Bagian 8

1.3K 100 6
                                    

California, Beverly Hills
Minggu 21 Maret 09.30

Annabeth mengalihkan pandangannya untuk apa yang akan dilihatnya. Kamar Paige yang berwarna putih kini berubah menjadi hitam. Tubuh wanita itu terbaring tak berbentuk di atas kasur yang terbakar bercampur darah. Bahkan, Annabeth hampir saja tidak mengenali Paige dengan keadaannya saat ini. Max membawanya mendekat sambil menggumamkan kata 'Semuanya akan baik-baik saja.'

Wanita itu hampir saja memuntahkan isi perutnya jika saja, ia tidak segera menahan mulutnya menggunakan kedua telapak tangannya. Tubuh Paige yang berwana kecokelatan kini berubah menjadi hitam. Perutnya terbelah dengan isi perut yang berceceran kemana-mana. Mulut Paige robek dari ujung bibir hingga daun telinga, memperlihatkan gigi-gigi putih Paige yang bercampur darah. Bagian paha Paige berlubang, daging dan kulit di  sekitar paha terkelupas dan terbakar. Aroma daging yang terbakar sangat kentara ketika ia dan Max mendekati tubuh Paige.

Melihat keadaan Paige yang sangat tragis, membuat air mata lolos begitu saja dari pelupuk mata Annabeth. Tubuh wanita itu bergetar. Annabeth sudah melanggar janjinya pada Paige. Bukankah ia yang berkata Paige akan tetap hidup. Namun yang dilihatnya saat ini adalah tubuh Paige yang sudah tak berbentuk. Darah sudah mengering bersamaan dengan tubuh Paige yang terlahap api. Mata Paige melebar seakan penyiksaan yang di dapatnya sungguh berefek menyakitkan bagi tubuhnya.

Sekuat apapun Annabeth. Dia tetaplah seorang wanita yang memiliki hati. Annabeth tetap akan menangis dalam keadaan tertentu. Dia bukanlah sebuah batu yang keras dan tidak memiliki perasaan. Bahkan, wanita itu pernah menangis hingga membuatnya hampir depresi. Bahkan, Annabeth harus mengonsumsi beberapa obat-obatan penenang dalam berapa bulan.

Apa ia salah mengambil langkah?

Mengatasi kasus pembunuhan semengerikan ini sama saja membuat mentalnya kembali menciut. Tapi, inilah pilihannya. Ia tidak boleh menyerah di tengah jalan. Annabeth harus menyelesaikan ini sampai tuntas. Ia bersumpah tidak akan berhenti sebelum psikopat gila itu ditangkap dalam keadaan mati maupun hidup.

"Jika saja kita menghampirinya tadi malam. Aku yakin, Paige masih bisa diselamatkan." ujar Annabeth di sela-sela tangisannya.

"Sssst... diamlah Annabeth. Ini bukan salahmu. Ini sudah menjadi takdirnya."

"Tidak! Aku sudah berjanji dengannya. Paige tidak akan mati dengan cara dibunuh. Tap---tapi lihatlah, bahkan keadaannya lebih brutal dari pada Kenya."

"Apa ini dilakukan oleh pembunuh yang sama?" sambung Annabeth.

Max menatapnya, lalu pandangan pria itu beralih kearah jasad Paige. Mata Max menelusuri seluruh tubuh Paige dari atas sampai ujung kaki. Ketika mata Max menatap perut Paige yang terbelah, Max terkejut saat matanya tidak mendapati jantung Paige berada di tempatnya.

Max menatap Annabeth dengan pandangan yang sulit diartikan. "Aku tidak tahu persis. Yang harus kita khawatirkan saat ini, dimana jantung Paige?"

"Jantung Paige tidak ada?!" Annabeth kembali menatap tubuh Paige. Bola matanya hampir saja keluar ketika ia menyadari apa yang dimaksud Max.

"Dimana jantungnya?!" pekik Annabeth tiba-tiba.

"Kita cari di sekitar kamar Paige. Jika tidak ada kita bisa melaporkannya pada para polisi ataupun CSU."

Annabeth hanya mengangguk. Mereka berpencar, Annabeth mencari di sekeliling kamar, sedangkan Max mencari di dalam kamar mandi. Annabeth menggeledah seluruh tempat yang bisa dijadikan tempat untuk menyimpan sesuatu. Seperti lemari, laci nakas, bagian bawah tempat tidur, bahkan di dalam lemari pakaian dalam Paige. Namun hasilnya nihil. Annabeth tidak mendapat kan apapun, bahkan hanya untuk setetes darah.

Tak lama, Max keluar dari kamar mandi dengan wajah lesu, dan menyerah. Tanda bahwa ia tidak mendapatkan apapun. Annabeth hanya dapat menghembuskan nafas kasar. Ia menutup matanya sambil mendongakkan kepalanya kearah langit-langit kamar. Sedetik kemudian ia merasakan  sesuatu yang kental menetesi wajahnya. Annabeth membuka matanya, tangannya mengusap sesuatu yang menetesi wajahnya. Sebuah cairan kental berwarna merah pekat. Hidungnya mengendusi sedikit demi sedikit cairan tersebut. Betapa terkejutnya dirinya ketika menyadari bahwa cairan tersebut adalah darah. Darah yang segar yang hampir mengering.

Apa itu darah?" tanya Max.

Annabeth mengangguk. "Kurasa ini memang darah."

"Dari mana asalnya?" tanya Max. Sontak mereka berdua mendongakkan kepala, menatap langit-langit kamar Paige yang berwarna putih.

Annabeth dan Max terkejut, di atas sana tergantung jantung manusia menggunakan tali yang dirangkai menjadi sebuah jaring. Jantung yang masih dilumuri darah segar bercampur bau alkohol.

"Apa aku harus mengambilnya?"

Annabeth menatap Max. "Tidak. Biarkan para kepolisian yang menanganinya."

"Baiklah."

Max berlutut di samping tubuh Paige yang terbujur kaku. Pria itu mengamati tubuh Paige secara spesifik sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku ragu jika pembunuhan kali ini dilakukan oleh orang yang sama."

Annabeth mengernyitkan keningnya. "Mengapa? Ada yang berbeda?"

"Tentu saja, hampir seluruhnya beda dengan pembunuhan sebelumnya."

"Sembilan belas model-model ditemukan dalam keadaan tubuh dikuliti serta wajah yang dirusak. Skin Face selalu membunuh model. Namun kali ini beda, Paige seorang penata rias, bukan model. Wanita ini dibakar, bukan dikuliti. Mulutnya dirobek, bukan wajah yang dirusak." sambung Max.

Annabeth memaksakan diri untuk mengamati tubuh Paige. Perutnya yang terbakar mengeluarkan aroma daging yang menggiurkan bagi indra penciuman. Ia menatap lekat pada lambung Paige yang mulai mengalami infeksi serta jantung yang tidak berada di tempatnya.

"Kita akan membicarakan hal ini lebih lanjut bersama dokter William sambil menunggu hasil olah TKP dari para CSU."

"Petugas ME sudah membersihkan mayat para polisi yang tertembak. Kudengar William sedang berusaha mengeluarkan peluru yang tertanam di jantung mereka. Peluru bisa kita jadikan sebagai barang bukti." ujar Annabeth.

"Sebaiknya kita keluar. CSU akan segera memeriksa kamar Paige." sambung Annabeth. Matanya menatap sekilas kearah tubuh Paige, ia merigis membayangkan jika dirinya berada dalam posisi Paige.

Hati Annabeth masih merasa tak tenang, karena janjinya yang tidak bisa ia tepati kepada Paige. Seharusnya wanita itu tidak harus bernasib seperti itu. Entah orang gila mana yang tega melakukan hal itu kepada seorang wanita baik hati seperti Paige.

"Wanita yang malang," ucap Annabeth sebelum keluar dari kamar Paige bersama Max.






























 

 A Lady of Killer (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang