Ch.11: Haus Darah -part 3

1.2K 106 4
                                    



Mendengar suara Mika, aku mundur perlahan sebelum berlari tanpa suara ke dalam bilik kamar mandi. Aku harus sembunyi disini sampai mereka yakin aku nggak ada disini.

Nggak! Aku membuka pintu bilik dan keluar lagi. Kalau mereka melihat ada bilik tertutup, mereka pasti mengira kalau itu aku dan menunggui biliknya. Kemana aku harus pergi?

Saat itulah tertangkap oleh mataku sebuah pintu di ujung lorong kamar mandi, warnanya sewarna dengan cat tembok lorong, nyaris nggak kelihatan. Ukuran ruangannya kelihatan terlalu kecil untuk sebuah WC.

Gudang!!

Aku membuka pintu tersebut, menampakkan ruangan kecil dibaliknya yang dipenuhi sapu, botol-botolan dan tumpukan ember kotor. Gudang ini lebih tepat disebut tempat pembuangan barang tak terpakai. Kujejalkan dengan paksa badanku diantara pel-pel usang disitu, dan menutup pintu gudang dari dalam. Dalam hati aku berdoa sungguh-sungguh agar tidak menemukan laba-laba disini.

Tak lama bunyi langkah kaki dan suara Mika terdengar jelas di dalam lorong kamar mandi.

"Riii? Kamu disini ya?"

Sejenak hening. "Lah..? Nggak ada siapa-siapa tuh disini?"

Aku mendengar Mika berjalan lagi, kali ini mendekat kearahku.

"Huuh, si Rirei kemana, sih?" Suaranya terdengar begitu dekat. Mika berhenti berjalan tepat setelah dia mengucapkan kalimat itu. Pasti saat ini Mika sedang berkaca di kaca yang ada didekat pintu gudang.

Sekarang kami berdua hanya berjarak sekitar 2 langkah dan hanya dibatasi oleh pintu kayu yang tipis ini.Aku menutup mulutku agar suara nafasku tidak terdengar. Tempat ini terlalu sunyi hingga aku khawatir detak jantungku bisa terdengar hingga tempat Mika berdiri. Detik-detik menegangkan itu berlalu sangat lambat, hingga tiba-tiba terdengar suara Kirana memanggil Mika dari luar.

"Mika, buruan!" terdengar sayup-sayup suara Kirana.

"Sabaar!" Mika menjawab dengan nyaring. Setelah itu, terdengar suara langkah kaki berjalan keluar.

Aku menghela napas lega. Kubuka pintu gudang sambil menggosok debu yang menempel di bajuku. Oke. Sekarang aku harus keluar sebelum ada orang yang masuk ke kamar mandi ini lagi.

Aku keluar pelan-pelan seperti ninja. Bagus, nggak ada siapa-siapa disini. Aku pun berlari cepat tanpa suara menuju gedung B. Tepat saat aku akan berbalik di lorong itu, aku mendengar sebuah panggilan keras dibelakangku.

"Lah, itu bukannya Rirei?"

Suara itu sudah cukup untuk membuatku membeku. Nadia melihatku saat aku sedang menikung di lorong.

"Rireeei..!?"

"Sial!" Aku segera mengambil langkah seribu dari sana.

"Tuh! Ada suara orang lari!" terdengar Mika menyahut.

Rasanya aku bisa mendengar empat orang ikut berlari kearahku. Kali ini aku berlari secepat yang kubisa, menaiki tangga ke lantai atas, dan berbelok di lorong yang kosong untuk menyesatkan mereka. Untung gedung B hanya berisi lab-lab dan ruangan yang jarang terpakai.

"Tadi kayaknya Rirei belok sini, deh?" Ucap Nadia.

Suara langkah dari empat orang kembali mengejarku yang sedang menyelinap dari ruangan kosong. Entah kenapa pula mereka nggak berhenti mengejarku, padahal mereka belum tahu bahwa itu benar-benar aku. tak ada yang bisa kulakukan selain menghindari kejaran mereka sambil berusaha melupakan sakit kepalaku dan mataku yang panas.

"Emang itu beneran Rirei? Kalo iya ngapain juga dia kabur dari kita?" Sayup-sayup suara Mika terdengar beberapa meter dariku yang sedang berhenti dan mengatur napasku.

"Ya, mana aku tahu... eh, kayaknya tadi aku denger suara kaki ke arah sini, deh."

Astaga... yang bener aja... udah cukup kejar-kejarannya...! Umpatku dalam hati sembari memaksa kakiku untuk kembali bergerak. Kali ini aku hanya punya dua pilihan tempat untuk dituju. pergi ke tangga menuju lantai 3 di arah kanan, atau pergi ke sebuah lorong di sisi kiriku.

"Rireei...? kamu ada disini nggak..?" Suara kaki-kaki yang menaiki tangga itu memaksaku untuk bergerak.

Kuputuskan untuk bersembunyi di lorong. maka aku pun berlari kecil menuju lorong itu, dan berbalik ke lorong tepat sesaat sebelum Nadia dan yang lain tiba di lantai 2. Rupanya lorong itu berakhir di sebuah balkon kecil yang menghadap gedung A.

"Lorong buntu, ya?" gumamku cepat sebelum mataku menangkap sebuah ruangan dengan papan pengenal yang bertuliskan 'Ruang UKS'. cahaya lampu berwarna putih keluar dari sela-sela jendela ruangan, menandakan bahwa ruangan itu setidaknya masih terpakai.

Aku pun berjalan cepat menuju ruang UKS dan meraih gagang pintunya... dan sialnya, pintunya benar-benar terkunci.






Vampiric Love (GxG)Where stories live. Discover now