Part 3

108 5 0
                                    

Beginikah jam pulang seorang perempuan yang telah bersuami?

Deg.

Aku tak menyangka. Benar benar tak menyangka laki laki yang sudah sah menjadi suamiku pulang hari ini.

"Maaf aku baru pulang, tadi di perjalanan ada kecelakaan" jawabku "kau mau mandi terlebih dahulu atau makan, biar aku siapkan" lanjutku.

Meskipun pernikahan kami tidak didasari rasa cinta, namun aku tetaplah seorang istri jadi, sudah kewajibanku menyiapkan segala kebutuhannya bukan?

"Saat ini aku tidak butuh apapun dari tanganmu Ziya, aku tidak ingin mendengar suara dari mulutmu. Tolong diam dan dengarkan aku".

Aku tertegun. Bentuk rasa hormatku sebagai istri kepada suaminya justru dibalas seberti itu? Baiklah Ziya jangan menyerah.

Semua butuh proses. Jalankan saja semampumu.

"Kau tahu kan alasan kita menikah" ucapnya. Tentu saja aku tahu kami menikah karena permintaan orang tua kami. "Aku ingin membuat sedikit perjanjian denganmu untuk pernikahan ini"

"Kau tahu Ziya, sebenarnya aku tak ingin melakukan pernikahan bodoh ini" ucapnya lagi. Aku tertegun diam. Apa katanya? Pernikahan bodoh? Perjanjian?

Sebelum aku ingin menjawab perkataannya dia sudah mendahuluiku untuk berbicara.

"Pertama, kita akan tidur satu kamar, satu ranjang, seperti pasangan suami istri lainnya, kedua, kita tidak akan melakukan hubungan suami istri, tapi kau tenang saja aku bukan orang yang suka melakukan hubungan itu dengan wanita wanita diluaran".

Baiklah aku bisa menerima perjanjian itu. Itu bukan hal yang sulit.

"Dan aku tegaskan padamu Ziya. Aku tak percaya pada cinta. Jadi jangan mengharapkan cinta dalam pernikahan kita.

Setelah mengatakan itu ia telah berlalu saja bagaikan angin menuju kamar kami. Ya kamar kami. Dia telah pergi sebelum satu patah kata pun keluar dari mulutku.

Aku pun memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi tamu dan menyiapkan makan malam. Bertepatan dengan selesainya aku menyelesaikan masakanku, Alvin keluar dari kamar dengan tampilan lebih fresh dengan kaus putih dan celana hitam selutut. Sepertinya ia baru selesai mandi.

Aku pun memintanya untuk makan malam. Satu detik, dua detik, tiga detik, dia hanya menatap makanan yang terhidang diatas meja. Kali ini apa? Apa dia akan menolak makanan yang sudah aku buat?

Dia berjalan kearah meja, dan menyantap makanan yang telah kubuat dengan penuh rasa harap. Ya rasa harap, berharap makanannku di makan olehnya. Bukan rasa cinta karena belum ada cinta yang tumbuh dihatiku.

Kuulangi,

Dia menyantap makanan yang kubuat.

"Apa kau akan terus diam disitu melihatku makan?" Aku langsung tersadar dari lamunanku dan berjalan kearah meja untuk makan. "Mengapa kau baru pulang hari ini? Sebanyak apa pekerjaanmu sampai pulang selama ini?" Dengan berani kutanya pertanyaan yang sudah bersarang di otakku sejak kemarin. "Bukan urusanmu Ziya. Lanjutkan saja makan mu" mendapat jawaban seperti itu aku hanya bisa terdiam.

Sepertiya aku harus membiasakan diri diperlakukan seperti ini.

Sabar, semua perjuangan tak akan ada yang sia-sia. Semuanya pasti akan membuahkan hasil.

Setelah aku membersihkan piring piring kotor selepas makan malam, aku memutuskan untuk tidur karena hari ini sangat melelahkan. Saat aku masuk kedalam kamar, aku melihat Alvin sudah terlelap dalam tidurnya.

Aku pun ikut membaringkan diri di ranjang dan memperhatikan wajah suamiku. Garis wajahnya benar-benar menunjukan bahwa ia adalah seorang yang tegas. Hidung mancung, dan mata yang tajam namun menghangatkan saat kau menatap matanya. Dia tampan. Aku menguap dan entah kapan aku udah terlelap.

Pray, figtht, wait, and trust.

Our MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang