Senyum Anak Gerimis (BAB 2) 2/3

92 4 0
                                    


Oleh: Pago Hardian

BAB 2

Chapter 2/3

HALIMAH

"Seminggu Kemudian."



Sehabis adzan subuh yang mendayu.

Seseorang menyenandungkan solawat al-itiraf. Solawat yang mengingatkanku pada dosa-dosa. Solawat yang indah dalam bahasa Arab namun aku mengerti artinya dalam bahasa Indonesia. Sebab syair-syairnya cantik dan menyentuh hati.

Ya Tuhan saya bukan ahli sorga

Tapi saya tak sanggup jika harus masuk neraka

Semoga Engkau memberi saya ampunan

Atas dosa-dosa saya yang seperti buih di lautan

Ayah dan Ibu pernah mengajarkan padaku solawat al-itiraf itu. Solawat yang juga sering kusenandungkan. Tapi nada suaraku tak sebagus dan tak sememelas nada suara yang solawatan sehabis subuh ini. Aku benar-benar dapat menangkap nilai dari solawat itu. Makna suara orang-orang yang bertobat dan menyesali dosanya. Aku sungguh-sungguh terlarut dalam alunan nada-nadanya. Aku jadi teringat dosa-dosaku sendiri. Bahkan untuk sejenak, aku dapat melupakan seorang pemuda yang selama ini mengisi harap di hatiku. Aku hanya ingin mengingat dosa-dosa lalu memperbaikinya. Selamat tinggal Arifin.

Tapi godaan hidup ini sungguh menggiurkan. Aku tak tahan untuk tidak menanyakan siapa yang menyenandungkan solawat al-itiraf dan mengumandangkan adzan subuh tadi pagi. Kami baru pulang dari surau.

"Mas Ridwan." Jawab Ayahku. " Dia orang baru di desa ini, dia membeli rumah bekas orang yang bunuh diri di ujung desa tepat satu hari setelah kamu berangkat ke rumah nenekmu di kecamatan." Ada nada gembira dalam suara ayah, sebab dia pasti dapat komisi dari hasil penjualan rumah hantu itu.

"Mas Ridwan itu orang mana?" Tanyaku lagi. "Kok mau-maunya dia membeli rumah di ujung desa, apakah dia tidak diberitahu sejarah rumah itu?"

"Mas Ridwan itu orang yang modern." Abang Halim yang pulang bersamaku dan ayah ikut menyahut. "Dia orang yang berpikiran maju dan beriman. Dia tidak takut sama cerita hantu. Kalau tidak salah, dia itu berasal dari?"

"Jakarta!" Jawab Ayah mendahului abang Halim.

Setelah berada di tikungan rumah abang Halim, abangku yang suka jahil terhadap adiknya ini berbisik. "Mas Ridwan itu lebih ganteng dari pada Arifin, dia sepertinya anak orang kaya dari kota yang sedang mencari kedamaian hidup." Lanjut abang Halim. " Satu lagi. Dia masih bujangan."

Aku terdiam. Ih, apa pasal! Siapa yang nanya! aku cuma penasaran dengan cara dia menyenandungkan solawat. Tapi tak urung aku tergoda untuk mengenalnya. Aku mencoba mengingat-ingat namanya. Ridwan. Nama yang bagus. Bukankah Ridwan itu nama malaikat penjaga sorga? Sekarang aku tahu. Tuhan telah menurunkan seseorang untuk menempati rumah hantu itu. Rumah yang hanya akan dihuni oleh orang-orang yang memiliki keberanian seperti malaikat. Bukan orang-orang pengecut seperti pak Lurah yang mengabarkan pada warga kalau Arifin anaknya telah menikah di Palembang dan dapat pekerjaan di sana. Bulsyit. Prediksiku, Arifin masih kuliah dan tinggal bersama istrinya di kos-kosan. Istri yang terpaksa keluar dari sekolah karena terlanjur hamil. Istri yang baru kelas dua SMA dan berumur enam belas tahun. Istri yang belum siap menjadi istri namun terpaksa diperistri karena keadaan. Menyedihkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senyum Anak GerimisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang