Bab 4a : I will struggle for you

305 50 35
                                    

Hana POV
Saat ini aku lagi di dalam kelas untuk bersembunyi. Sebenarnya dari tadi bel sudah berbunyi, tapi aku malas pulang bersama kak Rian.

Kalau kalian nanya Naya mana, tadi udah kuusir duluan dia. Lagian dia interogasi aku mulu sih.

"Gue tau lo didalam." ucap seseorang dari luar.

Huh.. Pasti kak Rian.
Kenapa ya dia selalu mudah nemuin aku?
Kurasa dia taruh GPS ditubuhku.
Mungkin sajakan...

"Ayok." ucapnya singkat ketika sampai dihadapanku.

Nih orang kaku banget kayak robot.

"Hmm." balasku sambil berjalan mendahuluinya.

Tiba-tiba kak Rian mengengam tanganku dari belakang, kemudian menyusulku sampai sejajar denganku.

"Kak, bisa gak sih gak usah pegang-pegang." ucapku sambil berusaha melepaskan gengamannya.
Tetapi kak Rian malah mempererat gengamannya.

"Stop jadi keras kepala." ucapnya datar sambil memandang lurus ke depan.

"Kakak gak pernah ngaca? Kakak kali yang keras kepala." balasku menatapnya.

"Nurut." balasnya singkat membalas pandanganku.

Heh... ngeselin.
Untung ganteng.
Eh...??

"Rian!!" teriak seseorang dari belakang ketika kami sampai di parkiran.

Kalian tau siapa yang datang? Itu kak Bian.

Kak Bian itu salah satu Most Wanted di sekolahku. Dia itu kapten basket sekolah.

Biar ku beritahu satu rahasia.
Sebenarnya...
Aku pernah nembak kak Bian.

Tapi gak ditanggepin.
Karena aku nembaknya waktu hari Valentine.
Ck, aku paling benci mengingat hari itu.

"Besok pertandingan basket, lo harus ikut!" ucapnya ketika sudah sampai dihadapan kami.

Kalian tau respon kak Rian apa? Dia hanya memandangku dengan tatapan datar.

"Gak nerima penolakan." lanjut kak Bian ketika ia merasa kak Rian akan menolak.

Kok aku merasa akan ada perang dunia ke dua ya?

"Lo gak berhak maksa gue." balas kak Rian dingin.

"Pelatih yang nyuruh. Lo mau ngecewain pelatih kita?" jawab kak Bian datar.

Entah kenapa gue merasa, gue berada di kutub Utara. Dingin banget tatapan mereka berdua.

Bukannya membalas ucapan kak Bian. Kak Rian justru menatapku dengan tatapan datar.

Kak Bian yang merasa kak Rian mengabaikannya, mengalihkan tatapannya ke aku.

"Lo siapa?" tanya kak Bian datar.

Ish, aku dilupain gitu aja?!
Padahal dulukan perlu perjuangan buat nembak Kak Bian walau dari surat. Mungkin karna banyak yang nembak Kak Bian juga, wajar, aku hanyalah salah satu dari banyak perempuan yang menembak dia sewaktu itu. Mungkin saja juga surat yang kutulis dengan penuh kasih itu tidak dibaca melainkan dibuang ke tong sampah. Sungguh pemikiran yang positif.

Tapi baguslah kak Bian lupa. Jadinya gak canggung ketemu kak Bian.

"Namaku Gerhana." jawabku sambil mengangkat tangan bermaksud berkenalan.

Kak Rian yang melihat tanganku terangkat langsung menggenggamnya.

Eh...
Maksudnya apaan sih?

"Gak usah modus!" ketusnya kepadaku.

"Siapa yang modus?! Gak ngaca ya?!" balasku kesal.

"Diam." ujarnya dingin.

Kak Bian yang melihat perdebatan kami hanya mengangkat sebelah alisnya.
So cool!

"Mata dikondisikan." lanjut kak Rian dingin.

Ish, nih orang ngeselin banget! Lagian rezeki lihat cogan gak boleh dilewatkan.

"Stop it! Gue gak punya banyak waktu." sela kak Bian.

"Emang gue bisa nolak?" jawab kak Rian singkat.

Kak Bian mengalihkan tatapannya ke arahku. Lalu melakukan suatu hal tak terduga yaitu melepaskan genggaman tangan kak Rian.

"Gue Bian." ujarnya sambil menjabat tanganku.

Ya ampun...
Aku gak akan cuci tangan seminggu.

Kak Rian yang melihat itu terjadi, hanya menatapku tajam.

"Gue merasa lo berubah, Dim." ucap kak Bian setelah melepas genggaman tanganku.

Setelah itu kak Bian meninggalkan aku dan kak Rian.

Dim..?
Maksudnya Dimaskah?

"Gue juga merasa gue berubah, An." gumam kak Rian.

"Ayo." ucapnya sambil menyerahkan helm kepadaku.

Setelah menempuh waktu sekitar sepuluh menit kami pun sampai depan rumahku.

Kalau kalian nanya, dari mana kak Rian tau rumahku, aku tak tau pasti.
Kurasa dia menanyakannya pada papa sewaktu acara kemarin.

"Besok temenin." ucapnya ketika aku sudah turun dari motornya.

"Emang gue bisa nolak?" kataku menirukan gaya bicaranya seperti tadi.

Kulihat kak Rian tersenyum tipis.
Dari mana aku tau?
Soalnya jika kak Rian tersenyum, maka matanya akan ikut bekerja juga.

"Masuk gih." ucapnya lesu.

"Ngusir?" tanyaku dengan nada kesal dibuat - buat.

Bukannya apa - apa, aku merasa kak Rian lagi butuh hiburan.

"Kenapa? Takut kangen?" tanya kak Rian sambil tersenyum kecil setelah melepaskan helm.

Ya ampun, senyumnya buat aku meleleh.







Entah kenapa gue sakit
saat lihat lo sedih

Hola!
Author pemula kembali
Terima kasih karena telah meninggalkan jejak.

My Crazy DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang