"Tap.. Tap.. Tap.." Suara hentakan kaki yang tidak terlalu keras memenuhi setiap lorong istana yang kami lewati.
Dihadapanku, Stef dan Chesire berjalan di paling depan sebagai pemimpin. Aku dan si kembar ei berjalan beriringan dibelakang mereka. Lalu dibelakang kami bertiga, ketiga pelayan masih mengikuti kami sambil terus menundukan kepala.
Setiap orang yang berpapasan dengan kami akan menundukan kepala mereka karena melihat Chesire. Setelah kami beberapa langkah maju menjauh dari orang-orang itu, mereka akan langsung melanjutkan aktifitas mereka. Chesire yang merupakan gadis baik hati itu pasti akan membalas sikap sopan mereka dengan senyum ramah. Padahal kebanyakan dari mereka tidak tersenyum. Mereka benar-benar bersikap seperti itu hanya demi formalitas muka saja. Sebenarnya mereka tidak memiliki rasa hormat padanya.
Ada, sih yang hormat. Tapi tidak banyak.
Apakah dia tidak lelah dan bosan diperlakukan seperti itu? Atau memang sudah biasa?
Yah... Meskipun dia sudah sempat curhat padaku mengenai posisinya sebagai Putri kerajaan yang memberatkan dirinya.
Tapi sepertinya dia baik-baik saja.
Mungkin dia merasa lebih baik ketika aku mengajaknya berjabat tangan dan bilang kalau kami bertiga akan menjadi temannya.
Syukurlah.
Aku melirik ketiga pelayan diam-diam. Seperti dugaanku, mereka masih menunduk. Aku sempat berpikir apakah ada sesuatu di lantai? Mungkin mereka para pelayan yang tugasnya melayani atasan dan bersih-bersih berpikir lantai yang sedang mereka pijak itu kurang bersih?
Tapi, masa sih?
Dari sejak kami keluar kamar, naik ke lantai tiga setelah melewati tiga empat lorong saat masih dilantai dua, kami sudah berpapasan dengan cukup banyak orang.
Beberapa dari mereka adalah pelayan perempuan, pelayan laki-laki juga ada rupanya. Meski hanya satu dua orang saja, dari yang kulihat. Orang dengan pedang sempit berpakaian bangsawan, orang dengan jenggot tipis, hiasan mewah, dan tongkat, bahkan ada juga orang yang hanya memakai kemeja, jas hitam sederhana tanpa aksesoris apapun, dan celana panjang dengan kacamata dan memegang buku yang dia apitkan pada tangan yang menempel pada pinggangnya.
Berbagai orang sudah berpapasan dengan kami. Belum ada satupun dari mereka yang tidak menundukan kepala ketika melihat Chesire.
Setiap pelayan perempuan yang kulihat sedang berjalan, pasti menundukan kepala.
Serius deh. Apa alasan mereka selalu menundukan kepala? Aku tidak mengerti. Apa mungkin memang itulah kodrat mereka sebagai pelayan?
Setelah berjalan selama nyaris lima belas menit lebih, lama-lama aku merasa seperti baru saja ingin pergi ke perpustakaan. Didekat komplek rumahku, ada sebuah bangunan yang cukup besar, dan bangunan itu adalah sebuah perpustakaan. Aku benar-benar menyukai tempat itu karena aku memang menyukai perpustakaan yang sunyi, dan juga karena buku-buku didalamnya yang menarik.
Pemilik perpustakaan itu benar-benar memerhatikan buku-bukunya dengan baik. Dia bisa memastikan buku-buku yang disukai orang-orang dari berbagai umur dan berbeda selera tersedia di tempat miliknya.
Kalau ingin kesana, aku harus berjalan selama lima belas menit dengan berjalan kaki, atau lima sampai tujuh menit kalau menggunakan sepeda dari rumah.
Kembali ke topik awal, setelah berjalan selama lima belas menit lagi melewati berbagai lorong yang designnya tidak jauh berbeda satu sama lain dan berpapasan dengan banyak orang, kami akhirnya berhenti disuatu ruangan yang, sepertinya sangat luas.
Aku berpikir begitu karena dari sebuah dinding yang luas, hanya ada sepasang pintu yang berada di tengah-tengah.
Stef mengetuk pintu itu beberapa kali. Lalu tak lama setelah itu, pintunya pun terbuka dari dalam.
Setelah seorang pria berpakaian mirip dengan Stef mencul didekat pintu dan mempersilahkan kami masuk, kami pun masuk.
Seperti dugaanku, ruangannya sangat besar. Besarnya mungkin sama dengan ruangan yang pertama kali kumasuki ketika aku bertemu dengan Chesire.
Kalau kupikir-pikir ternyata kamar pribadiku itu masih hanya sepertiga dari ruangan besar ini. Atau mungkin seperempat. Padahal aku menganggap ruangan tidurku itu merupakan ruangan yang sangat luas. Ternyata di istana ini masih ada banyak ruangan yang jauh lebih besar dari ruangan itu.
Tidak seperti ruangan besar yang kumasuki pertama kali itu, ruangan ini tidak kosong. Ketika kita masuk kedalam ruangan, dan berjalan lurus setelah melewati pintu, kaki kita tidak menyentuh lantai keramik, melainkan sebuah karpet merah yang tidak terlalu lebar, namun panjang.
Tapi meskipun begitu, kuakui designnya masih tidak jauh berbeda dengan ruangan besar yang waktu itu. Hanya saja, didalam ruangan itu terdapat lukisan besar yang menggambarkan sebuah keluarga.
Satu orang pria, satu orang wanita, satu orang wanita yang wajahnya sudah banyak mengerut, dan ada seorang gadis diantara mereka bertiga. Ketika kuperhatikan lagi, gadis itu adalah Chess.
Lalu, apakah yang cowok itu ayahnya alias Sang Raja?
Pikiranku terlalu terjebak pada ruangan. Sedangkan kakiku entah mengapa bisa mengikuti langkah mereka. Kalau mereka berjalan, aku akan ikut berjalan. Dan ketika orang-orang didepanku berhenti, kakiku akan ikut berhenti juga.
Ketika orang-orang rombonganku berhenti, aku sepenuhnya mengalihkan pikiranku pada 'apa' yang berada di hadapan kami.
Didepan kami, ada lantai yang sedikit lebih tinggi dari lantai yang kini sedang kuinjak. Untuk naik kelantai tinggi itu, sekitar lima sampai enam anak tangga sudah disiapkan. Dilantai yang lebih tinggi itu, terdapat dua anak kursi singgasana. Yang satunya sedikit lebih besar. Pasti, orang yang menduduki itu adalah sang Raja.
Aku mengangkat wajahku untuk melihat dua orang yang duduk di kedua kursi singgasana. Dan seperti yang kuduga, dua orang itu adalah dua dari empat orang yang terlukis di lukisan yang dipajang barusan.
Stef berlutut dengan satu kakinya, menundukan kepala, dan mengucapkan sesuatu.
"Yang Mulia, kami mohon menghadap Yang Mulia."
Setelah Stef mengatakan itu, Chesire merendahkan badan seraya menarik rok gaunnya dengan dua jari kedua tangannya. Aku, Kei dan Rei ikut melakukan hal serupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Three Queen
Fantasy[Update when i feel like it. So don't expect much to this story. And my story is a little sucks 'cause i just writing to kill my boredom. But if you like, here's my story] (P.s) ceritanya pake bahasa Indonesia. Yang diatas hanya merupakan keisengan...