-1- Kelas Baru

3.8K 140 1
                                    


"minggir, minggir!"

"pala woy!"

"yang udah keluar kali, gak usah mejeng!"

"gak usah dorong dorong, gatel banget sih!"

"awas air panas, air panas.."

Denia melihat kerumunan itu dengan ngeri. Pasalnya hari ini awal masuk tahun pelajaran baru setelah libur yang gak seberapa panjang, huh. Dan pagi ini, tujuan pertama siswa-siswi SMA Trisakti itu sama. Madding. Untuk melihat pembagian kelas.

Dia, Denia Amanda Rusli. Sering dipanggil Dede oleh orang terdekatnya. Cewek cantik yang biasa biasa aja, tidak popular. Dia mempunyai tinggi rata rata cewek pada umumnya yaitu 163 cm, mempunyai badan yang tidak akan bertambah beratnya walaupun dia makan sebanyak apapun, kapanpun. Dia berkulit putih dengan rambut hitam panjang. Dia cantik, tetapi sulit bargaul. Dia cantik, tetapi tidak popular.

"woy jangan mejeng disini keles!"

"bisa baca gak sih, lama amat!"

"aw! Gak usah nginjek, sakit taik!"

"jangan di depan gua, njing!"

"mau gua jambak ya?!"

"apa lo nya?!"

Okay, mereka semakin ganas. Denia menggeleng tanda menyerah sebelum berperang. Denia berbalik arah, ingin melihat madding didaerah yang lain. Baru beberapa langkah berjalan, Ia dikejutkan oleh seseorang yang merangkulknya dari belakang.

"Cabe!" Denia menghempaskan tangan sahabatnya yang ada dipundak dengan kesal "Kebiasaan banget ngagetin orang"

Namanya Shafa shalsabilla dipanggil Caca, tapi Denia suka memanggilnya Cabe. Mereka sudah berteman sedari SMP. Entah beruntung atau memang takdir yang baik, mereka tak pernah berpisah kelas.

Caca itu lebih tinggi dari Denia. Dengan tinggi 168 cm dan badan yang berisi atau bisa dibilang sangat pas dengan tinggi badan. Tapi emang dasar Cacanya saja yang tidak bersyukur, dia suka mengeluh dengan badan yang menurutnya gendut. Tidak sering dia pun melakukan diet-diet yang berakhir gagal. Caca mempunyai rambut sebahu. Jika Denia sulit bergaul, Caca tidak. Dia pandai bergaul dan termasuk dalam list anak popular.

"hahaha maaf, maaf" Caca kembali merangkul Denia dan tersenyum senang "kita sekelas lagi, Dedee!"

"gak usah nebak nebak deh" Denia mengibas ngibaskan tangannya malas.

"gua liat di madding, bege" Caca memutar matanya terlihat kesal.

"tapi, tadi gua gak ada liat lo..." Denia mengerjap ngerjapkan matanya sedangkan keningnya berkerut terlihat mengingat sesuatu, kemudian Denia membulatkan matanya dan berteriak "DEMI APA TADI LO YANG KEINJEK CA?!"

"hampir aja gua jambak tuh orang. Sakit gila!" umpat Caca.

"WUAHAHAHA GANAS BENER CABE.." Denia tertawa kencang memegang perutnya. Caca berdecak kesal, meninggalkan Denia yang asik tertawa di ambang pintu kelas mereka. Kelas 12 ipa 5.

Dengan masih tertawa geli, Denia berjalan masuk. Ia mengernyitkan keningnya ketika merasakan suasana kelas yang hening menyeramkan. Denia menghentikan jalannya tepat didepan papan tulis, mencari sumber yang mengintimidasi kelasnya.

Denia melihat teman-temannya kompak menyibukkan diri dengan tidak menimbulkan suara apapun. Ada yang memainkan handphonenya, mencoret-coret buku, membaca novel dan sebagainya yang lain. Sampai tatapannya berhenti ke seorang lelaki tampan yang menatapnya tajam. Denia mengerjap ngerjapkan matanya ketika ikut merasakan apa yang teman temannya rasakan, terintimidasi.

'anak baru?' Tanya Denia dalam hati.

Denia berjalan mendekat lelaki itu dengan masih menatapnya. Bukan. Bukan untuk mengajak berkenalan, tetapi meja Denia tepat berada di depan meja anak baru tersebut. Tanpa sadar kini dia sudah berdiri disamping kursinya. Memiringkan kepalanya masih menatap intens anak baru.

Menatap dingin gadis di depannya yang memerhatikannya sedemikian rupa, lelaki itu bertanya sinis "kenapa?"

Denia mengerjap ngerjap kan matanya, sadar melakukan hal bodoh dia menggeleng dan duduk dikursinya. Mengumpat dalam hati merasa malu.

"Be, tadi lo liat namanya Tomy gak?" Tanya Denia yang matanya sudah menjelajahi seisi kelas lagi.

"enggak kok, dia gak sekelas kita"

Denia menghela napas lega. Melihat Caca yang sibuk dengan handphone ditangannya, Denia pun ikut mengeluarkan handphonenya dari saku. Dia membuka aplikasi Line.

Tomy A

Dede kelas mana?  -07.17 AM

De??  -07.20 AM

KOK KITA GK SEKELAS DEEE!!!   -07.32 AM

AKU MAU MINTA PINDAH TITIK   -07.33 AM

Denia sengaja mendengus keras-keras melihat pesan Tomy. Tomy Angkasa, mantan pacar Denia yang gak ikhlas diputusin. Tomy itu mantan pacar sekaligus mantan ketua kelasnya, Dimana mereka dekat karena Denia selaku sekretaris kelas.

"alay lo!" bentak Denia berapi api kepada handphonenya, seakan akan didepannya itu adalah Tomy.

"pasti kucing garong" ucap Caca tanpa mengalihkan tatapannya dari handphone.

"YA IYYALAH, SIAPA LAGI KALO BUKAN KUCING GARONG ALAY!" teriak Denia kalap. Membuat seluruh perhatian anak kelas terjatuh padanya. Denia yang belom menyadari kembali berteriak "IH KOK DIA BISA JADI MANTAN DEDE SIH, YA TUHAN!! DEDE SA-"

"brisik" suara dingin dari belakangnya membuat Denia tak mampu meneruskan teriakannya. Dengan wajah seakan terganggu, Denia mendelik tak suka pada lelaki dibelakangnya.

"lo siapa sih?" kini Denia sudah sepenuhnya menghadapkan badannya kearah lelaki itu "bukan ketua kelas kan?!"

Lelaki itu menatap tajam Denia, belom sempat dia mengeluarkan sepatah katapun, seorang guru masuk ke kelasnya. Denia pun membalikkan badannya setelah memisuhkan bibirnya, guna meledek lelaki didepannya. Lelaki itu menatap bagian belakang kepala Denia dengan dingin.

"selamat pagi!"

"pagi, bu!"

"okay, perkenalkan nama ibu Berta Tarana. Ibu mengajar Bahasa Inggris sekaligus walikelas kalian." Denia mendengar beberapa temannya berbisik bisik, kemudian bu Berta kembali melanjutkan "kita akan memilih ketua kelas, yang ingin mengajukan dirinya, diharapkan untuk maju kedepan"

***

"ih, kenapa sih ketua kelas kita harus cowok itu!" kesal Denia. Kini ia dan Caca sedang berjalan menuju tempat sumber makanan di SMA Trisakti, kantin.

"kenapa sih say, marah marah terus" Caca berjalan dengan mata yang focus pada handphone ditangannya, dia akhir-akhir ini sedang kecanduan salah satu game yang lagi hits. Satu-satunya alasan yang membuat dia belum menabrak orang atau tembok adalah gandengan Denia pada tangan kirinya.

"dia itu serem tau, Be" Denia bergidik ngeri begitu dia mengingat bagaimana seramnya kelas pagi tadi ketika dia masuk.

"tapi ganteng" perkataan tak acuh Caca membuat Denia mendelik, tetapi tak urung membenarkan dalam hati.

Suara-suara teriakkan orang yang meminta pesanannya memasuki telinga Denia dan Caca ketika mereka tiba di kantin.

"makan apa yaa.. bakso apa siomay?" Denia menggigit kuku jari tangannya bingung.

Caca memutar mata malas. Denia selalu begitu bingung ketika ingin makan. Dia akan membutuhkan waktu yang lama untuk berpikir.

"tapi mie ayam kayaknya enak" lanjut Denia ketika melihat adek kelas sedang memakan mie ayam dengan lahap dimeja dekat dia berdiri saat ini.

"sebodo amat, De" Caca meninggalkan Denia untuk memesan soto ayam.

"yah, Cabe. Kok Dede ditinggal" rengek Denia ditempat, tak sengaja matanya tertuju pada kios pakde Imam yang rame tapi hening. Terlihat sekali jika tidak ada yang berteriak dikios tersebut "oke fix, nasi goreng"



Sekretaris RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang