3

6.1K 545 6
                                    

Bibirnya tidak bisa berhenti bergetar begitu 'mereka' mulai menyiksanya lagi. Secara naluriahpun ia tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan membuatnya mati suatu saat nanti. Tubuhnya sakit. Walaupun dia hanya bisa terdiam saat disiksa. Hati kecilnya selalu memintanya untuk melawan kegiatan yang ia lakukan setiap hati. Kegiatan yang membuat tubuhnya bergerak sendiri walaupun ia tidak mau.

" Bagaimana keadaannya?"  matanya menatap sekilas lelaki yang kini berdiri disampingnya. Berbicara dengan seseorang yang selalu mengawasinya.

" Tidak bagus Yang Mulia. Tubuhnya telah dipenuhi luka yang membuat hidupnya berada dalam bahaya. Saya sarankan agar ia diberi istirahat barang sebentar." Lelaki itu, Bilfeth menunduk hormat menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Pangerannya. Dalam hati, ia sudah tidak sanggup melihat penyiksaan yang mereka lakukan semenjak anak ini mulai bisa berjalan.

Tidak.

Dia tahu bahwa anak ini telah ditelantarkan sejak ia lahir. Dikekang jiwanya hingga ia bahkan tidak bisa melanggar perintah yang Bilfeth ucapkan.

Atas perintah Lucifer tentunya.

Liffus tanpak berpikir sejenak. Akan jadi kesia-siaan jika Luciel, nama yang ia berikan untuk anak ini, mati sekarang karena over dalam melakukan tugasnya.

Setidaknya Luciel sudah berhasil merebut perhatiannya. Membuatnya tidak bosan ketika memandangi wajah polos Luciel yang bahkan tidak bisa menjerit ketika luka baru bersarang di tubuhnya.

Membuatnya tidak bosan sudah termasuk kriteria menjadi adiknya bukan?

Liffus akhirnya mengganguk, " bawa dia kembali ke kamarnya."

Bilfeth berhenti mendekati Luciel begitu matanya menangkap gerak tubuh Luciel yang berusaha menghampiri Liffus. Mendekap tangan Liffus untuk menyebuhkan luka yang merobek pergelangan tangan Liffus.

Bukan hanya Bilfeth, Liffus juga terkejut ketika tangan hangat itu mendekap tangannya dan menghilangkan semua lukanya. Tangan Liffus memang dingin. Namun, saat tangan itu menyentuhnya, ia merasakan kehangatan yang mengalir masuk kedalam tubuhnya. Kekuatan yang digunakan Luciel untuk menyembuhkan luka. Yang nantinya akan berbalik kearahnya.

Tidak butuh waktu lama sebelum anak itu tumbang ke dada Liffus. Tangannya bergerak sendiri untuk menangkap Luciel. Mengabaikan pakaian mahalnya yang ternoda oleh darah Luciel, Liffus segera membawa Luciel ke kamarnya. Tempat dimana Luciel akan mendapatkan udara yang lebih segar disana. Mengingat nafasnya kini mulai tersegal-segal.

Bilfeth yang mengekori dibelakang segera memanggil dokter pribadi istana atas perintah Liffus. Dengan langkah cepat mereka segera memasuki ruangan Liffus.

Pertolongan pertama segera diberikan. Namun, Luciel tidak menunjukan tanda-tanda akan siuman. Dengkuran kasar menahan sakit menjadi satu-satunya penanda Luciel masihlah hidup.

" Bilfeth, apa dia akan mati?"tanya Liffus tiba-tiba. Wajahnya menunjukan ekspresi yang tidak pernah ia tunjukan pada siapapun. Rasa cemas.

Bilfeth menggeleng, " Untuk sekarang yakin yakin Tuan Luciel akan bertahan. Dia sudah melewati fase ini berkali-kali."

Matanya mulai meredup.

" Namun saya tidak bisa mengatakan hal yang sama jika kejadian ini terulang lagi. Tubuhnya terus hancur dari hari ke hari jika kita terus memaksanya menghancurkan sekaligus memperbaiki apa yang kita perintahkan padanya."

Liffus menghela nafas berat. Ia tahu Luciel telah melewati banyak hal sejak ia bayi. Hanya karena ia lahir sebagai setengah iblis dengan kekuatan besar. Terlalu besar hingga iapun bahkan tidak bisa mengendalikannya.

Dan Liffus tidak pernah bayangkan bahwa hanya dari sentuhan tangan itu Luciel telah berhasil merebut hatinya.

Awalnya dia memang hanya tertarik. Namun, setiap kali Luciel menyembuhkannya Liffus memang merasa aneh.

Seperti seluruh bebaa yang ia simpan ikut terangkat bersaman dengan lukanya. Menggantikannya dengan kehangatan yang tidak pernah ia dapatkan sedari kecil.

Karena seorang Putra Mahkota sepertinya dituntut sempurna dalam segala hal. Termasuk mengajarkannya sedari kecil bahwa semua orang hanyalah bawahannya.

Termasuk Ibu yang telah melahirkannya dengan susah payah.

Mengingat sikap hormat Ibunya hanya membuatnya semakin muak. Semuanya seakan mencoba untuk memberitahu Liffus bahwa ia memang ditakdirkan untuk sendirian sejak lahir.

Kurang lebih seperti Luciel.

Namun dalam perlakuan yang lebih halus.

Terkadang ia berpikir bahwa rasa penasarannya pada Luciel memang disebabkan oleh ketertarikan atas penderitaan yang sama sejak kecil.

Dan ini membuktikan bahwa Liffus juga tersiksa,

Dalam arti yang halus tentu saja.

Lamunannya buyar begitu Harris membuka pintu kamarnya dan mematung begitu melihat Liffus sedang memegang erat tangan Luciel.

Pangeran yang dingin mengkhawatirkan seseorang.

Sepertinya dia perlu mengecek matanya sekarang.

" Ada masalah apa hingga kamu
berani lancang melihatku dengan tatapanmu itu Harris Van Geldavish?" Merasa risih, Liffus menatap tajam temannya. Orang yang telah ditunjuk Ayahnya untuk menjadi penasihatnya sejak Liffus masih kecil karena kepintarannya.

Yang Liffus ingat lebih cocok disebut licik dibandingkan pintar.

" Yang Mulia Raja Lucifer mendengar bahwa anak itu sekarat saat ini. Ia memintamu untuk datang ke ruang tahta sekarang."

Liffus mendelik tidak suka, " Aku telah memberinya nama Harris. Namanya Luciel."

Harris mendengus pelan.

" Iya Luciel. Aku akan mengingatnya mulai sekarang. Lebih baik kamu pergi sekarang. Aku juga telah diminta hadir disana."

Walaupun ragu, Liffus masih menyadari posisinya sehingga ia meminta Bilfeth untuk mengawasi Luciel yang masih tertidur sambil bergumam.

" Ayo."

Maa...... Maaf jika kalian menemukan banyak typo bertebaran disini...... Saya belum beli kuota lagi jadi saya update hanya mengandalkan hostpspot😂

Terimakasih bagi yabg telah bersedia membaca cerita ini...... Saya benar-benar menghargainya*bow

Sore ja, sampai bertemu di next chapter

[End] Angel or DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang