1. Sakit hati

595 46 7
                                    

Tampak seorang cowok sedang bersandar di tembok dan menunggu seseorang. Siapa lagi jika bukan Bara.

Bel pulang sudah berbunyi sejak tadi, tetapi Bara belum juga pulang.

Apalagi jika bukan menunggu Aura yang sedang ekskul.

Bara dan Aura terbiasa berangkat dan pulang sekolah bersama. Bagaimana tidak? Rumah mereka saja bersebelahan.

Orangtua mereka bersahabat sejak lama tetapi mereka malah bermusuhan. Bagaikan Tom And Jerry. Bara dan Aura seperti spesies yang tak pernah bisa akur, selalu saja ada pertengkaran dari hal yang tidak penting hingga yang penting.

Tetapi biasanya Bara yang mulai duluan. Ia selalu mengganggu Aura. Entah mengacak rambutnya, mencuri pulpen Aura, dan lain-lain.

Tetapi Bara melakukan itu supaya bisa dekat dengan Aura. Ia ingin Aura selalu meladeninya. Bukan diacuhkan.

Bara benci jika diacuhkan Aura.

Aneh memang. Cinta memang serumit itu ya?

Tak lama kemudian tampak cewek yang ditunggu Bara pun datang. Senyum jelas terukir dari wajah cantiknya. Bara yang melihatnya pun tak sadar ikut tersenyum.

"Yuk Bar. Kita pulang." kata Aura.

Bara pun mengangguk. Tetapi tak lama kemudian alisnya tertaut. Seperti ada yang mengganjal di pikirannya.

"Tumben nyebutnya makai nama asli gue. Biasanya juga Kadal Kutub Utara. Emang lo kenapa sih? Senyum senyum kek orang gila." kata Bara.

"Iyalah, gue gila karena cinta." kata Aura masih dengan senyuman yang jarang Bara lihat.

DUARRRR!!!

Seperti ada petir yang membakar kolor milik Rafa, Bara merasakan sakit hati yang luar biasa. Lebay. Tapi itulah kenyataannya.

Wajah Bara tiba-tiba menjadi datar.

Ia lalu naik ke motornya dan langsung menyuruh Aura naik juga ke motornya.

Aura yang menyadari perubahan sikap Bara pun langsung bertanya.

"Bar, lo kenapa?" tanya Aura.

Ingin rasanya mengatakan 'lo buat gue sakit hati, Can." tetapi yang keluar dari mulut Bara adalah "Gakpapa, gue kebelet boker."

Aura yang mendengar itu pun hanya mendengus.

***

Setelah mengantarkan Aura pulang, Bara memasuki rumahnya dengah wajah lesu.

Belum sempat Bara merebahkan dirinya ke sofa, tiba-tiba saja Rafa datang dan menjitak kepalanya.

"Heh kutil kudanil, dimana lagi lo sembunyiin kolor gue hah? Lo hobi banget sih nyuri kolor gue." cerocos Rafa yang masih berbalut handuk.

Bara hanya menatap Rafa lalu duduk di sofa. Ia kehilangan mood untuk sekarang. Lantas, ia mengambil kolor milik Rafa di balik bantal sofa lalu melemparnya ke wajah Rafa.

Dan... Tepat sasaran!

"Sepertinya lo berbakat untuk ngelempar kolor gue yah." kata Rafa lalu ia juga ikut duduk di sofa.

Menyadari perbedaan sikap adiknya, Rafa pun menepuk pundak Bara.

"Lo kenapa Bar? Gara-gara cewek ya lo kek gini?" tanya Rafa.

Awalnya Bara menimbang-nimbang apakah ia curhat dengan Rafa atau tidak? Ia takut di ejek habis-habisan oleh kakaknya.

Tetapi mau bagaimana lagi, siapa tau Rafa bisa membantunya. Mengapa tidak?

"Jadi gini Raf, gue itu suka sama--"

"Aura." sanggah Rafa, "gue udah tau dari dulu cuman gue diem aja."

Bara mendengus. "Tadi tuh, dia bilang lagi gila karena cinta. Nah gue ini merasa potek bang. Pasti dia lagi suka sama cowok lain."

"Loh emang lo tau dia suka sama siapa?" tanya Rafa.

"Enggak, tapi feeling gue gak pernah salah Raf." Lantas, ia lalu menutupi wajahnya dengan tangannya.

"Gini ya. Kalau menurut gue, kalau emang lo sayang banget sama dia, ya perjuanginlah. Jangan berhenti sampai disini aja." saran Rafa.

Bara menatap datar ke arah Rafa. "Tapi tetap aja, gue merasa marah dan cemburu kalau dia sama yang lain."

Rafa yang mendengar pengakuan Bara pun hanya mendengus. "Tapi disini, lo itu siapanya Aura? Pacar? Sahabat? Teman? Bukan kan. Terus apa hak lo atas Aura?"

"Iya ya, kok gue gak kepikiran sih. Dimata dia gue itu cuman musuhnya. Gak ada spesialnya pula. Hedeuh."

Bara pun tiba-tiba memeluk Rafa seperti di sinetron tv. "Makasih sayang."

Rafa yang mendengar perkataan Bara pun langsung mendorong adiknya itu sekuat tenaga. Entah kenapa ia merasa adiknya itu kesurupan. Bukannya ia tadi melow? Kenapa sekarang jadi emak-emak kurang belaian?

"Najisun. Jauh-jauh lo dari gue. Gue baru mandi dan lo seenaknya meluk-meluk gue? Rabies gue ntar." Lalu Rafa beranjak ke kamarnya. "SANA LU SAMA MIMI PERI." teriaknya.

"Haha. Tapi betul juga sih kata Rafa." Bara pun memijat pelipisnya.

"Emang gue siapanya doi? Pacar aja bukan. Tapi kok ngarepnya kebangetan."

Idiot BataraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang