Aditiya Jeff

97 3 0
                                    

**15 Februari, Awal SEMESTER IV ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**15 Februari, Awal SEMESTER IV ~

Sudah 2 tahun perasaanku pada Yoga masih belum memudar, tapi aku bersyukur ada Aditia yang selalu menemaniku.

Baik, menunggu bukan perkara yang mudah. Resah karena kepastian yang tak pasti, takut jika nanti apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan, tapi aku salut dengan Aditya yang memberiku kesempatan untuk menghapus bagian demi bagian perasaan yang tersisa untuk Yoga. Dia setuju untuk menciptakan jarak dalam beberapa waktu. Agar aku dapat dengan mudah membedakan anatara perasaan dan pelarian.

tentu, aku juga bertanya padanya mengapa dia tak keberatan tentang semua ini. Tapi lagi-lagi aku terpukau olehnya.

" Dit, kenapa kamu mau pacaran denganku, walaupun aku bilang aku belum bisa melupakan Yoga?"

"Memangnya siapa yang bisa melupakan suatu kejadian yang sudah kita lalui Na?" tanya Adit.

" emmm, ya gak bisa sih kalau disengaja. Biasanya aku lupa sama sesuatu secara gak sengaja"

Dia hanya tersenyum padaku, seolah-olah mengatakan bahwa aku telah memahami jawaban dari pertanyaanku sendiri.

" eh kok diem sih" tanyaku lagi

" kan uda dijawab sendiri. .... gini ya Diana, aku gak ingin memaksamu melupakan si begundal itu, biarlah kenangan itu tinggal, asal perasaanmu padanya enggak haha"  jawab Adit bercanda.

"..... ah lagi, aku ingin mengisi tiap-tiap ruang perasaanmu yang mulai kosong secara perlahan, bukan membabi buta !. dan kenapa kita harus pacaran? Sebenarnya itu tergantung kamu sih Na. Kamu boleh menolak atau menerimaku. Yang pasti apapun jawabanmu aku ingin membuatmu senyaman mungkin ada didekatku" jelas Adit

" ah.. begitu ya" aku terdiam. Aku kebingungan menjawab. Dia benar-benar pandai membuat aku terdiam. Kata-katanya selalu benar dan tidak terbantahkan. Seolah-olah aku tidak perlu mengkhawatirkan apapun saat denganya.

"kamu mulai ragu ya? Aku siap mendengar keputusan keduamu kok"

" ah enggak kok dit, enggak.. maaf aku ga menjawab pertanyaanmu dengan jelas hehe.. abisnya kamu bikin hatiku meleleh kek es krim yang kena panas matahari sih hihihi" jawabku tersenyum. Walau sebenarnya aku menjawab pertanyaan ini dengan ragu.

Setelah itu, aku mencoba melalui hari-hariku bersama Adit, melupakan kenangan tentang Yoga yang mengakar terlalu kuat. Kini aku harus melepaskan akar-akar itu dengan hati-hati. Agar akar-akar itu tidak melukai diriku sendiri.

Sembari menelusuri garis waktu, aku menghabiskan hari-hari selanjutnya bersama Adit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sembari menelusuri garis waktu, aku menghabiskan hari-hari selanjutnya bersama Adit. Mulai dari kegiatan kampus hingga kegiatan rumah. Adit-pun dengan sabar membantuku. Menyiapkan bahan buat makalah kuliahku, menungguku yang sering pulang telat. Membawakan makanan kalau aku gak sempet sarapan pagi.

Ah banyak deh, semua yang dia lakukan bukan atas keinginanku. Dia melakukan semuanya atas keinginan dia sendiri. Yang membuatku dengan mudah melupakan Yoga. Untuk beberapa waktu perasaanku pada Yoga menghilang. Aku tak lagi penasaran dengan cerita tentangnya, ataupun kegiatan harianya, ataupun kebenaran tentang sifatnya.

********

Tapi, cerita berubah saat aku berpapasan dengan Yoga di depan fakultas hukum, ketika dia acuh dan tak lagi menghiraukanku. 

Aku tampak kecewa melihat Yoga yang sepertinya sudah 100% melupakanku. Aku melihat punggung Yoga yang semakin mengecil dan mulai menghilang. Sedikitpun dia tidak menoleh padaku. Lalu sesuatu yang aneh menghantam perasaanku, perasaan yang tidak terdefinisi artinya. Ada goresan luka dihatiku. 

"Apakah mungkin aku terluka? Saat dia mulai tak perduli padaku?" Tanyaku dalam hati.

6 bulan bersama Adit nyatanya tidak bisa menghapus semua perasaanku pada Yoga. Aku salah ketika aku mengatakan bahwa aku bisa menghapus semua rasa yang tersisa untuk Yoga, yang kulakukan selama ini hanya berdamai dengan masa lalu. 

Namun ada sesuatu keganjalan yang baru-baru ini kurasakan. Setelah Yoga menciptakan jarak. Aku merasa ada yang Yoga sembunyikan dariku. Sebuah kebenaran yang tak ku ketahui sebelumnya. Akupun mencoba mencari pembenaran atas kecurigaanku pada teman-teman SMA dulu.

" Gin, boleh curhat gak?"

"hmm..." jawab Gina sambil sibuk nugas.

"Gin, aku tadi ketemu..."

".....Yoga kan?" saut Gina

"Kok tau sih Gin?"

"bisa ditebak, pasti kamu mau curhat soal Yoga, aku gak mau denger gak mau, gak akan !"

Jawab Gina sambil menutup laptopnya lalu pergi. Mungkin tuhan sedang ingin menunjukan kebenaran padaku, sehingga tak kusengaja melihat sesuatu dari buku Gina yang tertinggal. Membuatku harus mengetahui sesuatu yang tak pernah kuduga sebelumnya...

....foto Yoga terjatuh dari dalam buku catatan Gina.

"jangan biarkan aku pergi" tulisan yang tak asing kukenali itu tersemat dibelakang foto Yoga. Tulisan dari jari-jari manis Gina, sahabatku.

Jika kalian ada pada situasi ini, tentu kamu akan marah dan tak sudi mendengar nama Gina. Tapi aku? Aku lebih memilih menyibak semua dugaan-dugaan buruk tentangnya. Kamu tahu kan? Gina sahabatku? Sudah seperti saudaraku. Lalu tiba-tiba aku mendapati foto Yoga dibuku harianya. Bukankah ini hanya sekedar kebetulan? Selama ini aku tidak pernah menduga jika Gina menyimpan perasaan pada Yoga. Jika bukan karena kagum ? lalu apa?

Mulai dari saat itu aku benar-benar penasaran dengan hubungan mereka. Apa mungkin Gina dan Yoga memiliki hubungan tertentu, atau memang hanya aku yang salah faham.

Entah, sejak awal aku pacaran dengan Yoga. Gina selalu sinis dan tak setuju denganku. Seolah-olah dia lebih tau tentang Yoga daripada aku. Aku berharap pemikiran ini hanya sebatas prasangka buruk biasa.

" ah, gak boleh aku bersikap seperti itu" aku mendengus kesal sembari melempar kertas ke tong sampah.

" apa yang gak boleh ?" jawab Sintia dengan raut wajah seram diiringi dengan tatapan mata tajam. Seolah-olah ingin menerkamku.

" eh .. ada apa ya?" jawabku katakutan.

" kamu pasti senang, selalu bikin Yoga terluka, dan kamu pasti bahagia dengan kondisi Yoga yang sekarang"

" memangnya kenapa?"

" kamu bodoh atau memang pura-pura bodoh sih, harusnya kamu gak pantes dapetin cinta Yoga"

"kok jadi aku.. kan kita udah lama putus, dan setauku kamu dan Yoga juga udah lama putus. Cinta Yoga? Jangan mengada-ada deh !"

" terus kamu gak pernah mikir, alasan Yoga putus nyambung dengan cewek-cewek lainya, tapi dia selalu saja deketin kamu. terus kamu pernah gak mikir kenapa Yoga selalu deket dengan cewek-cewek lain tapi gak pernah lama dan balik lagi ke kamu? Dan pernah gak sih lo tanyain ke sahabat sepecial kamu gimana perasaanya kalo liat lo jadian sama Yoga? Jangan-jangan dia juga suka ke Yoga"

"hah.. maksudmu Gina? Jangan asal tuduh deh" jawabku kesal.

"serah deh mau percaya apa enggak, harusnya kamu peka dengan sekitarmu. Jangan selalu ngerasa jadi korban dan paling bener sendiri" kata Sintia sembari melembar kertas ke tong sampah juga.

"maksudnya apasih"

"tanya sahabatlo yang paling special itu deh"

Saat itu juga kecurigaanku semakin menjadi-jadi, dan akupun mulai mencari tahu.

*********

Story Of Diana [ Berhenti ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang