"Ada hati yang diam-diam terjerat pada sosok yang begitu memikat."
Meskipun aku udah sering bertemu Kak Fandy, tapi ini kali pertama kami cuma pergi berdua. Rasanya gimana? Jangan ditanya! Deg degan paraah! He treats me so well. Asli, gak bohong!
Gimana aku gak susah napas coba kalau dia pegang pergelangan tanganku tiap pindah dari toko satu ke toko lainnya, terus kalau aku mau ambil sesuatu yang gak bisa kujangkau dia tiba-tiba dari belakang mengulurkan tangannya buat bantu aku. Pas aku bingung memilih salah satu diantara dua pilihan sepatu yang mau kubeli buat Mas Ares, dia kasih tahu aku nilai plus dan minus dari kedua barang itu. Pokoknya semua yang dia lakukan hari ini benar-benar membuatku makin jatuh hati padanya.
"Capek ya, Sa? Muka kamu kok kayaknya agak merah sih?" tanyanya sambil menilik wajahku. Iya, benar-benar pas depan muka. Refleks, aku mundur selangkah. Yang kayak gini nih yang bikin senam jantung dadakan.
"Hah? Enggak ah, biasa aja." Rasanya aku pengin protes sama diriku sendiri. Kemana Sandy yang suka injak gas duluan? Giliran lagi berdua doang sama Kak Fandy gini aku malah gak bisa berkutik.
"Kamu masih ada yang mau dibeli gak?"
Yang mau dibeli sih gak ada, tapi aku masih mau berlama-lama bareng Kak Fandy, gimana tuh?
"Sa? Kok malah diam?" tegurnya lagi karena aku tak kunjung merespon pertanyaannya.
"Eh? Ehm... gak ada sih."
"Tapi?" Aku mendongak menatap wajahnya. Kok dia tahu sih masih ada yang ngeganjel dari jawabanku?
"Gak ada tapi-tapian," dustaku. Gengsi dikit lah masa aku mau bilang 'tapi masih mau jalan sama Kakak'.
"Ah, yakin?" ledeknya seolah tak percaya dengan jawabanku.
"Yakin tuh."
"Oh ya sudah kalau yakin, mau pulang sekarang?"
Yah, tuh kan! Ini nih akibatnya kalau memenangkan gengsi, huft. Tapi ya sudah deh, masih ada lain waktu. Kan jodoh mah gak akan kemana hehe.
"Iya, Kak. Kalau gitu sampai disini aja. Aku pulangnya lewat pintu timur."
"Loh? Gak mau aku antar?" tanyanya.
Mau sih... tapi kok kesannya aku kayak ngebudakin dia banget hari ini. Udah diantar milih-milih sepatu, aku ajak ke groceries store juga gak protes, ditraktir makan pula aku sama Kak Fandy. Berasa ratu sekali aku hari ini.
"Gak usah deh, Kak. Kasian Kak Fandy juga nanti jadi bolak-balik kalau anter aku dulu," tolakku. Biar gini-gini kan aku masih punya sisi kemanusiaan.
"Ya udah, hati-hati yaa." Aku mengangguk kemudian melambaikan tanganku seraya berjalan meninggalkannya.
***
Aku lagi sibuk mengerjakan tugasku yang tertunda karena pergi sama Kak Fandy tadi saat Mas Ares asal masuk ke kamarku gitu aja (seperti biasa). Pasti dia habis nongkrong-nongkrong dulu, makanya jam sebelas malam gini baru balik.
"Orang-orang mah jalan-jalan, Sa. Eh lu malah ngerjain tugas. Pedih bener satnight lu, sadnight deh kalau buat lu mah."
Aku hanya mencibir menanggapinya. Salahkan dosen yang kalau ngasih tugas melebihi cobaan Tuhan itu. Eh, gak juga sih. Tugasnya biasa aja kok, cuma bikin gak tidur doang.
"Sa? Kok lu diam aja sih kayak cicak dibentak?"
Ih, benar-benar deh ya, punya abang satu kenapa rewel banget sih?!
"Apaan sih, Mas? Kalau ada maunya, to the point aja deh jangan banyak omong."
"Speaker gue bener kan ketinggalan di Fandy?"
"He'em."
"Udah ketemu?"
"He'em."
"Terus mana sekarang?"
"He─" Aduh, mati! Aku lupa tadi pas pulang speaker-nya masih di tas Kak Fandy. Astaga! aku kenapa ceroboh banget sih?!
Menatap Mas Aris, aku pun menyunggingkan senyum lebarku. "Lupa gue ambil, Mas, hehehe."
"Lupa?"
"Iya, kebawa lagi sama Kak Fandy. Besok deh, besok gue ambil."
"Halah, memang maunua lu itu mah," tukas Mas Ares kemudian keluar lagi dari kamarku. Yah, orang aku beneran lupa dia ngambek. Lupa kan gak inget.
Buru-buru aku chat Kak Fandy untuk menanyakan soal speaker yang masih kebawa sama dia.
Kak Fandy: Iya, Sa. Masih di aku. Abis tadi kamu pas pulang gak nanya.
Sandy: Lupa. Kak Fandy lagi bukannya ingetin.
Kak Fandy: Aku juga lupa.
Sandy: Wah kita sama-sama lupa, jangan-jangan kita...
Kak Fandy: Pikun😱
Sandy: Makasih loh ya, kalau jatohin suka gak nanggung emang.
Kak Fandy: Biar gak pake sekarat lagi, Sa😂😂
Duh nih orang garingnya aja bikin klepek-klepek. Ya Tuhan, Sandy cuma minta biar jodoh sama Kak Fandy aja kok. Kalau gak bisa, ya udah gapapa, tapi Kak Fandy-nya jangan dikasih jodoh. Aamiin.
***
"Kamu diomelin sama Ares gak pas speaker-nya lupa kamu ambil?" Hari ini Kak Fandy datang ke rumah buat mengembalikan speaker Mas Ares. Ujung-ujungnya dia juga yang mengantarkannya kesini. Semoga saja Kak Fandy gak menyesal karena gak dari kemarin saja langsung dia anterin ke sini.
"Gak ngomel sih, cuma ngambek." Sepele sih kedengerannya cuma karena aku lupa aja dia ngambek, but i know speaker portable yang keliatannya biasa aja itu punya arti sendiri buat Mas Ares makanya selalu dia bawa kemana-mana. Aku juga tahu Mas Ares bisa saja ngambil langsung ke Kak Fandy, tapi dia mau ngasih jalan untuk aku dekat sama Kak Fandy. Makanya dia nyuruh aku. Wajar sih kalau Mas Ares ngambek, cuma ya tetep aja gak cocok lah dilihatnya. Tampang boleh security, hati mah bolu meranti. Lembut abis!
"Ya sudah nanti aku yang bilangin Ares."
"Gak usah, Kak. Biasa kalau abang-adik ada problem dikit mah. Nanti juga baik lagi."
"Hmm... ya sudah kalau gitu. Nanti kalau Ares masih marah bilang aku ya."
Duh, beruntung banget aku punya gebetan orang baik hati macem Kak Fandy gini. Aku pun mengangguk sebagai jawaban. "Eh, Sa, kamu free gak hari ini?" tanyanya tiba-tiba.
Free gak free sih. Aku masih harus mengerjakan tugas, lalu mengoreksi kerjaan teman kelompok, terus juga mengkoordinir tugas dari kelompok lainnya buat dijadiin di satu flashdisk. Cuma kayaknya bisa dikerjakan nanti kali ya itu.
"Emang kenapa, Kak?"
"Kalau free, aku mau ajak kamu ikut aku ke nikahan teman. Kalau gak bisa juga gak apa-apa, sih."
Ya jelas bisa laahh! Mau sibuk sekalipun juga pasti kuluangkan waktu. Pantesan aja Kak Fandy kelihatan rapi banget hari ini kayak bapak penghulu. "Boleh, Kak. Sekarang? Aku ganti baju dulu ya?"
Kak Fandy mengangguk, "Tapi gak apa-apa kamu temani aku kondangan?"
"Jangankan temani kondangan, temani Kak Fandy dalam senang maupun susah juga aku mau!"
"Hahaha, kamu tuh ya." Kak Fandy sampai geleng-geleng kepala mendenger kejujuranku. "Ya sudah sana buruan ganti baju," ujarnya kemudian.
"Siap bos!"
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH
Teen Fiction[Complete] Buat seorang Sandy, menyukai Fandy adalah rutinitasnya. Ya, Sandy terbiasa menyukai updatean statusnya, postingan instagramnya, sampai momment pathnya. Pokoknya Sandy menyukai apapun tentang Fandy. Bagi Sandy perbedaan nama mereka yang cu...