September 2011
aku akhirnya memberanikan diri untuk melawan kenyataan dan dunia setelah hibernasiku yang panjang. ada beberapa hal yang begitu menguatkanku sampai akhirnya berani untuk bangun kembali, Nenekku yang lelah melihatku terus tertidur, dan tangisan ibuku di telpon. aku lupa ternyata sebuah alasan untuk bahagia bisa hadir dari dimensi hidup yang mereka bagi.
Hari ini adalah hari pertama kampus memulai kegiatan belajarnya, aku memasuki kampusku dengan beberapa ketakutan yang terendap. Aku ingat bagaimana tatapan teman-teman panitia penerimaan maba melihatku dengan mata tidak biasa, seperti sinis membicaraan kebodohan yang aku lakukan.
aku hanya mendiamkannya dengan menikmati menangkap momen di dalam kameraku, setelah kupikir kembali, ternyata aku tidak pernah benar-benar merasa sendirian. Kesendirianku sekalipun kutangkap dengan beberapa momen dalam kamera dslr kesayangan yang kumiliki, walaupun keraguanku mulai timbul, karena aku ingat aku bukanlah orang yang konsisten dengan hobi.
sebuah pesan singkat dari teman mengingatkanku untuk masuk kelas siang ini, mahasiswa baru sedang euforia bersama kakak - kakak leting yang mereka kenal, beberapa juga menyapaku, seorang photografer lepas dalam acara penerimaan maba, beberapa mereka setidaknya mengenal seorang kakak leting dengan gaya paling sesuka hati yang pernah mereka liat, menggunakan celana jeans yang sobek, rambut yang gondrong, kemeja hitam yang agak kumuh dengan topi di kepala dan kamera di tangannya.
Mereka sedang duduk dan minum-minum mengenang hari-hari mereka kemarin di kantin kampus, beberapa menyapa dan memanggilku, aku hanya mengangkat tangan dan mengatakan akan menuju kelas. alasan sebenarnya bukan aku tidak ingin duduk bersama mereka, tapi keinginanku untuk menjauh dari boneka hujan yang membuatku tidak pergi kesana.
aku berlalu memasuki lobi kampus dan menuju kelas. Ternyata kosong dan beberapa teman mengatakan bahwa kelas belum di mulai minggu ini. kesalahanku sebagai manusia adalah tidak mudah berbaur dengan yang lain, ditambah dengan suasana hati seperti bulan september yang dingin dan sendu, aku memutuskan untuk kembali ke lobi kampus dan duduk di kursi panjang.
hayalan liarku mulai terbangun kembali melihat betapa luasnya lobi kampus ini, aku ingat bagaimana aku pertama kali melihat boneka hujan bernyanyi saat aku menjadi mahasiswa baru di tahun lalu, mengingat percakapan pertama kami di lobi kampus ini pertama kali.
kemudian seseorang datang memukul pundakku, aku melihatnya dengan lekat, apa benar aku mengenal anak laki-laki satu ini, dia memasang muka tidak enek, terlihat segan seperti takut kena semprot tapi harus dia lakukan.
DIa bertanya padaku caranya mengisi KRS yang salah, ternyata dia adalah salah satu mahasiswa baru, dan mengingat mukaku sehingga memintaku untuk membantunya, aku kemudian tersenyum dan berdiri untuk membantunya, aku menunjukkan beberapa hal yang harus dia lakukan untuk bisa mengisi krs, aku beberapa kali menunjuk ke Arah mading Kampus juga ke arah ruangan bidang akademik, anak lelaki ini mengangguk pelan dan memahami yang aku katakan, dia kemudian berterimakasih dan pergi.
aku kemudian menyenderkan tubuhku pada sebuah meja, mataku masih terasa sangat kabur, keberhasilanku memecahkan kacamataku semalam karena emosi membuatku menjadi lelaki yang tidak menandai orang di lobi, untuk hari ini aku siap di Hakimi menjadi anak laki-laki yang sombong.
Di depanku, ada 3 anak perempuan yang sedang berbicara dan bercakap-cakap dan salah satu dari mereka menatapku, aku tidak memperdulikannya, aku membiarkannya terus melihatku, aku ingin berbalik dan berbenah, sepertinya tidur akan jadi hal menyenangkan, sebelum maghrib datang.
"Hei anak sombong"
Sebuah suara kemudian menyadarkanku, suara yang begitu jelas sudah lama tidak aku dengar, aku berbalik dan melihat senyum itu merekah di depan wajahku,
Hari itu kami membicarakan tentang basa basi paling berharga yang pernah ada di muka bumi, apa kabar ?, sedang apa ? dan bagaimana kelas kuliah hari ini. teman-temannya kemudian memanggil dan dia mengambil tanganku dan diarahkan ke jidatnya, sebuah salam yang di tunjukkan orang-orang untuk menghormati yang lebih tua.
"aku masuk ke kelas dulu, senang ngelihat kamu jauh lebih bercahaya dari terakhir kali kita bertemu, sampai ketemu"
"ya, terimakasih, semoga ada kelas yang bisa menyatukan kita dalam satu ruang"
"jangan berharap, dah" lambainya meninggalkankuaku kemudian tersenyum. Obatku yang hilang menyembuhkan mendungku hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distorsi Rasa " Hujan Bulan September"
Non-FictionCerita tentang Menemukan dan Mengiklaskan yang saya alami selama periode 2011 - 2016 tentang kisah cinta, kebodohan, kebahagiaan, senda tawa, penghianatan dan berakhir pada pengiklasan pada hujan di bulan september tahun 2016. cerita terdiri dari il...