Through Our Writing 5-END

3.8K 315 78
                                    

Aku memutar bola mata. Oh please, jangan katakan, "Kau cemburu, huh?" Kai memelototiku, dia memandangku seolah aku baru saja berbicara bahasa alien. Atau seolah kepalaku baru saja bercabang setelah dibelah seperti kepala Hydra.

"Kau masih mempertanyakannya?"

Dan hanya dengan satu kalimat itu, hatiku seperti dilambungkan diantara gugusan bintang Andromeda.

Kai cemburu.

Oh Tuhan,

Pria itu cemburu!

Dengan pria lain yang bahkan wujudnya hanya bisa kubayangkan melalui imajinasi.

Dengan pria lain yang bahkan eksistensinya hanya digoreskan dalam lembaran kertas bertinta.

Argh, rasanya aku ingin menjerit.

Jika dia cemburu itu berarti...

TBC

Aku mengerang melihat tiga huruf yang menghentikan aktifitas membacaku. TBC. Sungguh tiga huruf itu adalah kata yang tidak ingin aku jumpai ketika sedang seru-serunya membaca karya sastra hasil rekaan para penggemarku yang tersebar luas di internet. Katakan aku kurang kerjaan tetapi memang fanfiction buatan penggemarku sangat sulit untuk dilewatkan, apalagi cerita yang dibuat oleh para arcadians, aku bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk melalap habis setiap cerita yang diperuntukkan untuk Kaistal (akronim dari Kai dan Krystal yang merupakan nama panggungku dan Jongin). Dan sebulan terakhir ini, aku tengah mengikuti cerita dari salah seorang penggemar yang memiliki nama pena 'quinnten' yang berjudul 'Through Our Writing'.

Itu merupakan kisah yang menarik, menurutku. Menceritakan seorang Kai dan Krystal dari sisi seorang penulis amatir, sayang sekali chapter-nya baru sedikit.

Aku masih tenggelam dalam lamunanku ketika desir hangat merayapi perutku seiring tubuh kekar Jongin melingkupiku dari belakang. Kutolehkan kepalaku kearahnya, mencuri pandang pada pria yang sedang berganyut manja pada tubuhku. Sudut bibirku terangkat naik, membiaskan senyum pada priaku yang gurat wajahnya sarat akan kelelahan.

"Hai, babe." Sapaku menyempatkan diri mencuri satu kecupan dari pipi Jongin yang tidak setirus dulu.

Jongin hanya menggumam, mulutnya sibuk mempermainkan libidoku dengan ciuman malas nan basahnya pada area leherku. Oh ini hal langka. Tidak biasanya Jongin pulang kerja dengan malas-malasan begini, biasanya dia akan langsung menyerangku. Atau minimal menggagahi bibirku hingga bengkak dilumatnya.

"Apa terjadi sesuatu padamu? Tidak biasanya kau kusut seperti ini." tanyaku seraya menepuk-nepuk lengannya yang melingkari perutku.

"Aku merindukanmu Jung tapi pekerjaanku masih menumpuk, masih banyak koreo yang harus kuhafal untuk konser dan persiapan comeback EXO."

Mendengar nada tidak bersemangatnya, aku segera membalik tubuhku untuk menghadapnya. Kuamati wajah priaku lekat-lekat, kantung mata dan bulatan hitam melingkari matanya, menjadi bukti kuat akan betapa lelahnya dia. Jadwal Jongin memang semakin padat, membuat jam tidurnya kian berkurang. Apalagi setiap pulang ke apartemen, alih-alih istirahat, dia justru membuat kami bergadang menghasilkan peluh dari kenikmatan yang berusaha kami reguk bersama-sama.

Kubelai pipi Jongin dengan lembut, menyalurkan empatiku dengan penuh kasih sayang. Mata Jongin seketika memejam begitu kulit kami saling bersentuhan dan pipinya semakin ditekan pada telapak tanganku seolah sentuhanku begitu berharga untuknya, bagai obat mujarab untuk segala kelelahannya. Pemikiran itu memenuhiku dengan kehangatan, menarik sudut bibirku dalam simpul bernama senyuman. "Mau kubuatkan susu atau coklat panas?" tawarku kemudian.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang