Soojung tidak tau apa rencana Mark sebenarnya. Lelaki itu hanya berkata 'tunggu saja tanggal mainnya' tiap kali Soojung bertanya terkait rencananya. Setelah sesi curhat melalui telepon, sisa hari itu Mark benar-benar rajin meneleponnya. Hampir sejam sekali nama Mark muncul di layar handphone Soojung padahal tidak ada hal penting yang perlu dibacarakan. Alih-alih memberitahu strategi dan rencananya, semua obrolan Mark justru merujuk pada Danniel dan segala hal berbau lovey-dovey-make-her-pukey yang dilakukan mereka pasca kepulangan Mark dari New York.
Awalnya Soojung tidak mempermasalahkan hal tersebut. Hitung-hitung Mark dapat mengisi kekosongan harinya sementara Jongin sibuk dengan tumpukan dokumen kerja. Bukan berarti Soojung tidak memiliki pekerjaan, hanya saja dia bisa lebih bersantai karena beberapa persoalan sudah ia selesaikan sebelum resepsi pernikahaan. Sedangkan Jongin dia memang bercerita kalau dirinya tengah disibukkan dengan pengembangan café dan department store milik perusahannya sehingga berlibur pun Jongin tetap harus memantau keadaan.
Tetapi saat tengah malam teleponnya berdering dengan nama Mark mengedip-ngedip di layar, Soojung benar-benar ingin mengutuk sahabatnya itu. Lebih buruknya lagi belum sempat Soojung bangun dan mengangkat telepon terkutuk yang mengganggu tidur cantiknya, sudah ada suara berat yang menjawabnya. Darah Soojung seketika membeku. Saat ia berhasil mendudukkan diri diatas ranjang, dia disuguhi dengan pemandangan tubuh setengah telanjang Jongin. Soojung harus susah payah menahan nafas agar tidak mimisan melihat perut kotak-kotak di kulit tembaga suaminya. Sayangnya pemandangan seindah itu tak dibarengi dengan ekspresi wajah menggoda atau menyenangkan. Yang ada Jongin justru menatap jengkel kearahnya seolah dialah yang mengganggu tidur lelaki itu dan bukannya orang diseberang telepon yang sedang diajaknya bicara.
"Kau tau ini sudah pukul satu dini hari. Bukan jam yang pantas untuk menelepon seseorang terlebih lagi orang itu sudah bersuami." ketus Jongin dengan mata yang terpaku pada Soojung.
Soojung mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak berpikir muluk-muluk. Suaminya tidak mungkin cemburu. Apalagi melihat tatapan dingin dan raut jengkel yang terus dilayangkan ke arahnya, membuat harapan kecil wanita itu musnah seketika. Bukannya cemburu Jongin justru terlihat kesal karena tidurnya diganggu. Tidak perlu melihat jam untuk mengetahui apakah Jongin baru saja tidur atau tidak karena kantung mata dan warna kemerahan di mata Jongin sudah menjawab semuanya.
"Lain kali perhatikan jam sebelum menelepon." tandas Jongin mengakhiri panggilan dan melemparkan ponsel Soojung ke nakas samping ranjang mereka.
Soojung berjengit oleh suara yang ditimbulkan dari lemparan itu. "Ma-af." cicitnya takut-takut.
"Tidak perlu. Hanya saja kau harus ingat statusmu sudah berubah. Menerima panggilan telepon dari kekasihmu di depan suamimu bukanlah hal yang patut dilakukan."
Suara dingin dan tajam Jongin seolah menusuk Soojung tepat di ulu hati. Biarpun apa yang dikatakan Jongin tidak sepenuhnya benar, tetapi perkataannya seolah mengimplementasikan bahwa Jongin tidak keberatan dia memiliki kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
FanfictionKumpulan cerita pendek dari Krystal dan Kai, atau Soojung dan Jongin. Story List: • Get You (End) • Through Our Writing (1-5 End) • Fragile Relationship (On Going) • Karma Does Exist (On Going) • Mile High Club (End) • Captivated by The God of the D...