Lombok, 2012
Nuara sedang asik berjalan sendirian di sekitaran Senggigi saat beberapa tetangga neneknya melewatinya dengan membawa tumpukan jerami sambil mengendarai sepeda. Gadis itu membalas dengan senyuman sopan dan lambaian tangan. Ah, ia selalu suka Lombok, kampung halamannya. Tempatnya dibesarkan saat kecil dulu.
Memang benar apa kata orang tentang kampung halaman. Sejauh apapun kita pergi, kita akan selalu mengingat wangi anginnya, warna langitnya, hangat air lautnya, bahkan senyum orang-orang yang terasa familier juga akan selalu tersimpan dalam ingatan.
Nuara lelah sekali tinggal di Jakarta. Ia bingung kenapa teman-teman sekolahnya masih menghakiminya sebagai 'orang yang tidak baik' saat ayahnya diberitakan melakukan korupsi. Ia muak dengan gerombolan awak media yang menyambutnya di depan pagar rumah sebelum dan sepulang sekolah. Ia juga kecewa terhadap dirinya sendiri karena saat ayahnya membutuhkan dukungan, Nuara memilih untuk kabur ke rumah nenek di Lombok.
Mana yang lebih menyedihkan? Anak yang dikucilkan di lingkungan karena kejahatan ayahnya, atau sang ayah yang ditinggalkan anaknya di saat terpuruk karena anaknya merasa malu? Nuara sangat ingin mempercayai ayahnya, tapi dengan segala tekanan di sekililingnya, Nuara memilih untuk menyerah sebelum berjuang. Pengecut kelas teri.
Suara riuh anak-anak bermain bola di tanah lapang membuyarkan lamunannya. Gadis itu berniat untuk memperbaiki suasana hatinya dengan bergabung bersama anak-anak di tanah lapang tadi. Nuara segera menyeberang dan menghampiri mereka penuh semangat.
"Hai, semuanya! Aku boleh ikutan gak?"
"Hai Kak! Kebetulan kita lagi kurang orang nih!" sahut salah satu anak cowok berambut ikal
"Wah asik! Tim mana yang masih kekurangan orang? Aku gabung ya!"
*****
Toyota Fortuner berwarna putih hasil pinjaman pemilik penginapan sekaligus kenalan keluarga Adliatmaja yang dikendarai Naya dan Sera melaju santai membelah jalanan Senggigi sore itu.
"Besok kita ke Gili Trawangan mau gak Nay?" tanya Sera. Matanya melirik sekilas ke arah sepupunya dari balik Persol sunglasses-nya.
Naya hanya menghela nafas di sela kesibukannya memperhatikan map di smartphone dan melempar pandangan ke luar jendela, "Kan gue udah bilang dari awal kita ke sini bukan untuk jalan-jalan, Ser"
"Tuh kan lu mah gak asik" keluh Sera. Padahal saat Naya meminta tolong padanya untuk menemani ke Lombok, Sera udah kegirangan ngebayangin mau island hopping. "Tapi yah, karena lo gak asik begitu, makannya hidup lo lurus-lurus aja, gue sampe muak dibanding-bandingin bokap nyokap sama elu gara-gara kita sepupuan, seumuran, tapi kaya Alaska sama Mesir." Lanjut cowok itu panjang lebar sambil tetap fokus menyetir. Kini Naya berganti memperhatikan sosok sepupunya itu dari samping.
"Tapi rasa muak itu lama-lama berubah jadi iri. Gue selalu suka main sama banyak cewek dan bikin onar sama orang, ngeliat lo yang jarang deketin cewek dan gak pernah ribut sama orang, sekarang bela-belain jadi stalker di Lombok buat cewek yang lo rasa 'worth the struggle', terus terang gue salut sekali". Sera tersenyum tipis.
"Ser...." Naya bergumam lirih
"What?"
"Jijik anjing"
"I KNOW RIGHTTT ITS THE TRUTH BUT I CANT HELP BUT TO FEEL CRINGY" seru Sera heboh. Naya ikut tertawa karenanya. Raut tegang dan aura gelapnya yang disebabkan oleh kecemasan Naya terhadap Nuara sejenak menghilang berkat Sera.
"SER!!!"
"HAH KAGET! APA SIH? MASIH JIJIK??? KITA NABRAK SALAH LO YA"
"NO, MENEPI SEKARANG! ITU NUARA!!!"
*****
Bola yang tengah dikejar Nuara berhenti saat bertemu dengan sepasang kaki. Gadis itu mengangkat pandangannya hanya untuk bertemu wajah yang sangat dikenalinya. Senyum Nuara langsung hilang.
"Hai, Ra..." sapa Naya canggung. Nuara sempat melihat seorang cowok asing mengikuti di belakang Naya sebelum akhirnya ia berinisiatif untuk melarikan diri. Lagi.
"Ra, tunggu!" tahan Naya. Tangannya refleks menarik lengan Nuara, mencegahnya untuk pergi. "Jangan kabur lagi, dong." Gue mohon.
"Gue datang jauh-jauh ke sini bukan untuk sekolah atau bokap lo. Gue datang ke sini untuk lo, sebagai teman lo. Gue datang untuk membantu, mendengarkan atau jadi apapun yang lo butuhkan sekarang, jadi please, bisa kita ngobrol sebentar....?" pinta Naya lirih. Ia sudah hampir putus asa membujuk gadis yang ia kenal keras kepala sejak awal mereka masuk SMA.
"Kak! Mau lanjut main bola gak??? Ayo ke sini, keburu maghrib!!!" anak-anak yang sedari tadi bermain sepak bola bersama Nuara berseru dari tengah lapangan. Gadis itu baru sadar bahwa dia sudah berlari lumayan jauh untuk mengejar bola yang tadi melambung terlalu tinggi.
Baru saja Nuara ingin memungut bola di dekat kaki Naya, sepasang tangan telah mengalahkannya. Cowok berkacamata hitam yang sejak tadi berdiri di belakang Naya sudah mengambil alih bola itu sepenuhnya. Ia tidak lebih tinggi dari Naya, tapi beberapa fitur cowok dengan kemeja yang Nuara yakin paling tidak keluaran Levi's itu mengingatkannya pada Naya.
"I'll be your replacement. Take your time, both ofyou" sambil melayangkan gesture salute, Sera berlari kecil menuju anak-anaktadi dengan menenteng bola sepak.
YOU ARE READING
ASYMPTOTE
Fanfiction[Asymptote] // dalam istilah analisis geometri, asymptote dari sebuah kurva adalah keadaan di mana kedua garis dari koordinat x dan y mendekati angka 0. Kedua garis tersebut semakin mendekat dan terus mendekat hanya saja keduanya tidak akan pernah b...