Bagian 9 - Heran

13 0 0
                                    

Laki laki di atas motor itu menjabat tanganku dengan wajah berpaling. Risa menghampiri dan naik ke atas motornya. Laki laki itu berkaca pada spion lalu melihatku melalui spion dengan tatapan tidak ramah.

Setelah Risa menaiki motornya dan kembali bertegur sapa denganku, motor itu langsung pergi begitu saja dengan pengendara yang tidak menunjukan keramahan sama sekali.

Ini tak adil, perempuan ramah tidak cocok punya pacar laki laki judes, gumamku.

Mungkin dia belum tahu cara bertata krama ramah kepada oranglain, apalagi didepan pacarnya, gerutu batinku.

Saat aku sampai ke koridor jurusan, kulihat Hanum sedang fingering dengan headphone yang hampir menutupi kepalanya sehingga rambutnya yang terurai jadi terlihat seperti acak-acakan. Didepannya sudah terpajang buku materi yang dipenuhi not balok dengan berbagai ritme. Ia tampak serius seolah tidak akan ada sesuatu yang bisa mengganggunya. Dengan handphone yang terpampang sedang menggunakan aplikasi metronome, aplikasi untuk mengatur tempo. Ia terlihat manis dengan rambut yang tertiup angin segar pagi ini.

Angin saja bisa membelai rambutnya, angin lebih beruntung daripada aku, tiba tiba aku menggumam.

Aku duduk di penjuru koridor jurusan. Membuka-buka buku pelajaran dan mengecek kembali apakah ada tugas yang terlewat. Koridor ini sepi sekali, belum banyak siswa yang lewat kesini. Disini hanya ada aku dan Hanum yang sedang membelakangi aku.

Gadis manis itu tiba tiba berhenti lalu mengecek handphonenya. Ia seperti sedang menelpon seseorang, namun tak kunjung dijawab. Dih, gerutunya. Aku yang duduk tak jauh darinya tentu saja dapat mendengar ia menggumam. Kenapa dua bulan terakhir dia susah banget dihubungi? katanya.

Yang TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang