14. Hari Bersamanya

5.6K 703 8
                                    

"Seumpama bunga musim semi, hadirmu adalah penghibur sepi."

"Sasa."

Kak Fandy berjalan menghampiriku begitu aku menoleh ke arahnya.

"Oh, Kakak udah datang. Kenalin ini atasan aku, Kak. Pak Deva, kenalin ini teman saya," ujarku berbasa-basi sekalian mencegah kesalahpahaman diantara kami. Keduanya pun saling berjabat tangan dengan singkat namun tegas.

"Kita jalan sekarang?" tanya Kak Fandy dan aku pun menyetujuinya.

"Pak, saya duluan ya." Aku berpamitan pada Pak Deva, dan Pak Deva pun mengangguk mempersilahkan.

"Hati-hati," pesannya padaku dan Kak Fandy.

Di sepanjang langkah kaki menuju tempat Kak Fandy memarkirkan motornya, kami saling diam. Kak Fandy tidak membuka mulutnya sedikitpun dan aku juga bingung harus memulai pembicaraan darimana.

"Kak—"

"Aku antar langsung ke rumah ya." Belum selesai aku bicara, Kak Fandy memotong ucapanku sambil memberikan helm padaku.

Aku menerima helm itu sambil mengerutkan dahi. "Bukannya kita mau nonton, Kak?"

"Acaranya udah selesai mungkin."

Lah tadi di telepon kan dia sendiri yang bilang telat gak apa-apa. Aku melirik jam di pergelangan tanganku. Jam tujuh?! Kok aku bisa gak nyadar sih udah jam segini. Aku melirik takut-takut ke arah Kak Fandy yang sudah duduk di atas motornya. Mati aku! Dia pasti marah nih sama aku.

"Kakak, aku minta maaf."

"Ya."

"Kak, aku benar-benar minta maaf. Aku gak tahu."

"Iya, aku ngerti. Kalau kamu tahu gak mungkin kamu biarin aku hampir setengah jam liatin kamu sama atasan kamu ngobrol."

Hah?! Aduh ini sih bukan mati lagi, langsung masuk kubur aku.

"Kak..."

"Naik. Nanti keburu malam."

Ya Rabbi, tenggelamkan saja hamba di laut merah sekarang....

***

Aku memasuki rumah dengan langkah gontai. Kak Fandy benar-benar cuma mengantarku sampai depan pagar rumah. Diajak mampir pun ia menolak. Aduh, kok jadi kayak gini sih?! Aku benar-benar gak tahu harus gimana.

"Kalau masuk rumah tuh ucap salam, Sasa." Aku hanya melirik sesaat Mama yang menegurku kemudian mengambil tangannya dan mengecup punggung tangannya.

"Assalamualaikum, Ma."

"Kenapa kamu? Kok kayaknya lesu banget gitu."

"Lagi capek aja, Ma. Aku ke kamar dulu ya."

Tanpa menunggu tanggapan dari Mama, aku langsung berlalu pergi ke kamarku. Mengunci pintunya dan merebahkan tubuhku ke kasur. Aku mengeluarkan ponselku dari tas dan mencari kontak Kak Fandy.

Sandy: Kak, kalau sudah sampai rumah kabari aku ya.

"Dedek gemes, lu di dalem kan?" Aku memutar bola mataku malas mendengar suara Mas Ares. Itu orang hobi banget sih ganggu ketenanganku.

"Apaan sih, Mas?"

"Buka dulu pintunya lah."

Ck! Dengan malas aku pun bangkit dari tempat tidur untuk membukakan pintu.

"Apaan?!" semprotku langsung begitu pintu terbuka.

Mas Ares cuma cengir-cengir sambil berusaha menyelinap masuk ke dalam kamar, tapi kuhalangi dengan kakiku. "Mau apaan sih lu? Mau maling?"

CRUSH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang