-2- Tersenyum

2.1K 124 0
                                    


"PAKDE I- eh" Denia menghentikan teriakkannya, Kaget ketika melihat Raka yang berdiri diantrean ketiga.

Raka Aldanis Pahlevi, anak baru yang menjadi ketua kelas dikelas Denia. Cowok dengan tinggi 170 cm, bermata tajam, suara tegas dengan kata kata pedas, dan pandai menebarkan aura yang membuat orang disekitarnya terintimidasi.

Raka yang posisinya membelakangi Denia, berbalik lalu menatap Denia datar "gak usah teriak-teriak"

'pantes disini hening, sumber aura yang tidak mengenakkan disini toh' Denia mangut-mangut sendiri, membuat Raka menaikkan alisnya.

"pakde, Denia mau nasi goreng sedengnya satu yaa" pesan Denia pelan, takut dimarahi cowok galak didepannya lagi. Tapi entah karna posisi Raka yang menutupi atau suara Denia yang pelan, pakde Imam tidak menanggapinya. Denia menggumam kesal "tuh kan, gak denger"

Raka menghela napas pelan, lalu menarik Denia hingga berdiri didepannya "tunggu aja"

Denia melotot mendapatkan perlakuan Raka yang tak terduga, Denia menggigit bibirnya tak percaya 'Raka baik juga ternyata'. Dia menoleh kebelakang sedikit, melihat apakah ada orang yang protes ketika dia memotong antrean. Lagi-lagi Denia mendapatkan keadaan yang hening, seakan ingat sesuatu ia menepuk keningnya dan bergumam pelan "dia kan serem, mana ada yang proteslah"

"apa?" Raka menundukkan kepalanya kesamping kuping kanan Denia, membuat ia gelagapan.

"enggak, gak ngomong apa-apa" Denia menggeleng-gelengkan kepalanya.

CUP..

Denia mengerjap-ngerjapkan matanya, dengan kepala menghadap kekanan dan bibir yang menempel pada pipi kiri Raka. Reflex, ia menjauhi Raka. Melihat kanan-kiri-depan-belakang Denia menghela napas lega, ketika tak ada yang menyadari adegan yang membuat pipinya memerah.

Bisa Denia lihat tatapan shock Raka, cepat-cepat Denia melangkah ingin kabur.

"mau kemana?" terlambat, Raka mencekal lengan Denia dan menariknya keposisi semula. Raka menarik tangan Denia guna mengelap pipi kirinya "tanggungjawab, najis nih"

Denia menarik tangannya kesal dan membuat gerakan seakan ingin memukul Raka. Memisuhkan bibirnya dan mendelik dia berbalik membelakangi Raka "bibir Dede gak suci lagi, mama"

Dan untuk pertama kalinya ketika memasuki SMA barunya Raka tersenyum.

***

Denia menatap seisi kelas dengan tatapan tak percaya. Pasalnya ini gak ada guru, dan ketua kelas tak ada. Suasana dimana seharusnya kelas seperti pasar. Tapi ini justru sebaliknya, tenang sekali "Raka effect, Be. Dahsyat yaa"

"bukan lagi" Caca bertepuk tangan pelan dan menggeleng-geleng "mungkin dia alpha werewolf"

"Cabe bege" Denia menoyor pala Caca, membuat Caca cengengesan.

Caca memutar tubuhnya kebelakang, yang diikuti Denia. Mereka menatap aneh seorang lelaki yang duduk dibelakang Caca. Lelaki itu sedang bermain game dihandphonenya.

Merasa diperhatikan, lelaki itu melirik dua cewek didepannya sekilas "apa?"

"tumben coeg gak ribut" Tanya Caca heran. Memang, biasanya cowok itulah yang menjadi sumber keributan dikelasnya.

Aditya Cakra, yang sekarang duduk sebangku dengan ketua kelas itu menggedik bahu acuh "gak boleh sama boss"

"hah?"

"De!"

Panggilan dengan namanya itu membuat Denia dan Caca kembali menghadap depan. Mereka melihat Raka yang sudah duduk dikursi meja guru, melambaikan tangannya menyuruh Denia mendekat.

Dengan pipi yang memerah karena mengingat adegan yang dia buat dikantin, Denia maju kedepan "apaan?"

Raka tersenyum miring ketika melihat rona merah cewek didepannya "tulis jadwal, gua diktein"

Denia cemberut ketika mengambil spidolnya yang diulurkan Raka. Inilah mengapa dia malas menjadi sekretaris kelas, tapi memang dasar nasib sial tulisannya yang bagus menjadikannya selalu terpilih "kita foto aja yuk, Ka. Masukin grup kelas deh. Gak usah repot-repot nulis kan"

"gak ada. Tulis!" perintahnya tegas.

"mager, Ka. Ya Allah" Denia menghela napas "yaudah sini kertasnya, gak usah didikte"

"enggak!" Raka menepis pelan tangan Denia yang terulur "cepet"

"iss.." mendelik tidak suka, Denia memilih menurut. Ia pun menulis dengan didikte oleh Raka yang kini berdiri menyamping menghadap Denia dan bersender pada papan tulis.

Dengan posisi tersebut, Raka menatap wajah Denia dengan leluasa. Untuk kedua kalinya hari ini, dia tersenyum

***

"dijemput siapa, De?" Tanya Caca ketika mereka berdua berjalan keluar kelas. Bel pulang sudah berbunyi lima menit lalu. Hari ini mereka pulang cepat karena jadwal baru dibagikan, membuat proses belajar-mengajar baru bisa dilakukan besok.

"biasa, mamang ojek" Denia nyengir.

"sama gua aja, gua bawa motor. Yuk" Caca menarik tangan Denia berbelok menuju lapangan parkir motor.

"Dede!"

Suara teriakkan itu membuat Denia dan Caca saling pandang. Seakan mengerti tatapan satu sama lain, mereka kompak berjalan cepat guna menghindari sumber suara.

"yah, yah De.. gua lupa naro kunci motor dimana" panic, Caca membongkar tasnya. Mengeluarkan isi-isinya, dari buku tulis, kotak pensil, parfum, sisir, dompet, liptint, lipgloss, dan sebagainya.

Denia menepuk keningnya pelan, mengumpat sifat pelupa Caca.

"De! Kamu ini dipanggil malah kabur" cowok yang tadi meneriakkan namanya itu kini sudah didepannya, protes tidak suka pada Denia.

Cowok itu Tomy Angkasa.

"apasih, Tom" Denia menatap cowok didepannya malas.

"aku tadi ngadep guru minta pindah kelas" cerita Tomy serius pada Denia.

"terus?" Tanya Denia tidak peduli, tatapannya focus pada kesibukkan Caca yang masih mencari kunci motor.

"gak dibolehin masa" Tomy menarik napas lelah, ketika dia mengingat sudah berjam-jam diruang guru tapi tidak membuahkan hasil apapun.

"Alhamdulillah"

"Dede!" bentak Tomy kesal "tarik perkataan kamu"

"iya aku tarik" ucap Denia memutar matanya.

Tomy kembali menghela napas lelah, dia mengambil tangan Denia "yaudah pulang sama aku"

Belom sempat Denia menjawab, auman motor yang melaju cepat melewati samping mereka membuat Tomy kaget dan melepaskan tangannya pada tangan Denia.

"WOY ANJING!" teriak Tomy marah.

Denia menatap motor hitam yang tadi melewati mereka. Dia seakan mengenali jaket biru navy yang dipakai oleh pemilik motor.

"ketemu" teriak girang Caca mengacungkan kunci motor ditangan kanannya, mengalihkan Denia juga Tomy yang menatap motor hitam tadi.

"aku pulang bareng Caca"

Sekretaris RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang