Dua bulan, Taufan akhirnya selesai menyusun skripsinya. Setelah menyerahkan kepada dosen pembimbingnya di kampus untuk diperiksa dia pergi ke rumah Kakek dengan membawa peralatan lukisnya. Dia pernah berjanji akan melukis orang tua tersebut. Baruna tidak ada di rumah karena sedang bersama Syamsul memperbaiki bagian-bagian kapal yang rusak.
Satu jam lebih, akhirnya Taufan selesai melukis Kakek. Kakek sangat senang melihat lukisan dirinya.
"Lukisanmu bagus! Kakek sepertinya jauh lebih muda dan lebih ganteng dari aslinya!" Taufan tersenyum. "Tidak semua orang bisa melukis sebagus ini, Fan. Kamu wajib bersyukur karena telah diberi kelebihan. Orang tuamu pasti bangga mempunyai anak berbakat sepertimu."
Taufan tersenyum kecut. "Andai saja Papa bangga, seperti yang Kakek katakan!" benaknya berkata.
"Apa lukisan ini untuk Kakek?"
"Yah, itu memang untuk Kakek, tapi nanti aku perhalus dan aku bingkai lukisannya, biar bisa dipasang di dinding."
"Ah, begini saja sudah bagus!" Kakek tersenyum sambil terus memandangi lukisan dirinya.
Setelah membereskan peralatan lukisnya dan Kakek masuk ke dalam rumah, Taufan berjalan pergi, tempat yang ditujunya adalah warung makan ibunya Wulan.
"Kamu tidak membuat kerupuk ikan?" tanya Taufan kepada Wulan.
"Sudah selesai, baru saja aku mengantarkan pesanan, lalu langsung ke sini." Taufan terdiam dan menghela nafasnya. Wulan memperhatikannya. "Ada apa? Sepertinya ada yang ingin kamu katakan."
"Aku ingin menanyakan sesuatu padamu?"
Wulan tersenyum. "Tentang apa? Anak bengal itu?!" Taufan mengangguk. "Memangnya kamu mau tanya apa?"
"Siapa dia sebenarnya dia dan bagaimana sampai disini?"
Wulan mengajak Taufan keluar. Mereka ke pantai. Langit siang itu agak sedikit mendung sehingga udara tidak terlalu panas.
"Sejujurnya, aku juga tidak terlalu banyak mengenal dia selama hanpir empat bulan ini. Kenapa dia sampai di sini?" Wulan terdiam sesaat kemudian menghela nafasnya. "Sore itu, hampir empat bulan yang lalu." Wulan mulai bercerita.
Wulan yang sedang berjalan di pantai setelah menemui Iqbal, melihat seseorang di laut, badannya masuk ke air laut hingga yang terlihat hanya kepalanya.
"Itu orang kenapa? Sore-sore begini seorang diri berendam di air laut? Mau cari kesaktian?" pikir Wulan. Semakin lama diperhatikan, kepala orang tersebut makin menghilang kedalam air.
"Orang sinting!" tukasnya, kemudian melangkahkan kakinya untuk berjalan pulang, namun tiba-tiba ada perasaan tidak enak menjalarinya. Baru sepuluh langkah berjalan, gadis itu menengok kembali ke tempat di mana orang yang dianggapnya sinting tersebut.
"Kenapa dia tidak muncul lagi ke permukaan? Apa dia menyelam?" pikirnya, namun hati kecilnya berkata lain.
"Tapi sepertinya ada yang tidak beres! Jangan-jangan itu orang mau bunuh diri menenggelamkan diri ke laut!" Wulan panik karena saat itu hanya seorang diri.
Tanpa pikir panjang dia berlari ke laut, menceburkan diri, berenang untuk menolong orang tersebut. Ketika sampai di tempat dimana orang tersebut menghilang, Wulan menyelam mencarinya.
Matanya kemudian menangkap sesosok yang melayang. Mendekatinya,menangkap tangannya dan membawanya ke permukaan lalu menariknya ke pantai.
Wulan berusaha untuk menyadarkan orangyang ditolongnyatersebut, seorang laki-laki."Ayo bangun! Aku tidak mau menjadi saksi orang yang bunuh diri di laut!" teriaknya sambil menekandada laki-laki tersebut dengan kedua tangannya. Setelah kesekian kalinya akhirnya usahanya berhasil, laki-laki tersebut terbatuk dan membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut Dan kesunyian
RomanceKisah Taufan Seniman Yang Tak Di Restui jadi Seniman Oleh Ayahnya. Dibumbui Kisah Cintanya Bersama Wanita Cantik Yang Sederhana Bernama Wulan.