Chapter 23 (Pain)

2.8K 477 133
                                    

Entah untuk keberapa kalinya kaki mungil itu mondar mandir di atas lantai yang beralaskan karpet berbulu, sesekali kedua mata indah itu melirik jam yang terpampang di dinding untuk mendapati bahwa ini sudah 3 jam terlewati sejak Jungkook pergi berbelanja ke supermarket dan belum kembali juga. Jujur, Jimin cemas sekali, biasanya ia hanya akan menghabiskan waktu selama setengah jam untuk membeli bahan dapur dan 3 jam bukanlah waktu yang singkat, hampir membuat beribu dugaan buruk bersarang di benak Jimin.

Jimin Memantapkan hati untuk menunggu selama 5 menit lagi sebelum ia akan berlari keluar dan mencari Jungkook sampai ke sudut manapun di kota ini. Sebelah kakinya menepuk lantai dalam ketukkan kegelisahan, menyilangkan lengan di dada dengan kepala menengadah pada jam di dinding seakan menunggu keajaiban yang bisa saja tiba-tiba muncul tepat di depan matanya.

Tapi tidak ada yang terjadi selama 5 menit yang terlewati, Jimin mendesah kasar sebelum masuk ke dalam kamar untuk mengambil jaketnya dan memasangkannya asal-asalan, kemudian ia berlari keluar dengan deru napas yang setiap hembusannya terasa begitu berat. Entah kenapa perasaan Jimin jadi tak enak.

.

.

Taehyung terperanjat saat ia baru saja memijak lantai kamarnya dan langsung disuguhi oleh pemandangan Hoseok yang berdiri tegak di depannya dengan kedua tangan menyilang di dada, menatap Taehyung dalam pandangan khawatir dan marah yang berusaha diredam.

"Kemana saja kau dari semalam ?."

Taehyung kagok, menggaruk tengkuknya canggung, diam-diam sedikit merasa senang sebab ternyata Hoseok masih memperhatikannya meski Taehyung membuat kesalahan yang tak terampuni. Hoseok masih sama seperti saat pertama kali Taehyung bertemu dengannya. Orang yang terlalu perhatian, penuh kasih sayang dan akan khawatir jika Taehyung tidak menampakkan wajahnya dalam satu hari.

"A-aku tidur di rumah teman, hyung." Taehyung menjawab dalam nada terlampau pelan, berusaha menutupi kegugupannya meski walaupun ia merasa senang dengan perhatian Hoseok, tetap saja Hoseok yang sedang marah bukanlah hal baik.

Hoseok menyadari ada keganjilan di alasan Taehyung. Ruman teman ? setahu Hoseok, pria bersuara berat itu tidak pernah mempunyai teman yang tinggal selain di asrama.

"Aku tidak memintamu untuk berbohong." Hoseok berdecak, memutar bola mata malas dan tanpa sadar hal itu adalah pertanda bagi Taehyung bahwa Hoseok benar-benar dalam keadaan mood buruk sekali.

"Ah, baiklah. Aku bersama Yoongi dari semalam." Ucapnya, pasrah akan apapun reaksi Hoseok. Dan Taehyung tak kaget lagi saat Hoseok membola kan matanya, lantas mendekat pada Taehyung dalam derapan kaki terhentak yang membuat Taehyung berpikir bahwa lantai kamar mereka bisa saja hancur.

Kemudian Hoseok menggenggam kuat bahu Taehyung, berujar tepat di depan muka nya dalam nada penuh kemutlakkan.

"Aku tidak suka kau bergaul dengan si brandal Min itu, dia hanya membawa pengaruh buruk untukmu.".

.

.

Jimin menangis, terlalu deras dalam isakkan yang menguat. Ia tak pernah bepikir bahwa saat ini ia menemukan Jungkook dalam keadaan terkapar penuh lebam dan luka di pinggir jalan. Tidak ada barang belanjaan di sisi tubuh pemuda tinggi itu yang semakin membuat Jimin yakin bahwa Jungkooknya sudah diserang sebelum ia masuk ke supermarket.

Jimin membopong Jungkook dalam tangisan yang mengalir di pipinya, kedua kaki mungil itu dengan goyah membawa Jungkook untuk masuk ke dalam taksi sebelum tiba di depan gedung asrama mereka dan Jimin butuh tenaga yang lebih besar untuk kembali membopong Jungkook dalam langkah terseok.

Akhirnya mereka tiba di dalam kamar, Jimin segera membaringkan Jungkook untuk kemudian merasakan bahwa bahunya terasa begitu kebas karena sudah menopang sebagian berat tubuh Jungkook di sana. Tapi, ini tidak sebanding, Jimin tau bahwa yang melakukan hal seperti ini pada Jungkook adalah ayahnya, dan Jimin tau mungkin Jungkook lebih merasa kesakitan, baik hati dan fisiknya.

Cutie Nerd Boy (KookMin) (SUDAH DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang