THREE : YOUR PAST

76 8 3
                                    

RENO

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


RENO

Melepaskan seseorang yang istimewa itu diibaratkan membuang seluruh buku pelajaran yang tertumpuk.

Dimana kita merasa itu terlalu berharga untuk dilepaskan, tetapi akan membuat sesak dan penuh jika kita terus menahannya.

"Kak, buruan dong mandinya. Aku bau asem banget, nih. Ugh biasanya ngga lama Kakak mandinya." Ku dengar ia terus berteriak memanggilku, tak sabaran menantiku yang masih berdiam diri di kamar mandi. Aku sengaja berdiri dibawah derasnya air shower yang terus mengaliri rambutku hingga ujung tubuh nakedku. Entah mengapa rasanya panas sekali, aku berharap tiap tetesan air yang membasahiku dapat menghilangkan bayang-bayangnya. Bayangan wajahnya yang terus menghantui fikiranku. Hasilnya nihil. Seluruh nostalgia itu, aku terus kembali mengingatnya. Ku raih handuk putih yang telah disediakan oleh hotel lalu melilitkannya pada pinggangku.

"Kak Reno.. Hey! Kamu tidur ya di dalem? Ako dobrak ya pintunya. Satu, dua, ti-"

Ku buka pintu kamar mandi dan bertepatan dengan itu, ia menyundulkan kepalanya dan sontak saja menabrakku yang baru saja keluar. Tentu saja kami terjatuh secara bersamaan dengan posisi ia menindihku di atasnya. Aku sedikit terkejut. Menatap wajahnya yang hanya berjarak 10 cm dari wajahku. Pipinya merona dengan tatapan melotot ke arahku. Apa ia baru saja melihat hantu sehingga harus membulatkan mata seperti itu? Aku segera bangun dari posisiku. Seketika suasana berubah menjadi canggung diantara kami berdua. Untung saja handuk yang ku pakai tidak copot tadi.

"Mandi sana! Dari tadi kamu ngebet banget mandi." ucapku ketus kembali mencairkan suasana. Segera ku tinggalkan ia sendiri yang masih mematung. Jujur saja jantungku sempat berdebar tadi. Mungkin berdebar karena takut handuk yang ku pakai jatuh.

Jam menunjukkan pukul 20.00 malam. Melirik ke arah jendela membuatku ingin berjalan-jalan mengelilingi sekitar pantai. Mencari udara segar mungkin. Ku raih jaket kesayanganku yang tergantung di dinding hotel. Ku ikuti saja kemana langkahku pergi. Lirikan mataku bergerak ke penjuru pantai yang sudah dihiasi lampu jalan. Aku sengaja mencari bagian pantai yang sepi dimana hanya ada aku disini. Langkah kaki ini terhenti tepat dimana ada sebuah pohon kelapa yang menjulang. Ku tatap sayu disana, dimana ada dua nama saling bertautan dan disatukan oleh tanda 'love' diantaranya.

Aku terpaku. Ku usap lembut ke dua nama tersebut, tersenyum kecut mengingat kembali kekalahanku. Kekalahanku terhadap cinta pertama yang harusnya ku pertahankan. Cinta pertama yang sempat membuatku benar-benar hidup. Cinta pertama yang kini membuatku meraung-raung kesakitan untuk menyebut namanya kembali.

'Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu, sayangku.'

Sebuah kalimat yang selalu ada menemani kelamnya hati dan perasaanku. Aku sangat ingin mengucapkannya sembari mendekapnya, mengusap rambutnya, dan tak ingin melepaskannya. Memegang erat tangannya, membawanya lari dari segala gelapnya kebencian dunia yang terus menghalangi jalan kasih kami berdua.

MercyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang