“Gak mampir vha?” Ajakku, seperti biasa Dhava senyum dengan menisnya mata sipitnya menutup.
“ Nggak deh kapan-kapan bolehya?” Tawaran itu seperti memastikan diri sendiri.
“Ok, kapan-kapan. So Thanks alot dhava.” Aku pun melambaikan tanganku padanya. Dengan cepat mobilnya hilang di persimpangan. Aku pun memasuki rumah luasku sendiri. Setiap sudutnya rapi karena jarang ada yang datang dan menempati bahkan aku sendiri sibuk dengan pekerjaan ku dan tak sempat membuatnya berantakan. Seperti biasa, ku nyalakan semua lampu di rumahku karena aku benci dengan gelap. Sedikit kuberi efek bising dari mp3 player otomatis di ruang tengah karena agak sepi rasanya. Aku pun memulai malam panjangku dengan menyeduh susu ibu hamil yang kubeli dua hari yang lalu. Dan menaruhnya di botol Shacker. Sambil meringankan badanku dengan balutan dress jumsueet sepaha yang lumayan ringan dan longgar disain ku sendiri.
“Huek-huek” Muntahanku makin hari semakin sering muangkin karena efek strees dan banyak fikiran. Kuusap wajahku dengan air di pancuran wastafle kamar mandi.
“Maafin bunda yah nak bunda gak jaga diri sendiri.” Sambil kubaringkan tubuhku di sofa santai. Aku mencoba memejamkan mata sejenak.
Aku terfikir dengan ucapan Dhava. Aku meresa tidak adil, kenapa Dhava bisa tau Leon ada di mana sementara aku?. Sudah lah aku tak ingin membuat diriku mnangis lagi malam ini. Aku hanya ingin menikmati malamku yang panjang ini dengan tenang. Namun hatiku berkata lain sakit itu tak pergi jua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise You
RomanceAku mencintai dua oran yang seharusnya tak kucintai Aku bagai berdiri di depan dua jalur yang berbeda Aku tak tau harus mengambil jalur yang mana Hingga akhirnya keputusanku meninggalkan salah satunya dan mengambil jalur lainnya. Semenjak Alex meni...