Sangat tidaklah masuk akal. Ia bisa meluluhkan hatiku hanya dengan menyebut namaku. Aku ini kenapa? Hanya dengan begitu saja aku kehabisan kata kata. Padahal, ia bukan siapa siapa. Ia hanya siswi biasa dengan kemampuan yang masih rata rata. Ia tidak sempurna, apalagi aku.
Hari ini terasa membosankan sekali. Entah kenapa aku merasa semuanya melelahkan. Apa mungkin karena sepanjang hari aku tidak melihat Hanum? Oh iya, sepanjang hari ini aku tidak melihatnya kecuali tadi pagi. Adnan juga kelihatannya sedang lelah karena dari pagi anak itu belum makan. Akhirnya kuajak saja dia ke kantin. Kebetulan saja aku juga senasib dengan anak itu.
Aku menunggu pesananku di meja paling depan. Mungkin semangkok mie kuah bisa meredam perutku yang sudah tak karuan. Mataku melirik seluruh penjuru kantin. Di pojok sana terlihat sekelompok siswi siswi cantik, mereka tampak menggunakan make up dan kulit mereka terlihat bersih. Memang menarik untuk sebagian laki laki. Tapi aku iba melihat mereka, berdandan hanya untuk menarik perhatian laki laki yang akhirnya mereka memaksakan dan tidak menjadi diri mereka sendiri. Prihatin, 'diperbudak' oleh gaya hidup.
Pesananku sudah datang. Adnan langsung menyambar makanannya. Aku yang sedang memandang ruangan, kalap segera melahap mie kuah itu. Masa bodo soal apa yang ada disekitarku, sekarang rasa laparku sedang meraja.
Saat aku sudah menghabiskan setengah makananku, ada seorang gadis duduk disebelahku. Ia memainkan smartphone-nya dan memasang headphone. Aku memperhatikan dia, tampaknya aku mengenalnya. Ya, dia Hanum. Satu satunya gadis yang berbeda diantara gadis lain. Ia menoleh ke arahku. Menyapaku.'eh Sigit, lagi makan juga ya', tanyanya dengan suara yang khas, sambil tersenyum terlihat gigi gingsulnya.
'ah iya, kamu juga udah pesan makanan?' tanyaku gugup.
'udah sih, daritadi tapi belum datang juga' katanya.
Aku terdiam. Sejenak ia memalingkan pandangannya ke arah ujung kantin. Seketika rambutnya tersibak oleh angin, ia memicingkan matanya dan kembali menatap meja tempat kami berada.
'Hanum.." sapaku memberanikan diri.
"hmm, ya?" jawabnya.
"ah, kok sendirian saja, ngga sama teman?" tanyaku.
"engga ah, suka lama, hehe" tuturnya sambil tersenyum manis.
Aku terdiam sejenak. Aku harus memberanikan diri untuk menyapanya duluan.
Handphone ku bergetar menerima pesan. Aku segera membukanya. Ada pesan dari grup kelasku.
"kata guru mata pelajaran, segera masuk kelas, kita sudah ditunggu selama 20 menit tadi"
'sialan, padahal aku kan mau ngobrol dengan Hanum' batinku kesal.
Aku langsung menghabiskan makananku dan Adnan langsung menarikku dan menghabiskan air minumku."Hanum, aku duluan ya" sahutku sambil mencoba tersenyum.
"Ehh... Eh, iya, maaf aku ngelamun hehe' ujar Hanum sambil kembali tersenyum memperlihatkan senyumnya.
Aku tertegun, tanpa aku sadari wajahku memerah. Aku teramat senang, kata kata yang aku lontarkan ternyata bisa membuat dia mau menjawabku.
Adnan menatapku.
"Ada apa, kok mukamu merah? Kamu sakit?" tanyanya."Ahh, ngga.. Aku..."
"Kenapa? Gatal?"
"Adnaannn"
"Oohh atau karena si Hanum?"
Aku terdiam.
"Kamu menyukainya?" tanya Adnan.
Aku terkejut. Aku semakin diam.
"Heeyy jawaaabbbb" tanya anak itu sambil mencubit pinggangku.
"Aww sakit" jeritku sambil balas mendorongnya.
"Jawab aja kali gapapa kok, rahasia terjamin" ujar Adnan sambil tertawa.
Aku terdiam."Iya..." jawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang Terakhir
Romance"Ia yang akan membubuhkan titik dalam ceritaku. Ia adalah tujuan hatiku" -Sigit