Sinar mentari pagi merambat menusuk kedalam bola mataku. Memaksa mataku untuk membuka dan memerintahkan otakku agar membuat tubuhku bangun.
Setelah menggeliat beberapa kali sambil bergumam, aku membangunkan tubuhku menjadi posisi duduk.
Aku melihat sekeliling. Dimana aku?
Aku sedang duduk disebuah kasur lebar. Disebelah kasur ada sebuah meja kecil berlaci yang terbuat dari kayu. Dindingnya berwarna putih dengan cat yang sudah mulai melepaskan diri dari tempatnya menempel sebelumnya. Membuat remah remahan cat kering dilantai.
Aku berniat berdiri dan baru saja menyadari kalau kepalaku sangat sakit. Seolah-olah aku baru saja membentur sesuatu dengan sangat keras.
"Apa yang terjadi, ya..?" Aku bergumam kecil sambil memegang tengkukku. Kepalaku memang sakit, tapi aku merasa kalau penyebab sakit kepalaku itu adalah tengkukku ini.
Aku kembali duduk dan mencoba mengingat ingat hal hal kemarin.
Benar juga. Aku masuk kesebuah portal, lalu tiba didunia ini. Sekarang aku sedang menginap disuatu penginapan.
?!
Dimana mereka berdua?! Kenapa aku sendirian disini?
Aku bangkit dari dudukku. Tujuanku adalah mencari tahu apakah tas mereka masih berada didalam kamar ini atau tidak. Karena kalau tidak, itu artinya mereka benar-benar keterlaluan padaku dengan meninggalkanku sendirian didunia yang masih asing ini menurutku.
"Fiuhh..." Aku menghela nafas puas. Mereka masih di sini. Meskipun aku tidak tahu mereka sedang pergi kemana.
Kurasa aku akan keluar kamar dan mencoba mencari mereka. Batinku.
Aku berdiri dan berniat memegang gagang pintu. Tapi...
Brakk... Dug..!
"Akh." Aku tersentak mundur ketika menyadari kalau pintu dihadapanku itu baru saja membenturkan dirinya pada wajahku dengan cukup keras.
"Oh. Kau sudah bangun?" Suara familiar muncul dari arah depanku. Aku mendongak dan melihat Kei dan Rei yang sedang memeluk sebuah lipatan pakaian.
"What the? Kalian mandi tanpa mengajakku lagi?!" Sewotku. "Wait." Apa yang terjadi semalam?
Mendadak. Seperti sedang menonton film berjalan, aku melihat gambaran diriku yang didorong oleh si kembar sialan itu.
"Geez. Tidak bisakah kalian berhenti menyakitiku? Tadi malam kalian membuatku pingsan. Lalu sekarang kalian menabrakan pintu padaku. Ditambah lagi. Kalian tidak mengajakku?!"
"Maaf, maaf. Habisnya tidurmu nyenyak sekali. Kami jadi tidak tega membangunkanmu." Rei bicara mencibir sambil menempel nempelkan kedua jari telunjuknya.
"Ya iyalah, nyenyak. Orang kepalanya ngebentur. Gimana sih kalian?"
"Sudah, sudah. Oh iya, Karr. Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Tanya Kei dengan wajah tak bersalah.
Ini lagi anak satu. Rasanya aku ingin mengacuhkan mereka saja, tapi... Aku sudah beberapa kali mencoba hal seperti itu sebelumnya. Cara itu tidak berhasil. Mereka malah semakin merendahkanku. Dan ujung-ujungnya akulah yang kalah dalam pertarungan gengsi itu.
Tapi, serius. Mereka ini benar-benar memperlakukanku seperti budak dan mainan mereka saja. Tapi... Apa boleh buat? Untuk sekarang akan kulakukan saja.
"Hm... Kita lanjutkan perjalanan. Aku akan mandi. Kalian tunggu disini dan siapkan barang-barang kalian. Sekalian, tolong masukan barang-barang ku kedalam tas jika saja ada yang belum kumasukan. Tolong ya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Three Queen
Fantasy[Update when i feel like it. So don't expect much to this story. And my story is a little sucks 'cause i just writing to kill my boredom. But if you like, here's my story] (P.s) ceritanya pake bahasa Indonesia. Yang diatas hanya merupakan keisengan...