Bab III

18 5 0
                                    

Beberapa hari kemudian, aku diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Aku benar-benar merasakan kenyamanan ketika sudah sampai dikasur kamarku. Aku ingin sekali tidur. Kata dokter, aku harus banyak olahraga dan istirahat yang cukup. Dan kebetulan juga, hari ini hari libur. Hampir saja aku memejamkan mataku dikasur, suara ketukan pintu yang membatalkan rencana tidurku. Awalnya aku menghiraukan ketukan itu. Bukannya menghilang, malah ketukan itu tambah keras dan cepat. Aku langsung menggerakkan badanku ke arah pintu. Aku membuka pintu, terlihat seorang wanita yang mengenakan pakaian bersih-bersih. Wajah datarnya sudah kukenal sejak lama. Dia membawa kemucing, sapu, ember, lap, dan alat-alat kebersihan lainnya.

"Apa yang kau lakukan disini, Nara?" Tanyaku sambil setengah sadar.

"Kita harus bersih-bersih rumahmu." Kata Nara dengan suara datarnya.

"Apa?"

"Kau harus bersih-bersih rumah!" Kata Nara dengan suara agak keras.

"Kau saja yang bersih-bersih. Aku lelah sekali. Aku ingin tidur."

"Bersih-bersih atau pedang ini membunuhmu?" Tanya Nara sekali lagi dengan mengarahkan pedangnya pada leherku.

"A, a, a, a, aku mengerti!"

Liburanku batal total. Aku tidak bisa menidurkan diriku ini. Jadi, mau tidak mau harus membersihkan rumahku. Tapi, setidaknya Nara mau membantuku. Aku tidak mempermasalahkan Nara main ke rumah seorang diri.

Akhirnya semua bagian rumah sudah selesai. Tinggal perpustakaan rumah lah belum dibersihkan. Perpustakaan rumahku ini lumayan besar. Banyak buku dimana-mana. Mulai dari buku tentang monster, sihir-sihir, bahkan sampai novel pun ada. Lemari yang ada dimana-mana pun sudah menyapa kami. Tapi, sayangnya perpustakaan ini berdebu sekali. Memang kotor sekali. Kami berdua berbagi tugas. Aku memindahkan buku lama ke gudang, sedangkan Nara membersihkan per lemarinya. Semua kardus sudah dipindahkan, yang tersisa adalah kardus tua yang berdebu.

"Yuuki, apa kau bisa mengangkat kardus itu?"

"Mau ditaruh dimana?"

"Taruh disebelah sana!" Kata Nara sambil menunjukkan arahnya.

Aku mencoba mengangkat kardus itu. Tiba-tiba, lakban yang melapisi bawah kardus itu lepas dan menjatuhkan semua buku yang ada didalamnya.

"Apa kau tidak apa-apa Yuuki?"

"Aku tidak apa-apa." Kataku sambil menahan rasa sakit.

Nara dan aku menyusun kembali buku yang berjatuhan tersebut. Buku berwarna biru lecek dan kusam menarik perhatianku. Sepertinya buku ini sudah lama sekali. Penasaranku tidak bisa kubendung, aku membuka lembaran demi lembaran. Tulisannya nyaris tidak bisa terbaca, dan hanya beberapa huruf yang kumengerti. Tertulis seperti ini :

Aku Matsunaga Nanako. Umurku 15 tahun. Aku berasal dari klan....

Matsunaga Nanako? Siapa dia? Kenapa diarynya ada disini? Karena penasaranku masih kuat, aku melanjutkan membacaku. Tapi, tulisan berikutnya tidak jelas. Mungkin karena air hujan atau apa. Lembaran demi lembaran telah kulahap dengan cermat. Ada beberapa tulisan yang aneh. Seperti :

Kaca yang pecah hanyalah sebuah kaca yang tidak bisa dikembalikan. Warna pelangi yang berjuta warna, hanya sekian warna yang kulihat. Ada yang bilang, cinta itu adalah sebuah kekuatan. Bagiku, cinta hanyalah sebuah mitos yang tidak bisa dijelaskan oleh ilmiah.

Pasangan dulu yang berpisah kini telah bertemu. Sayangnya, ini hanyalah pertemuan yang singkat sebelum dia meninggalkan seseorang yang dicintainya.

Aku masih penasaran kenapa dia menuliskan kalimat yang aneh itu. Makna penuh kiasan ini telah memenuhi buku ini.

"Apa yang kau baca?" Tanya Nara sambil menundukkan badannya yang menandakan bahwa dia ingin tau apa yang ku baca.

ローリング タイム (Rolling Time)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang