Arka sedang berbincang dengan teman-temannya sambil merokok di kantin bersama kedua sahabatnya saat ujung matanya menangkap sosok Shaila yang sedang tertawa bersama temannya.
Entah kenapa melihat wajah Shaila ceria seperti itu membuat Arka lega, sepertinya gadis itu sudah jauh lebih baik sekarang. Wajah cerianya yang menyebalkan itu lebih cocok dengannya daripada wajah murung seperti yang ia lihat kemarin.
Mata Arka berpapasan dengan mata bulat milik Shaila yang tiba-tiba menoleh ke arahnya. Seakan terkunci dengan tatapan Shaila, Arka hanya menatap gadis itu dengan datar, sedangkan Shaila kini telah membuang pandangannya ke arah lain.
Arka mendengus. Sepertinya gadis itu memang sudah benar-benar menyerah atas dirinya. Ya sudah lah, peduli apa Arka padanya? Pada akhirnya, gadis itu sama saja seperti orang lain yang menyerah akan dirinya.
Arka menghisap rokoknya dan mematikannya di kolong meja. Setelah membuang puntung rokok tersebut di tempat sampah belakang Reyhan, Arka bangkit dari tempatnya duduk. “Gue ke kelas duluan.”
Reyhan dan Zaki mengangkat tangan mereka sebagai tanda mengiyakan ucapan Arka.
Arka berjalan melewati meja Shaila begitu saja tanpa menoleh sedikitpun. Karna memang dia sudah tak memiliki urusan apapun lagi dengan gadis itu. Hidupnya yang tenang seperti sebelum bertemu dengan Shaila pun kembali lagi.
*****
Shaila berdiri di seberang sekolahnya, menunggu jalanan agak sepi untuknya menyebrang. Sebenarnya dia sangat paling tidak suka menyebrang jalan seperti ini, namun mau bagaimana lagi, bis yang ia tumpangi menuju sekolah berhenti di halte yang berada tepat di seberang sekolahnya.
Memang Shaila bisa saja naik taksi menuju sekolahnya dan itu adalah hal yang biasanya ia lakukan setiap hari, namun kebetulan hari ini gadis itu bangun terlalu pagi. Jadi daripada naik taksi dan sampai di sekolah terlalu pagi, Shaila lebih memilih untuk naik bis dan menghabiskan waktunya menikmati pemandangan jalanan ibukota di pagi hari yang sangat penuh sesak oleh kendaraan.
Shaila sudah akan buru-buru menyebrang saat melihat seorang ibu di depan sekolahnya dengan memegang tas belanjaan yang sangat banyak saat tiba-tiba seseorang dengan motor besar berwarna hitam berhenti dan di depan ibu tersebut.
Lelaki itu membuka helmnya dan terlihat mengobrol sedikit dengan sang ibu. Setelah itu lelaki yang memakai seragam putih abu-abu tersebut menaiki motornya dan diikuti oleh sang ibu yang duduk di belakangnya dengan barang bawaannya yang sangat banyak.
Shaila hanya menatap Arka yang mengendarai motornya menjauh dari sekolah. Apa yang sedang lelaki itu pikirkan? Apa dia mengenal siapa ibu tadi? Oke, itu tidaklah penting. Yang penting sekarang adalah bel masuk akan berbunyi sepuluh menit lagi, apa lelaki itu bisa sampai di sekolah tepat waktu? Shaila mengangkat kedua bahunya, itu bukanlah urusannya.
*****
Hal mengejutkan yang tadi pagi terjadi masih saja terus terbayang di benak Shaila. Tentu saja hal itu mengejutkan, sama sekali tidak ada di pikirannya lelaki seperti Arka dapat menolong orang seperti itu, apalagi sampai harus rela telat dan dihukum seperti sekarang ini.
Arka yang sedang berdiri di depan tiang bendera sambil hormat kepada bendera kebangsaan itu tertawa dan terkekeh pada setiap temannya yang menertawainya seakan dia sedang menertawakan orang lain.
Shaila hanya menatap lelaki itu, dia tak bisa menebak apa yang sebenarnya ada di pikiran lelaki ini. Apa benar apa yang dikatakan Pak Rasyudin tentang dirinya bahwa sifat nakalnya hanyalah sebuah kedok semata?
Pandangan Shaila dan Arka bertemu, Shaila dapat melihat bagaimana lesung pipi itu lenyap begitu melihatnya. Arka dengan segera mengalihkan pandangannya menatap bendera yang berada jauh di atasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Busybody Girl ✓ (COMPLETED)
Novela JuvenilKehidupan SMA Shaila Anggun Permata menjadi jungkir balik saat dirinya yang merupakan seorang busybody menyelamatkan Arka Putra Atmadjaya yang adalah preman sekolah dari maut dan membuat lelaki yang membenci hutang budi itu terpaksa menurut semua pe...