Chapter 1

220 11 2
                                    

Author's POV

30 tahun kemudian

Hari sangat serah, matahari tidak begitu menyengat, awan-awan merindangkan suasana. Kini semua orang telah berkumpul di halaman sekolah untuk mengadakan acara wisuda mereka. Di acara itu hanya ada tawa, senyum, dan muka bahagia.

Hari yang sangat dibanggakan Angkatan 25. 

Saat Pak Haryo naik ke atas panggung, semua siswa kelulusan menahan nafas mereka.

"Selamat angkatan 25, dengan ini saya menyatakan kalian LULUS!!!" seru Pak Haryo.

Semua murid bertepuk tangan gembira sambil melempar topi toga mereka ke udara, mereka sanngat lega dan gembira mendengar pernyataan Pak Haryo.

"Kita berhasil!" seru Maya gembira sambil memeluk Anasya.

Maya's POV

Aku tidak percaya ini, aku lulus. Aku sangat gembira, aku tidak percaya ini! Aku, lulus! LULUS!

Aku berahli menatap Anasya yang tersenyum gembira. Setelah kejadiannya bersama dengan Stevan entah mengapa aku merasa Anasya kehampaan, padahal ia dan Stevan baru kenal 2 hari saja sebelum Stevan pergi ke sisi lain.

Aku tidak tau apa yang Stevan tunjukkan kepada Anasya. Lagian aku bukan seorang indigo seperti dirinya. Aku hanya gadis biasa yang berteman dengan seseorang orang yang kebetulan seorang indigo dan menyelamatkan seantro sekolah dari amarah Stevan 3 tahun yang lalu.

Percayalah 3 tahun yang lalu amarah Stevan menyebabkan kerusakan yang amat parah di sekolah.

Atap runtuh, lampu pecah, kebarakan, dan kebocoran. Kami hampir berfikir kalau kami tidak akan selamat dari katastropi itu, tapi kami selamat. Terima kasih pada Anasya.

Anasya's POV

Akhirnya aku lulus juga, rasanya baru kemarin aku bertemu dengan Stevan dan membantunya memaafkan Alfons atas perbuatannya.

Aku cukup merindukannya, sebagai sahabat tentunya. Tapi agar dia bisa damai total, aku harus merelakannya.

Aku berahli menatap Alfons yang sedang berpelukan bersama dengan Glisel, mereka tampak sangat bahagia dan cocok. Sesuai dengan janjiku kepada Stevan 3 tahun yang lalu, aku memberitahu Alfons pesan-pesan yang Stevan ingin sampaikan kepadanya.

"Aku berjanji, Stevan." Jawab Alfons saat itu.

"Anasya!" panggil seseorang dengan suara familier di telingaku.

Saat aku mau berbalik ke sumber suara, Maya sudah langsung menyerbuku dengan pelukannya itu.

"Kita berhasil!" seru Maya gembira.

"Hei, Ana." Sapa Domi yang sudah di hadapan kami.

Maya dengan sontak mempererat pelukannya hingga membuatku tercekik dan menenggelamkan wajahnya ke punggungku.

Aku tau Maya jatuh hati pada Domi tapi jangan bunuh aku dong!

"Maya, aku sesak." Ucapku dengan suara serak.

"Ups! Maaf." Ujarnya sambil melepaskan pelukan mautnya.

Domi's POV

Aku akan melakukannya, aku akan mengajaknya makan malam dan menembaknya. Aku gugup sekali. Aku juga ingin menebus kesalahanku karena menabraknya dan meninggalkannya di lantai dengan semua buku uang ia bawa berserakan di lantai 3 tahun yang lalu.

Dan lebih parahnya aku hanya berkata 'Oh, maaf.' saja dan tidak membantunya berdiri serta mengambil buku-bukunya.

Sangat bodoh. Ya gadis itu adalah Anasya. Semejak Anasya menyelamatkan Maya, Alfons, dan Stevan ia mulai menjadi populer di sekolah. Sebagai balasannya kami merahasiakan indigonya dari masyarakat agar tidak di anggap aneh.

"Anasya!" panggilku

Saat aku mau mendekatinya tiba-tiba Maya memeluknya.

"Kita berhasil!" seru Maya gembira

Anasya hanya meresponnya dengan kikikannya saja. Dua gadis? Wow aku semakin tambah gugup saja. Dengan semua sisa keberanian yang masih aku punya, aku menghampiri mereka.

"Hei, Ana." Sapaku sambil mencoba untuk menetralkan diriku.

"Maya, aku sesak." Ucapnya dengan suara serak.

"Ups! Maaf." Ucap Maya sambil melepaskan Anasya.

"Aku bisa gak bicara sama kami bentar?" tanyaku. Gugup.

Sungguh keberadaan Maya membuat nyaliku menciut dan tidak nyaman. Apa lagi tatapan yang ia berikan sangat meresahkan.

Anasya's POV

Maya masih menatap Domi berbinar-binar walaupun aku sudah mengkodekan Maya untuk meninggalkan kami berdua. Aku menyeringai sambil memutar bola mataku.

"Apa yang kau ingin bicarakan?" tanyaku

"Bisa berduaan?" tanya Domi sambil melirik Maya sekilas namun jelas.

Aku kembali menatap Maya, sepertinya ia sedang berada di dunia khayalannya.

"Nah, dia tidak akan mengganggu, dia sedang sibuk di dunianya." Ucapku

"Ada beberapa hal yang kau ingin ceritakan sekalian menebus kesalahanku 3 tahun yang lalu." Ucapnya dengan nada bersalah.

"Ah, tidak masalah. Itu kan sudah masa lalu ngapain di ingat lagi?"

"Kamu malam ini bebas tidak?" tanyanya gugup seraya tidak mendengarkan ucapabku tadi.

"Ya, aku bebas."

"Bagus, aku akan menjemputmu jam 7?"

"Tentu, apa yang-"

"Sampai jumpa!"

Dia tidak membiarkan aku menyelesaikan pertanyaanku, aneh. Ini baru pertama kalinya. Aku kembali  menatap Maya. Argh..., ia masih melamun.

"Bumi kepada Maya. Maya? Maya." Panggilku sambil melambaikan tanganku di depan wajahnya. 

"Dimana Dominik? Dimana Dominik?"

Akhirnya ia sadar juga. Aku pun mengajaknya berjalan.

"Dia sudah pergi."

"Apa yang ia katakan kepadamu?"

"Ia ingin berbicara denganku nanti malam."

"Oh. Lewat HP?"

"Gak, katanya ia akan menjemputku jam 7 nanti."

"Boleh aku ikut? tanyanya dengan mata anjing yang tak ku tahankan.

"Jangan mata itu." Pintaku

Dia sangat lucu. Lebih parahnya lagi ia semakin memperdalami  matanya itu. Aku tidak tahan lagi.

"Baiklah."

"Yes!"

Author's POV

Tanpa mereka sadari ada sosok yang sedari tadi menatap dan mengupingi percakapan mereka dari pohon yang ia tumpangi.

Sosok itu berkulit putih pucat, rambutnya hitam panjang, poninya menutupi matanya, kaki telanjang tanpa alas kaki, pakaiannya putih sampai betis, dan bibirnya sangat merah bagaikan darah.

"Cinta segitiga, ini akan menjadi menyenangkan." Ucap sosok itu sambil memperlihatkan taringnya yang runcing sambil tertawa licik.

Gadis 2 Dimensi: Campus HorrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang