Bagian 20

1.1K 74 4
                                    

California, Manhattan Beach
Sabtu, 02 Maret 07.00 AM

Siang sudah berganti malam. Hari sudah berganti minggu. semakin hari waktu yang berjalan membuat resah warga Amerika. Pembunuhan terakhir yang terjadi kepada Evelyn membuat para tamu undangan meringkuk ketakutan. Tubuh hancur Evelyn seakan membayangi mereka semua, meminta keadilan.

Terutama kepada Annabeth. Wanita itu benar-benar dibuat pusing dengan keadaan yang semakin memburuk setiap harinya.

Annie terlihat semakin tertekan. Beberapa kali wanita itu menghubunginya, mengatakan keluh kesahnya mengenai pembunuh gila yang mengincar para modelnya.

Sedangkan Annabeth, wanita itu hanya bisa menghembuskan nafasnya jika Annie bercerita tentang model-modelnya yang berharga. Annabeth tidak menyukai wanita yang lebih tua dua atau tiga tahun darinya itu. Menurut dirinya, Annie terlalu memikirkan uang bukan para gadis cantik yang berkerja dengannya.

Uang bukanlah segalanya. Tapi, bagi Annie seakan dirinya tak bisa hidup jika ia tak menggenggam uang di tangan dengan jari-jari lentik milik wanita itu.

Annabeth sedang berada di dalam ruang kerjanya. Untuk kesekian kalinya, ia menatap kertas tebal dengan coretan tinta hitam di hadapannya. Untuk kesekian kalinya pula, Annabeth menghembuskan nafas berat beserta beban yang semakin menumpuk di kedua bahunya.

Bisakah ia mendapatkan waktu istirahatnya, pikir Annabeth.

Mengenai Evelyn, kedua orangtuanya tidak terima dengan kematian anak semata wayang mereka. Mereka bahkan menuntut pengadilan serta para polisi yang dikatakan sangat bodoh hanya untuk menangani kasus sepele, itu yang dikatakan ibu Evelyn ketika beberapa orang dari kepolisian, termasuk dirinya berkunjung ke rumah duka.

Annabeth tahu bagaimana rasanya ditinggalkan. Jadi wajar saja ibu Evelyn berkata seperti itu. Bahkan keluarga Evelyn menuntut agensi milik Annie jika saja wanita itu tidak menyelesaikannya dengan cepat secara kekeluargaan. Kekeluargaan yang dimaksud di sini adalah dengan ratusan lembar dolar yang berharga bagi, Annie.

Uang lah yang memperbudak seluruh umat manusia. Mereka menyembah, membunuh, mencuri hanya untuk uang. Uang seakan benda berharga yang harus dipertahankan. Uang seakan dapat memberikan semua yang mereka inginkan, walaupun kenyataannya itu semua benar. Kita membutuhkan uang di dunia ini. Tanpa uang kita tak akan bisa bertahan hidup. Tanpa uang kita tak akan dianggap ada. Tanpa uang kita akan selalu dikalahkan walaupun kita membawa kebenaran. Uang benar-benar memiliki pengaruh yang sangat hebat bagi kehidupan manusia.

Hari minggu yang cerah, Annabeth memutuskan untuk menghadiri misa di gereja yang terletak empat blok dari apartemennya. Ia mengenakan dress hitam selutut yang dibalut dengan kain setipis sutra di sekitar bahunya. Tangan kirinya membawa dompet berukuran sedang yang dapat menampung uang dan ponselnya. Rambutnya di gerai dengan jepit rambut kecil di bagian kiri kepalanya.

Ia berjalan keluar apartemennya menggunakan sepatu berhak rendah. Kakinya berjalan menelusuri trotoar blok demi blok. Saat ia berada di blok ketiga, entah mengapa Annabeth merasakan ada yang mengikutinya. Ia berhenti dan menengok ke belakang sedikit demi sedikit, namun nihil. Ia tak menemukan apa pun kecuali kertas-kertas kotor yang beterbangan.

Tumben sepi sekali, pikirnya saat Annabeth tak menemukan satu pun orang di belakangnya.

Biasanya di hari minggu seperti ini, jalanan menuju apartemen sampai gerejanya ramai oleh orang-orang yang berjalan kaki maupun menaiki kendaraan mereka.

Annabeth kembali berjalan, melanjutkan langkahnya. Ia sudah terlambat menghadiri misa di minggu ini.

Satu langkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Annabeth kembali merasakan ada yang mengikutinya. Memperhatikannya dari jarak dekat. Seseorang yang berusaha mengancam keselamatannya. Ia kembali membalikkan tubuhnya. Lagi dan lagi, ia tak menemukan apa pun terkecuali secarik kertas  yang mencuri perhatiannya, tertempel di tiang listrik.

Annabeth berjalan mendekati kertas tersebut, menariknya dari lem perekat yang menahannya agar tetap lengket.

Kau tak akan menemukanku!

Annabeth mengernyitkan keningnya. Membaca tulisan yang terlihat dicetak.

"Siapa yang menempelkannya?" tanya Annabeth pada dirinya sendiri.

Ia yakin, bahwa sebelumnya ia tak melihat ada kertas yang tertempel di tiang listrik. Ia juga berjalan sangat lambat, mana mungkin ada orang yang dengan cepat dapat menempelkan kertas tersebut. Annabeth hanya berjalan tiga sampai lima langkah, secepat itu kah seseorang melakukan sesuatu.

Annabeth yakin, ada yang tak beres di sini. Jalanan terlalu sepi, mana mungkin ia tak mendengar suara langkah kaki sedikit pun. Lagi pula, jalan di sekitarnya di kelilingi lorong-lorong gelap dan lembab. Annabeth yakin akan ada suara yang bergema. Ia juga yakin ada orang selain dirinya di tempat ini. Ada orang yang menempelkan kertas itu di tiang listrik.

Tapi siapa?

Hal itu lah yang dipertanyakan. Ia akan memikirkan hal ini setelah ia menghadiri misa di gereja. Annabeth berjalan cepat, ia benar-benar terlambat menghadiri misa pertamanya di California.

***

Seseorang berpakaian hitam berdiri di samping tiang listrik di seberang sebuah apartemen di kawasan Manhattan Beach, California. Matanya terlihat mengamati lantai tiga di bangunan berlantai tujuh tersebut.

Matanya mengamati seorang wanita yang berdiri menghadap jalanan dengan dress hitam selutut serta rambut yang terurai.

Senyum miring terlukis di wajahnya, mengamati kegelisahan yang terpatri di wajah Annabeth. Ketika ia melihat wanita itu keluar dari apartemennya, orang tersebut, yang tak lain adalah Skin Face. Memutuskan untuk mengikuti Annabeth. Berusaha meneror wanita itu dengan langkah diam yang dilakukannya.

Skin Face menggunakan sepatu karet yang tak menimbulkan bunyi. Jalanan yang sepi seakan mendukungnya untuk melakukan hal yang menyenangkan. Ia tau ia lah yang terhebat di dunia ini. Dia lah yang mencabut nyawa mereka demi kebahagiaan yang nyata. Dia lah manusia yang tertinggi di muka bumi ini.

Langkah demi langkah ia ikuti. Sampai ia sadar kemana tujuan Annabeth sebenarnya.

Sebuah gereja.

Dalam hati, Skin Face menertawakan apa yang dilakukan oleh Annabeth. Tertawa ternyata wanita sepertinya juga bisa berdoa kepada Tuhan.

Skin Face bersembunyi di sebuah tong besar di pinggir jalan ketika Annabeth membalikkan tubuhnya. Mungkin wanita itu sadar dengan kehadiran orang lain selain dirinya di tempat ini.

Merasa tak mendapatkan apa-apa, Skin Face kembali melanjutkan langkahnya dengan diam. Menempelkan secarik kertas pada tiang listrik yang beru saja dilewati oleh Annabeth. Lalu ia pergi bersembunyi di balik gang sempit yang gelap yang terletak di samping toko buku yang tertutup.

Berjalan dalam ke sendirian di kegelapan yang semakin menelannya hingga tak terlihat sedikit pun bayangan tentang dirinya. Tidak ada yang menemaninya, bahkan sebuah bayangan yang selalu mengikutinya pun juga hilang tertelan oleh kegelapan.

Tidak ada yang benar-benar setia di muka bumi ini. Semuanya penuh kepalsuan. Sandiwara yang dimainkan seapik-apiknya.





 A Lady of Killer (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang