-6- berdegub kencang

1.7K 117 3
                                    

Denia berlari dengan mulut yang tidak berhenti mengumpat. Dia terlambat dihari senin! Kemungkinan anak-anak sudah pada baris sesuai kelas. Dia masih disini, berlari sendirian.

Lapangan upacara berada didalam, tepat berada ditengah antara gedung sekolah yang berbentuk persegi.

"Ini semua karena ayah! Barang adek kepagian bawa motornya cepet banget, eh barang adek kesiangan bawanya pelan banget, kesel!"

Denia kembali mengumpat ketika suara bu Ani yang suka memberi arahan baris-berbaris terdengar "siapa sih yang buat denah sekolahan, dari gerbang kedalem jauh banget! Nyebelin!"

Denia menaruh tasnya dibawah pohon bersama dengan belasan tas lain yang sudah dipastikan bahwa pemiliknya juga terlambat sepertinya.

"Denia lagi, Denia lagi.." pak Ari geleng-geleng kepala begitu Denia menyalaminya, dia menunjuk barisan yang khusus untuk anak yang terlambat "baris"

Denia nyengir dengan napas yang masih tersengal "iyya pak"

Denia memasuki barisan, matanya menjelajah mencari teman sekelas yang senasib. Tapi nihil.

Menghela napas, Denia memilih melirik barisan kelasnya. Tepat sekali, tatapannya bertemu langsung dengan mata tajam Raka.

Saat itu Denia merasa waktu berhenti. Angin berhembus sejuk. Jantungnya berdegub kencang.

Merasa aneh dengan dirinya, Denia memilih mundur selangkah. Berlindung disamping anak tinggi disebelahnya dari tatapan tajam Raka. Denia menyentuh dadanya, masih dapat dia rasakan deguban-deguban kencang.

"Gua kenapa sih!"

***

"Kenapa terlambat?" Raka berdiri ditengah pintu dengan tangan yang menyilang didada, menghalangi Denia yang ingin masuk.

Denia mengerjap begitu jantungnya kembali berdegub kencang. Demi tuhan, dia tidak pernah begini sebelumnya!

"Hei?" Raka mengernyit bingung begitu mendapati Denia yang diam mematung.

Denia yang tersadar menghela napas, berusaha membuat jantungnya berdegub dengan normal.

"lo kenapa sih?" tanya Raka heran.

Denia berdecak sebal "semuanya gara-gara lo! Sekarang minggir!"

Raka menaikkan alisnya begitu Denia memarahinya.

"Minggir deh, Ka!" bentak Denia lebih keras.

Raka menatap tajam Denia, membuatnya menelan ludah dengan susah payah. Denia kembali menghela napas begitu Raka menyingkir dari depannya memasuki kelas.

"semoga ini yang terakhir gua deg-degan, Aamiin.." Denia berjalan tiga langkah kemudian kembali berhenti begitu mengingat kalimat doanya "mati dong gua, astaga amit-amit.. Jangan yaa Allah ga jadi, Denia belum nikah belum punya anak cucu"

***

"weh, De!"

Denia menoleh ke arah pintu begitu mendapati pekikan nyaring seorang Caca.

"Suara cempreng banget, Ca. Kek bebek" ejek Bagas dari belakang kelas.

"Komen aja lo, taik" balas Caca tak kalah sewot.

"De! De! De!" Bagas memekik cempreng meniru suara Caca.


Caca memekik kesal "gua gak gitu ya!"

Denia menatap geli kedua manusia didekatnya yang suka beradu mulut.

"Udah, Be" lerai Denia ketika Caca dan Bagas yang masih saja berdebat setelah 10 menit lamanya.

"Bagas nih, mulutnya kek cewek aja. Nyinyir terus" omel Caca.

"Lo itu cewek lebay, alay" balas Bagas tidak mau kalah.

"Lo itu ya Gas, jadi cowok itu cool dong. Kek Raka, ya gak De?" Caca melototi Denia.

Denia menghela napas "iyya"

"Dede mah iya iyya aja, takut sama lo. Lo kan nyeremin" ejek Bagas.

"Uhh, lo ya" Caca mengambil kotak pensilnya hendak menimpuk Bagas, membuat cowok itu terbahak dan berlari keluar kelas.

"Udah napa, Be" Denia memutar mata lelah. Lelah mendengar keributan Caca dan Bagas yang terjadi setiap harinya dari kelas 10.

Caca menarik napas guna meredakan amarahnya, seakan mengingat sesuatu dia menggebrak meja Denia.

"Astaga Cabe! Kaget anjir" Denia mendelik, mengusap-usap dadanya.

"Gua baru inget kalo gua mau ngasih tau lo hot news , gara-gara Bagas setan nih hampir lupa" gerutu Caca.

"apa? Apa?? Cepetan Be, ada apaan?" cecar Denia yang penasaran.

"Biasa, bu" Caca menjitak kepala Denia gemas, membuat cewek itu misuh-misuh merasa sakit "Tomy udah gak sekolah disini"

Seketika pergerakan tangan Denia yang sedang mengelus kepala terhenti "demi apa, Be?" tanya nya lirih, merasa tidak percaya.

Caca menggedikkan bahu "katanya sih gitu, dia juga gak masuk hari ini"

"tapi, kenapa? Dia kan udah kelas tiga" Denia mengerjap-ngerjapkan matanya bingung.

"Nah itu.. Hoax kali" Caca menggedikan bahu acuh lagi.

Denia mengerutkan keningnya, berpikir keras. Seketika matanya bertemu dengan sepasang mata tajam yang baru memasuki kelas.
Sebersit dugaan alasan muncul dalam pikiran, membuat Denia menggeleng-gelengkan kepala.

"Gak usah mikir terlalu keras, kepala lo berasep" ucap Raka yang melewatinya.

Denia mendelik kepada Raka yang sudah duduk dibelakangnya dan memekik kesal "gak mungkin, gila"

Sekretaris RakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang