Luka

19 3 1
                                    

Pagi ini aku mulai berkemas untuk keberangkaanku ke Venesia. Aku mulai ragu untuk pergi. Namun sebagian diriku sangat ingin cepat bertemu dengan Leon Satu-persatu baju ku masukkan kedalam koper. Beberapa barang yang agaknya di perlukan selama disana juga tak lupa kusertakan. Waktu masih menunjukkan 06:30 WIB. Masih lama waktu yang ku punya untuk bersiap pergi ke butik. Beberapa lembar dokumen dan juga rondon yang sudah aku siapkan untuk kariawanku yang akan kutinggal selama dua mijnggu sudah ku masukkan kedalam tas. *tring~, Sebuah pesan masuk di smart phoneku.

'Sweeat heart, aku jemput kamu yah buat kerumah ibu.' pesan dari Dhava bar saja masuk.

'Ok, jemput aku jam tujuh.' Kubalas pesan itu secepat mungkin.

Akupun beralih menuju meja rias dan melakukan aktivitas harianku. Apa lagi kalau bukan bermake-up. Hari ini aku menggunakan kemeja katun jepang polos dengan simpul di bagian pinggang berwarna putih. Juga celana kulot daam hingga lewat mata kaki berwarna cream. Sedangkan rambut panjangku ku kepang dari batas ubun-ubun hingga pinggang, sedikit ku beri efek santai dengan membiarkan sedikit rambut terlepas dari ikatannya di bagian pelipis dan jidat. Dan sepatu stiletto berwarna hitam. Walau aku wanita hamil setidaknnya bukan alasan aku meninggalkan fashionku. Yang santai namun menarik.

Tak lama kemudia suara klakson terdenganr dari depan rumahku. Aku tau itu Dhava yang sedang menunggu aku keluar. Tak menunggu lama secepat mungkin aku menuju mobil Dhava.

"Wow, you look amazing sweeat heart." Puji Dhava. Ia memandangi ku dari ujungkaki hingga ujung rambut.

"I know, Im the best." Dengan PDnya aku memuji diri sendiri di depan Dhava.

"Ok,ok whatever." Ujar Dhava dan mulai mengendarai mobilnya.

"Hari ini kita kerumah ibu dulu buat pamit Vha, tapi aku bingung mau kasih alasan apa." Keluh ku pada Dhava. Jelas saja aku bingung bilang apa pada ibu. Karena ini menyangkut Leon.

"Apa kamu bilang aja yang sebenarnya?" tanya Dhava, aku juga berfikir demikian. Namun aku memikirkan efeknya.

"Bagaimana jika ibu nggak kasih izin aku pergi?.Terlebih lagi, bukan hanya ini semua karena Leon. Karena aku juga sedang hamil." Dhava melirik kearahku dan menepi. Ia mematikan mesin mobil dan mencoba berfikir.

"Apa ibu masih marah kepada Leon karena pergi diam-diam?" Tanya Dhava memastikan.

"Ibu bukan marah Dhava, ibu cuma gak habis fikir Leon bisa pergi gitu aja tanpa bilang ke kami." Jelasku, Dhava mengkerutkan dahinya. Sepertinya ia berfikir keras.

" Kalau masalah kamu hamil aku bisa anggung jawab kamu selamat di negri orang. Tapi masalah ibu masih ngambek sama leon kamu yang harus meyakinkan ibu gimana caranya kita bisa berangkat ke Venesia." Perkataan Dhava memang benar, aku juga tidak begitu cemas jika kami bersua pergi bersama. Karena aku tau dia laki-laki bertanggung jawab. Namun apa ibu akan memberi izin jika aku bilang ibin pergi mencari Leon walau Cuma dua mingggu.

" Aku bingung Dhava, tapi aku tidak tega jika harus membohongi ibu." Aku merunduk, rasanya aku ak sanggup jika hal itu terjadi.

"Lalu bagaimana?" Tanya Dhava lagi. Ku lihat lagi kearahnya. Ia juga sepertinya memikirkan jalan keluar.

" Udah Dhava, aku akan coba bicara ke Ibu. Dan yakinin ibu, supaya kita bisa pergi cari Leon" Ungkapku, Dhava sepertinya juga sama pasrahnya denganku. Kami tidak tau apa yang akan di katakan oleh ibu. Namun setidaknya kami mencoba.

Promise You
 
Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang