Chapter 5

81 7 0
                                    

Maya's POV

Dimana Anasya dan Dominick? Mereka telah pergi selama tiga puluh menit lebih.

Aku melirik jam tanganku yang melingkar di pergelangan tanganku dengan sempurna.

Jam menunjukkan pukul sembilan tiga puluh.

Uh.., mengapa mereka lama sekali?

Saat aku menyapu pemandanganku, pandanganku terjatuh pada seseorang yang sangat aku cintai..

Dominick..

Tanpa berpikir panjang dan heran akan kekhawatiran serta keputusasaan yang melukiskan wajah Dominick.

Aku memanggilnya

"DOMINICK!" seruku.

Domi pun menatapku dan menghampiriku. Saat ia semakin mendekat, aku dapat melihat pipi kirinya menjadi merah, dan ada cetakan tangan yang menghias disana.

Apakah itu tangan Anasya?

"Hei, apakah kau lihat Anasya?" tanya Domnick langsung ke inti.

"Tidak, apa yang terjadi?" tanyaku.

Pasti ada sesuatu yang aku tidak tahu. Aku tahu itu.

"Anasya menamparku."

Mataku membulat dengan sempurna. Tanpa aku sadari, aku sontak berdiri dan menghentakkan meja makan hingga mejaku menjadi pusat perhatian. Apa yang Domi telah lakukan? Anasya tidak pernah seenaknya menampar orang tanpa alasan yang kongkret.

"Apa?! Anasya menamparmu?! Apa yang terjadi, Dom?! Apa yang kau lakukan?! Anasya tidak pernah seenak jidat menampar orang tanpa alasan yang tepat! Apa yang kau lakukan?!" serangku.

"Aku hanya berkata bahwa aku mencintainya dan memintanya menjadi pacarku. Itu sa--"

Plaak..

Tanpa aku sadari, aku menampar pipi kanan Dominick hingga pipinya dua kali panas dan merah.

Rasakan itu!

"Ouww..! Itu buat apa?!" tanya protes Dominick.

"Itu untuk Anasya!"

Plaak...

Aku menampar pipi kirinya.

Domi terkejut dan menatapku tidak percaya.

"Itu untuk tidak peka!"

Saat aku hendak melayangkan tamparanku lagi pada wajahnya yang sangat tampan itu, tiba-tiba Domi mencekal tanganku.

"Apa yang kau katakan?" tanya Domi.

Aku menatapnya dengan datar. Aku sudah muak dengan cinta tepuk sebelah tangan ini.

Aku menghempaskan tanganku dari dirinya. Dengan amarah, aku mengambil gelas yang berisi air putih dan menyiram wajah Dominick.

Wajah dan pakaian Dominick menjadi basah. Aku tidak percaya bahwa aku yang melakukan itu.

Aku sudah cukup.

Sudah muak.

Aku sudah melakukan banyak cara agar Domi sadar bahwa aku mencintainya, namun, Domi tidak pernah sekali menatapku selama hampir tiga tahun ini.

Dia membuatku muak.

"Itu untuk hatiku!" bentakku sebelum pergi meninggalkan Domi seperti orang bodoh disana.

Dominick's POV

"Itu untuk hatiku!"

Maya lalu pergi meninggalkan diriku seperti orang bodoh disana. Pertama Anasya, lalu Maya?

Dan, apakah Maya barusan berkata bahwa ia mencintaiku secara tersirat?

Aku bahkan tidak pernah menyangka jika Maya menyukaiku.

Wow. Aku merasa seperti orang idiot sekarang.

Aku menatap punggung Maya yang terus menjauh dariku, sedangkan aku masih berada di tempatku mencoba untuk mencerna apa yang barusan terjadi disini.

Tak lama kemudian, setelah Maya menghilang dari ambang pintu. Semua orang kembali ke aktivitas mereka masing-masing seakan tidak ada yang terjadi.

Aku kemudian menjatuhkan bokongku pada kursiku sebelumnya.

Wow, aku orang bodoh, batinku.

"Psst... Hei!" ucap seseorang dati belakangku.

Saat aku menoleh siapa yang memanggilku. Ternyata itu adalah kakek tua yang menjadi langganan restoran keluargaku.

Oh, aku lupa. Atau apakah aku sudah bilang kepada kalian? Restoran yang seharusnya menjadi tempat dimana aku dan Anasya mulai menjalin hubungan kamu adalah restoran keluargaku.

The Marquest..

Kembali ke kakek tua itu.

"Jika aku menjadi kau, aku pasti akan langsung mengejarnya sebelum kehilangan dirinya," ucap kakek itu.

Dia cukup benar.

Aku menganggukkan kepalaku sebagai balasan ucapan kakek itu sebelum kembali diam sejenak.

Aku? Mengejarnya? Sebelum kehilangan dirinya? Maya?

Aku menghela nafas jenggah.

Kalian tahu, kakek itu benar. Tapi, hatiku masih memanggil-manggil nama Anasya.

Aku mencintai Anasya, sangat. Aku bahkan rela mati untuknya. Tapi, jika Maya, dia memang pintar, lucu, imut, dan unik. Aku sudah senang menjadi temannya. Tapi, jika menjadi pacarku, aku tidak tahu.

Entah mengapa melihatnya seperti itu membuatku ingin menghentikannya dan memeluknya erat serta enggan untuk melepasnya.

Apa yang terjadi padaku?

Aku mencintai Anasya! Bukan Maya! Maya hanyalah temanku saja! Bukankah begitu?

Bukankah.. begitu..?

Mengapa aku merasa bimbang sekarang? Aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Perasaan apa ini? Gulatan batinku semakin bertambah.

Aku ingin mengejar Maya. Namun, sepertinya sudah terlambat.

Aku membutuhkan waktu untuk mencerna semua ini.

Maya..

Mayang Sinopati..

Oh, masa bodoh dengan ini semua! Aku bangkit dari kursiku dan berlari menuju pintu utama mengejar Maya.

"MAYA!!" seruku.

Saat aku berada di pintu utama. Aku tidak dapat menemukannya. Dia sudah pergi.

Aku lalu menoleh pada petugas yang sedang bertugas di depan. Aku berjalan ke arahnya dan mengangkat kerah bajunya.

"Dimana dia?!" tanyaku dengan aura penuh ancaman.

"D-dia siapa,Tuan?" tanya petugas itu ketakutan.

"Kau tahu siapa! Gadis merah yang bersama denganku tadi!"

"Di-dia su-su-sudah pergi, Tuan."

Aku menghempaskan kerah bajunya dengan ganas. Dengan amarah dan kegagalan, aku meninju salah satu batu marmer yang berada disana dengan keras tanpa berpikir panjang.

Brung..

"Ah," piluku.

Aku memang orang idiot.

-----
Hai...
Ini kelanjutannya..

Jangan lupa VOTE bab yang kau suka

Jangan lupa Vote ya..

Gadis 2 Dimensi: Campus HorrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang