CM 3

42.7K 1.2K 28
                                    

Sarah kembali terbangun ditengah malam dengan keringat membanjiri wajahnya. ia mengusap wajahnya dengan kasar lalu mengambil gelasnya yang ada di atas nakas kemudian menenggak isinya.

"Syukurlah hanya mimpi dan semoga bukan pertanda buruk" gumam Sarah.

Perempuan itu kemudian mengambil iphonenya dan mencoba menghubungi Adit.

"Ya yank, kamu belum tidur?" sahut Adit diseberang sana.
"Kebangun yank" ucap Sarah.
"Kenapa, mimpi buruk lagi?" tanya Adit.
"Hmm iya... semoga bukan pertanda buruk" ucap Sarah.
"Mimpi apaan sih?" tanya Adit penasaran.
"Mimpi buruk gak baik diceritakan ke orang lain" ucap Sarah, pasalnya dalam mimpi tersebut ia melihat wajah Adit bersimbah darah.
"Ya sudah tidur lagi sana, berdoa dulu tapinya" ucap Adit mengingatkan calon istrinya.
"Eh yank... besok jadi pulangkan, lusa pernikahan kita loh... kamu gak lupa itu kan" ucap Sarah.
"Iya besok pagi aku pulang, mana mungkin sih aku lupa hari bahagia kita" ucap Adit.
"Aku kangen tau" ucap Sarah.
"Aku kangen banget malah" Adit terkekeh.
"Ya sudah kamu bobo juga ya.. bye yank" Sarah memutuskan sambungan telponnya.

---

Pagi hari Sarah duduk bersama dengan beberapa sepupu-sepupunya yang sudah datang untuk menghadiri pernikahannya nanti, mereka tengah bercengkrama dan bercanda gurau bersama.

Dering iphone Sarah menghentikan tawa mereka, Sarah kemudian melihat dilayar iphonenya terlihat nama 'papi Kevin' di sana.

"Sebentar gue angkat" ucap Sarah pada sepupunya.

Sarah pun sedikit menjauh.

"Ya pi ada apa?" sahut Sarah.
"Ke rumah sakit Mulya Cipta sekarang Sar" diujung telponnya Adrian -papinya Adit-menyebutkan nama sebuah rumah sakit.
"Papi sakit?" tanya Sarah.
"Datang saja sekarang papi tunggu ya" ucap Adrian yang terdengar lesu tak bersemangat.
"Ada apa sih pi?" tanya Sarah lagi.
"Datang saja ya ke ICU" ucap Adrian dan sambungan pun ditutup.

Sarah bergegas mengambil kunci mobilnya.

"Loh Sar mau kemana nak?" tanya Wijaya pada putrinya
"Calon pengantin gak baik keluar rumah" ucap Talita -mamanya Sarah-.
"Ke rumah sakit pah mah ditunggu papi Adrian" ucap Sarah.
"Siapa yang sakit?" tanya Wijaya.
"Calon mertuamu sakit?" tanya Talita.
"Gak tau mah pah, papi Adrian cuma bilang nunggu di ruang ICU" ucap Sarah.
"Kalau begitu papa temani" ucap Wijaya.

Wijaya menemani Sarah ke rumah sakit sementara itu Talita di rumah menyiapkan keperluan pernikahan putrinya.

Tiba di rumah sakit Sarah dan Wijaya segera menuju ruang ICU di sana sudah ada Adrian, ia tengah tertunduk lesu. Perlahan Sarah menghampiri calon mertuanya tersebut ia heran dan bingung melihat kesedihan di wajah pria itu.

"Pi..." panggil Sarah pelan namun masih bisa didengar sang calon mertuanya.
"Sarah... pak Wijaya..." Adrian menatap Sarah dan Wijaya -papanya Sarah-bergantian, matanya merah terlihat ia habis menangis.
"Ada apa pi? siapa yang sakit? kenapa papa sesedih itu?" tanya Sarah.

Adrian meraih Sarah dan memeluknya, ia merasa iba pada gadis itu.

"Kuat dan siapkan hatimu nak" ucap Adrian lirih.
"Ada apa pi, apa yang terjadi?" tanya Sarah bingung.
"Ada apa sebenarnya pak Adrian?" tanya Wijaya.

Kevin menyusut airmatanya.

"Didalam sana ada Adit" Adrian menunjuk ruang ICU.
"Adit? pi jangan bercanda" ucap Sarah menatap sang calon mertua.
"Papi sedang tidak bercanda Lit... dia koma" ucap Adrian.

Adrian kembali menatap iba pada sang calon menantu.

"Dalam perjalanan pulang dari Bandung mobil Adit oleng, ia hilang kendali dan terguling ke jurang" ucap Adrian.
"Gak mungkin pi" teriak Sarah.
"Tenang sayang" ucap Wijaya menenangkan putrinya.
"Sebaiknya kita lihat kedalam" ucap Wijaya lagi.

Wijaya dan Sarah mengenakan pakaian sterilnya, mereka kemudian masuk ke ruang ICU, Sarah membeku ditempatnya saat ia melihat tubuh Adit kekasihnya yang membujur di atas ranjang perawatan dengan banyak alat dan selang yang menempel ditubuhnya.

"Enggak pah... itu bukan Adit.. itu bukan Adit pah" tanpa diminta air mata Sarah mengalir deras.
"Yang sabar sayang tabahlah, ayo kita lihat Adit" ucap Wijaya, dalam hati ia juga iba melihat putrinya yang dirundung duka.

Perlahan Sarah mendekati Adit dan duduk di kursi yang ada disamping ranjang itu.

"Sayang bangun... buka mata kamu... aku datang" bisik Sarah.
"Lusa hari pernikahan kita kamu harus buka mata kamu bangun, demi aku, bukankah kita sudah lama menantikan hari bahagia itu tiba. Tapi saat hari itu hampir di depan mata kenapa kamu justru seperti ini" isak Sarah.
"Kamu gak mau kan menyakiti aku dengan membatalkan pernikahan kita, pernikahan yang sudah kita persiapkan dengan matang, pernikahan yang kita impikan sejak lama" Sarah menangis tersedu.

Ditengah isak tangis Sarah salah satu alat yang menempel di tubuh Adit tiba-tiba berbunyi dan monitor detak jantungnya pun berubah menjadi sebuah garis lurus.

"Pah Adit kenapa?" teriak Sarah panik.
"Dokter... dokter..." teriak Wijaya yang juga ikut panik.

Mendengar teriakan panik Wijaya dari ruang ICU maka Adrian pun berlari masuk ke ruangan itu, ia tertegun melihat monitor detak jantung putranya yang berubah menjadi garis lurus.

"Dit... Adut bangun nak... kamu bukan lelaki pengecut yang meninggalkan pernikahan kamu kan, bangun Dit..." teriak Adrian.
"Dokter...." teriak Wijaya lagi sambil terus memencet tombol darurat.

Dokter datang bersama beberapa orang perawat, Adrian, Sarah dan Wijaya pun diminta untuk keluar sementara dokter melakukan tindakan.

Tangis Sarah pecah dalam pelukan calon mertuanya, sementara itu Wijaya segera menghubungi istri dan kerabatnya memberitahukan keadaan Adit yang kritis.

Tak lama dokter dan seorang perawat keluar dari ruang ICU.

"Dokter Adit baik-baik aja kan, dia akan bangun kan dok" ucap Sarah.
"Bagaimana anak saya dok?" kali ini Adrian yang bertanya.
"Maaf sekali, kami sudah berusaha semampu kami namun Tuhan berkehendak lain" ucap dokter.
"Gak mungkin dok... pi gak mungkin Adit meninggalkan Sarah" tangis Sarah pun semakin pecah, dan Adrian pun memeluk erat calon mantunya itu.

Sarah merangsek masuk ke ruang ICU.

"Jangan ditutup Aditku gak akan pergi" teriak  Sarah marah, seluruh alat yang tadi menempel di tubuh Adrian sudah dilepaskan.
"Papi ikhlas nak kalau ini jalanmu" ucap Adrian lalu mengecup kening putranya yang sudah terbujur kaku itu.
"Papi bicara apa? Adrian gak akan ke mana-mana" teriak Sarah marah.

Wijaya masuk kembali ke ruang ICU, ia tertegun melihat tubuh calon menantunya yang sudah terbujur kaku.

"Yang tabah nak" Wijaya memeluk Adrian.
"Adit jahat pah dia jahat" isak Sarah.
"Ini jalan yang terbaik untuk Adit sayang relakan dan ikhlaskan dia" ucap Wijaya.

Seluruh keluarga besar Adit dan Sarah sudah berkumpul di rumah Adrian, mereka menunggu kedatangan jenazah Adit. Rumah yang tadinya penuh suka cita akan persiapan pernikahan Adit dan Sarah kini berubah penuh dengan derai air mata.

Bersambung
Maaf typo ditunggu vomentnya

CALON MERTUAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang