6. Terdidih Leleh

100 16 13
                                    

Jatuh hati padamu, bahkan lebih rumit dari apa yang ada dalam kitab kalkulusku- Leon-

Maafkan aku, karena membuatmu menunggu- Calvin teruntuk...

Aku merindukanmu. Rinduku yang sudah terkurung cukup lama-K

-Others-

Pipi cewek itu tampak masih memerah . Bukan merah padam melainkan merah semu. Ia masih belum bisa bangun dari mimpinya saat ini dan juga beberapa menit yang lalu.
Semua itu, hal itu, kejadian itu, dan perlakuan cowok itu padanya malam ini benar-benar terasa seperti mimpi, mimpi tapi nyata bagi Lyan. Huh!!!

Dia berharap jika ini memang mimpi biarkan ia bangun dan menjadikan mimpi itu nyata. Lyan tidak ingin tetap dalam mimpinya, dia ingin bangun dan lari dari mimpi yang semu itu.

"Ly, kok diem aja?"
Suara cowok itu berhasil membangkitkan kesadaran Lyan.

"Eh.." sahut Lyan yang sebenarnya masih setengah tidak percaya jika cowok itu detik ini masih berada dekat, di sampingnya.

Malam itu entah ada angin apa yang membuat Calvin bersikap romantis pada Lyan, romantis namun terkesan aneh dan mendadak, sangat mendadak. Seperti halnya sekarang, setelah acara pensi, Calvin menawarkan diri untuk mengantarkan Lyan pulang, karena dia yang menjemput cewek itu dia juga yang harus mengantarnya pulang, tapi bukan itu saja, sebelum ini bahkan sampai menit ini , detik ini, Calvin tak melepas tangannya untuk menggengam tangan Lyan, seolah dia tak ingin kehilangan cewek itu. Tapi, ini terasa mmm... Aneh bukan?

Namun, Lyan tak ambil pusing soal itu, sedari tadi ia hanya senyum-senyum sendiri macam 'hampir ' gila, rasa euforianya semakin menjadi , dan sejak tadi pula ia harus menyembunyikan fakta dari Calvin jika jantungnya terus berdebar, frekuensi debarannya bertambah seiring Calvin semakin erat menggenggam tangannya. Urgh!

"Ly, sudah sampai" ujar Calvin berusaha memberitahu, karena sepanjang perjalanan tadi Lyan hanya diam, diam dalam sejuta debaran.

"Lyan ," ulang Calvin karena masih belum ada respon dari Lyan.

"Eh, udah sampai ya?"
Lyan balik tanya, dia celingukan, masih seperti orang linglung.

Calvin mendesah, ikut bingung dengan sikap cewek itu saat ini. Lantas ia tersenyum ketika melihat tangan itu , mulai mengerti dengan posisi Lyan.

"Lo kenapa bengong mulu? Gugup ya di pegang tangannya sama gue?" canda Calvin berusaha mencairkan suasana , karena memang sedari tadi mereka terlihat kikuk.

"Eh, eengg... Enggak kok Calv, cuman kaget aja hehe... " Lyan meringis sambil menggaruk rambutnya, berusaha menampik jika ia memang nervous.

Calvin tertawa melihat tingkah Lyan yang menurutnya lucu. Dan lagi, tawa itu membuat Lyan semakin meleleh, dan hampir mencair kalau saja tawa itu tidak berhenti karena deringan telfon. Hih!

Kling..Kling..

Handphone Calvin berbunyi. Cowok itu yang sebelumnya masih di dalam mobil bersama Lyan , kini keluar dan mengangkat telfon dari seseorang.

Dan saat itu pula Lyan merutuki dirinya sendiri,

Duh Ly, ada apa sih sama lo , sadar dong sadar!!! Kenapa lo  bodoh Lyan, bodoh ,bodoh!!!

Ia sebenarnya juga sedikit menyesal karena menyia-nyiakan banyak kebersamaannya dengan Calvin tadi hanya dalam bisu.

Kemudian, Lyan menyusul Calvin keluar dari mobil, bertepatan saat Calvin menutup telfonnya. Namun, ekspresi Calvin seketika berubah, berbeda dari beberapa menit lalu ,sangat beda. Ekspresi itu terkesan gelisah dan seperti ada sesuatu yang disembunyikan Calvin.

"Ly, gue pulang dulu ya, salam buat mama lo , makasih buat malam ini."
Untuk sesaat Calvin tersenyum pada Lyan, senyum yang Lyan tahu bukan senyum tulus tapi terpaksa.

Lyan hanya membalas dengan anggukan ragu. Tak lama setelah itu, Calvin dengan tergesa-gesa segera kembali ke dalam mobil dan mulai membunyikan mesin mobilnya, lantas berlalu pergi begitu saja. Meninggalkan Lyan yang masih
berdiri termenung di depan pagar rumahnya. Dia tak mengerti dengan perubahan Calvin seperti itu . Namun dalam hati, Lyan tidak bisa menyangkal kekhawtirannya.

"Ada sesuatu ya Calv..." gumam Lyan sambil memandang ke arah Calvin pergi, lantas ia masuk ke dalam rumah.
...

"Wah anak mama sudah pulang, gimana acaranya lancar?" sambut Lenita bersemangat. Namun, saat melihat wajah putrinya terlihat muram dan hanya meloyor setelah menyalaminya, Lenita bingung, keningnya berkerut.

-Others-

Cowok itu segera menginjak gasnya hingga mencapai kecepatan hampir seratus kilo meter per jam. Setelah ia menerima telfon tadi, mau tidak mau ia harus segera pergi menjemput orang itu dan terpaksa harus meninggalkan Lyan. Orang itu. Dia...

"Arghhh..."

Calvin mendesah kasar, karena lampu lalu lintas mendadak berubah merah.
Penampilan cowok itu yang tadinya rapi kini sudah acak-acakan. Kalau saja bukan demi mamanya dan orang itu, dia tidak akan seperti ini, kebut-kebutan di jalanan yang masih ramai karena masih belum tengah malam.

Tiga puluh menit kemudian, akhirnya cowok itu sampai di depan bandara.
Terlihat disana , seorang cewek berparas cantik dan terlihat masih seumuran dengan Calvin tengah menunggunya bersama beberapa koper bawaannya. Cewek itu tersenyum lebar saat tahu Calvin berjalan menghampirinya. Senyum yang pernah membuat Calvin berdebar.

"Calvin..."
Cewek itu menyambut Calvin dengan sebuah pelukan hangat. Pelukan rindu. Sudah dua tahun sejak mereka berpisah.
Namun sebaliknya,Calvin tidak bisa membalas pelukan itu. Ia masih terpaku, ada sebesit rasa bersalah dalam hatinya saat ini.

"Maaf, Key..."

Bersambung

Hi readers! Semoga benar-benar readers,
Jadi menurut kalian gimana dengan part ini? 😊

OthersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang