Waktu berputar sangat cepat, terlalu cepat hingga aku lupa bahwa hari ini ada pertemuan dengan tim penulis dari Jayapura.
Aku berjalan dengan tergesa-gesa hingga tidak sadar jika saat ini ada seseorang yang sedang berdiri di depanku sembari mengulurkan sebuah jurnal bersampul hitam putih.
"Jadi begini, tulisan ini aku titipkan padamu. Aku tahu apa yang akan terjadi jika tulisan ini ada padamu. Aku tahu kau tidak akan membiarkan tulisan ini menjadi seonggok daging mentah yang membusuk tanpa diolah. Bawalah." Gadis bermata biru itu menatapku datar. Ia pemilik jurnal tersebut ternyata.
"Apa maksudmu?" Tanyaku.
Jujur saja aku kebingungan dengan maksudnya, kami bahkan tidak kenal satu sama lain. Apakah ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi selanjutnya?
"Jurnal milikku, kuberikan padamu."
"Untuk apa? Aku tidak membutuhkannya."
"Kau memang tidak membutuhkannya, tapi aku membutuhkan dirimu untuk merawatnya. Di dalam jurnal ini tertuang semua kata-kata yang tak sanggup ku ucapkan pada dunia. Karena bagiku, kata-kata ini akan jauh lebih indah jika tertuang dalam goresan pena."
"Mengapa harus aku?" Tanyaku, semakin bingung akan maksudnya.
"Karena aku percaya padamu. Jangan menolak, coba sajalah. Buat dunia mengerti apa yang ingin kuucapkan padanya. Dan satu lagi..." Ia menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan mengamati situasi lalu berbisik kepadaku.
"Baiklah, jika itu mau mu. Akan ku lakukan."
"Terimakasih O" Ucapnya sambil berlalu, menginggalkanku dengan wajah terkejut serta nafas yang tersendat beberapa saat.
Bagaimana bisa ia mengetahui namaku?
Tepatnya, bagaimana ia bisa mengetahui bahwa, O adalah aku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Words
PoetryIa ingin berbicara pada dunia, sederhana. Hanya saja ia tidak rela, makna setiap kata yang ia ucapkan tidak akan sama dengan pikirannya. Baginya, kata-kata lebih bermakna jika tertuang melalui goresan pena Teruntuk seseorang yang mengisi sebagian be...