the snake's triumph

1.1K 99 14
                                    


"Oh?" ucap Harry, "Dia tidak tinggal bersama keluarganya."

Draco menatapnya diam sebelum kemudian ia alihkan wajah memandang ke arah kafe—dimana di dalamnya Hermione tengah memesan makanan. "Hermione anak tunggal. Orangtuanya juga sudah meninggal. Karena itu, dia tinggal sendiri."

Sendirian...

Draco menjatuhkan tatapannya.

Hari itu....adalah hari yang basah.

Hermione menangis sekeras-kerasnya. Dan Draco...hanya bisa menggenggam tangannya yang dingin. Ia menggigit bibir dan menahan air matanya. Ayahnya sudah berkata bahwa seorang Malfoy tidak boleh memperlihatkan kelemahan. Dan Hermione membutuhkan kekuatan di sisinya—bukan seseorang yang cengeng.

Setelah itu, Hermione jadi sendirian dan tidak punya siapa-siapa. Selain Draco.

"Kalau begitu, kau pasti sangat berarti baginya."

Iris kelabu Draco lantas bergerak, memandang Harry dari ujung mata.

Harry menambahkan, "Hermione pernah bilang padaku bahwa kau sudah seperti saudaranya sendiri."

Wajah sang Malfoy tidak berubah. Lama sekali hingga akhirnya pria itu bersuara.

"Ya."

Nada ucapannya tidak menunjukkan perasaan sesungguhnya.

Namun, semua orang melihat pria albino itu tersenyum.

xxx

.

.

Not Enough

Rozen91

Harry Potter © J. K. Rowling

Warning : AU—modern universe

.

.

xxx

Di teras kafe itu mereka berbincang cukup lama. Tertawa saat menceritakan hal-hal lucu yang terjadi di masa lalu. Dan Hermione cukup frustrasi setiap kali mencoba menahan Draco untuk tidak melayangkan pertanyaan-pertanyaan interogasi pada Harry. Hermione mendelik dan Draco memutar bola matanya bosan. Sementara Harry Potter akan menatap mereka bergantian, penuh tanya.

Namun, Hermione hanya mengibas-ngibaskan tangan, menyuruhnya untuk tidak perlu memikirkan tingkah Draco. Lalu gadis itu mengalihkan pembicaraan—mencari topik yang lebih ringan dan tidak mengundang komentar menghina dari mulut sahabatnya. Setelah beberapa menit bercakap-cakap, gadis itu permisi ke toilet, meninggalkan kedua pria itu sendirian.

Draco cukup senang karena kesempatannya utnu berbicara berdua dengan si Potter ini terbuka lagi. Ia meluruskan kakinya. Memandang dari celah-celah bulu matanya saat pura-pura memperbaiki posisi duduknya.

Tangannya bergerak, dengan gerakan halus menyentuh ujung jari-jemari Harry. Harry hanya sekilas melirik kemudian mengalihkan matanya, menatap Draco yang tersenyum santai. Harry tidak terlihat terganggu.

Ia bertanya, "kenapa kau memandangku seperti itu?"

Draco mengangkat alis. "Maaf?"

Harry memperbaiki letak kacamata bulannya. "Maksudku, caramu menatapku aneh. Seakan-akan kau ingin...ah." Harry menutup mulutnya, raut wajahnya menunjukkan bahwa ia telah paham apapun itu tadi yang mengusik pikirannya. Draco menunggu. Pria berambut hitam di seberang meja mencondongkan badan. "Hei," bisiknya, "apa kau gay?"

Not Enough (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang