Matsuri melangkah lesu saat ia memasuki kampus pagi itu. Sebenarnya ia tidak tahu apa dirinya harus bahagia atau berduka. Disatu sisi dia bahagia karena pada akhirnya skripsi yang telah ia susun dengan susah payah disetujui Gaara sehingga ia bisa langsung mengajukan sidang dalam waktu cepat, namun disisi lainnya semalam pemilik apartemen bobrok tempat tinggal Matsuri mendatangi kamarnya dan mengatakan bahwa bangunan itu akan dihancurkan karena sudah tua. Induk semang memintanya segera pindah karena tukang konstruksi akan mulai membongkarnya minggu depan.
Kepala Matsuri terasa pecah. Ia butuh banyak biaya sedang uang di dompetnya semakin terkuras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan sambilannya pun terpaksa ia kurangi karena kesibukannya mengurus skripsi. Biaya sewa apartemen yang baru, biaya pindahan, biaya sidang dan wisuda...
"Awaaaasss!!"
Bersama dengan teriakan itu Matsuri merasakan tubuhnya terdorong hingga membentur aspal dengan kasar. Matsuri merintih tertahan lalu dalam hitungan detik sekujur tubuhnya bertambah sakit.
"Kau baik-baik saja?" Tanya seorang wanita dengan nada khawatir yang dibuat-buat.
Sengaja! Matsuri sadar bahwa wanita itu menabraknya dengan sengaja. Ini bukan cerita baru, jadi dengan kekuatan tersisa Matsuri mencoba menahan rasa ngilu di seluruh tubuhnya dan berdiri tanpa menangkap tangan yang terulur padanya. Setelah merapikan kembali pakaiannya Matsuri tersenyum sinis pada wanita yang melihatnya dengan tatapan puas.
"Aku baik-baik saja." Lalu meneruskan langkahnya seakan tabrakan itu tidak berpengaruh apa-apa. Matsuri mencoba menahan perasaannya karena percuma saja ia marah-marah dan memulai pertengkaran karena pada akhirnya Matsuri yang akan diperlakukan tidak adil.
'Aku kan sudah minta maaf kenapa kau malah marah, sih? Cuma lecet sedikit kan? Kenapa? kau mau minta uang kompensasi? tenang saja aku pasti akan memberikanmu jumlah yang sepadan.'
Mungkin wanita gila itu akan menjawab omelan Matsuri dan menginjak-injak harga dirinya. Matsuri memang miskin, dan lecet sedikit ini telah membuat satu-satunya kaus lengan panjang yang dimiliki Matsuri sobek di bagian sikunya. Kaus yang bisa dibeli wanita gila itu seperti membeli permen sedangkan Matsuri harus menabung sebulan penuh untuk bisa memilikinya.
"Kau sengaja menabraknya ya?" Seru wanita lain terdengar kaget. "Kalau dia kenapa-kenapa bagaimana, dasar bodoh!"
"Ya syukur deh, memang itu tujuannya kan? Lagian jadi cewek sok kecentilan gak sadar keadaan aja tuh anak. Miskin aja sombong."
Matsuri mengepalkan tangannya dan mati-matian menahan dirinya yang sudah siap menghajar mulut nyinyir ja**ng satu itu.
Suara dering telepon membuat perhatian Matsuri teralihkan. Ia menatap layar ponsel dan mendapatkan nama Gaara di sana. "Hallo?"
"Kau sudah mendapatkan formulirnya kan?"
"Iya."
"Bagus. Cepat kemari, aku tidak punya waktu banyak hari ini."
"Baiklah. Aku akan keruangan sensei sepuluh menit lagi."
Setelah telepon terputus, Matsuri berlari menuju gedung administrasi untuk meminta formulir pengajuan sidang dan meminta tandatangan dosen pembimbingnya. Tidak seperti biasanya, hari itu lapangan di depan kantor rektorat tiba-tiba dipenuhi orang-orang yang membawa kamera. Matsuri mengamati para wartawan dengan kening berkerut. Memangnya kampus mengadakan acara apa sampai meminta wartawan untuk meliput?
Setelah melewati barisan wartawan yang berkerumun, Matsuri berlari menuju pintu lift yang terbuka dan memencet angka empat. Suasana di lantai empat sepi karena hari masih pagi dan para dosen, penghuni lantai empat, cenderung datang lebih siang. Hari itu Matsuri datang pagi atas permintaan Gaara yang menyuruhnya ke kampus sepagi mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
All about Marriage
Fanfic"Kalau boleh jujur, suamiku... sebenarnya untuk apa kita menikah jika kau tidak pernah berubah?" Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Matsuri untuk memahami sisi lain seorang Gaara-sama. Naruto (c) Kishimoto Masashi Repost from ffn.net