"Semua orang bisa berbagi rasa, tapi untukmu kuingin menyimpannya sendiri saja."
"Sa, temenin kakak yuk?"Semua berawal dari ajakan itu makanya pagi ini aku bangun lebih segar dari biasanya. Setelah seminggu liburan sudah kayak hewan peliharaan yang gak keluar kandang, akhirnya aku bakal menghirup udara segar bersama orang yang menyejukkan hati, Kak Fandy. Iya, finally setelah doi udah turun gunung kita bisa pergi bareng lagi. Aku senang banget waktu dapat telepon dari dia, karena pada akhirnya do'aku terkabul. Tuhan menjamin keselamatannya.
Semalam aku sudah izin sama Mama untuk ikut sama Kak Fandy. Lagian tempatnya juga gak jauh, cuma ke Hutan Mangrove. Ini pertama kalinya aku kesana sih, tapi dari yang kulihat di eksplore instagram orang-orang, tempatnya tuh bagus. Panorama everywhere. Ah, mau ke tempat mana aja juga sebenarnya aku mah gak masalah. Toh, yang penting bukan pergi kemananya melainkan sama siapanya.
Aku merasa hubunganku dengan Kak Fandy jadi semakin dekat, lebih dari pada biasanya. Namun, masih belum ada kejelasan harus dinamakan apa 'kedekatan' ini. Ah, entahlah. Aku belum mau memusingkannya. Aku ingin menikmati waktu-waktu kebersamaan kami.
"Tahu deh yang mau kencan mah mukanya bahagia bener," goda Mama sambil menyendokkan nasi goreng ke piring Papa.
Ih, ibu-ibu rumpi satu ini emang bener-bener daah. "Apa sih, Ma..."
"Kamu akan pergi dengan siapa, Sa?" Kali ini Papa yang bertanya. Oh iya aku lupa belum minta izin Papa semalam habisnya Papa kalau tidur sore banget kayak bayi baru lahir.
"Itu, Pa, sama Kak Fandy. Temannya Mas Ares yang biasa kesini juga." Papa tampak mengerutkan dahinya waktu mendengar jawabanku. Aduh, kalau sampai Papa gak ngebolehin bisa nangis bombay nih aku.
"Tumben sekali. Ada acara apa?" Gak tumben sih, Pa, sebenarnya. Aku sudah beberapa kali pergi sama Kak Fandy cuma ya izinnya memang cuma ke Mama soalnya jarang ada Papa di rumah pas aku mau pergi.
Aduh, sekarang aku harus jawab apa yaa? Papa memang sudah kenal sama Kak Fandy sih, tapi kalau urusan begini dia pasti tetap protective.
"Cuma refreshing, Pa. Kasihan anak kita bosan selama liburan di rumah mulu. Lagian perginya sama Fandy ini bukan orang lain. Pasti aman." Mama ikut membantuku memberikan jawaban. Untungnya dengan jawaban dari Mama, kerutan di dahi Papa berangsur menghilang dan berganti dengan anggukan kepala. Syukurlah...
"Pulangnya jangan sampai terlalu malam," pesan Papa yang langsung kuacungi jempol.
Tepat pukul jam sembilan, sesuai janjinya, Kak Fandy datang menjemputku. Kami tidak langsung berangkat sebab Kak Fandy harus melalui sesi tanya-jawab bersama Papa dulu. Aku hanya bisa duduk sambil mengulum senyum melihat Kak Fandy yang menjawab setiap pertanyaan yang Papa berikan dengan santai dan luwes namun tetap sopan. Aduh, kalau kayak gini berasa lagi acara lamaran hehehe.
"Ya sudah, kalian hati-hati di jalan. Paling terlambat jam sepuluh malam sudah harus kembali kesini lagi. Papa bisa percaya kamu kan, Fandy?"
"Siap, Pa."
"Ya sudah, lekas jalan sana." Aku mengembuskan napas lega. Akhirnya Papa benar-benar memberi izin setelah memberikan banyak pertanyaan bak seorang HRD yang sedang menginterview calon karyawannya. Kasihan Kak Fandy. Untung mereka bukannya baru pertama kali bertemu jadi suasana tidak begitu menegangkan. Kami pun kemudian mengecup punggung tangan Papa terlebih dulu untuk berpamitan.
"Kak, sorry ya jadi diintrogasi dulu sama Papa," ujarku sambil memakai helm.
Kak Fandy tersenyum lalu membantuku mengaitkan tali pengaman helm yang kupakai. "Wajar kok. Aku bawa anak gadis cantik begini ya jelas lah banyak peraturannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH
Teen Fiction[Complete] Buat seorang Sandy, menyukai Fandy adalah rutinitasnya. Ya, Sandy terbiasa menyukai updatean statusnya, postingan instagramnya, sampai momment pathnya. Pokoknya Sandy menyukai apapun tentang Fandy. Bagi Sandy perbedaan nama mereka yang cu...