Jakarta, 2011
Nuara berjalan mundur –sedikit berjingkat –menjauhi kebun belakang kantin. Tadinya dia berniat ingin kabur dari pelajaran Ekonomi untuk tidur di ruang PMR tanpa harus melewati ruang guru, tapi pemandangan di rute jalan pintasnya membuatnya gak bisa berkutik.
Maulik Naraya Adliatmaja alias Naya alias Ketua OSIS nya alias juara umum sekolah alias keluarga donatur terbesar sekolah alias pangeran sempurna pujaan teman satu sekolahnya, sedang asik menghisap satu batang rokok di sebuah bangku tidak terpakai di kebun belakang kantin.
Bukannya benci Naya sih –Nuara malah suka banget nantangin cowok itu dalam segala hal, dari rebutan ranking sampai jadi kandidat Ketua OSIS –gadis itu hanya kaget aja liat sosok yang terkenal tanpa cela sekelas Naya bisa melakukan hal yang jelas-jelas dilarang keras oleh sekolah.
Nuara memperhatikan wajah Naya. Cowok itu menghela nafas panjang, lalu mengacak-acak rambutnya dengan ekpresi penuh dilema. Tadinya Nuara sempat berpikir ingin meledeknya dengan pura-pura akan melaporkan soal merokok itu ke guru, tapi batinnya menolak saat melihat wajah Naya yang berubah sedih.
Mungkin aku harus kembali ke kelas aja. Emang gak diijinin bolos hari ini. Batin gadis itu sebelum akhirnya balik badan hanya untuk menabrak tong sampah besar yang terbuat dari seng. Suaranya menggelegar. Membuat Naya refleks membuang rokoknya dan Nuara panik setengah mati.
Mampus aku harus ngomong apa nih?
'Hai Naya, udah ngerjain PR Geografi belum? Gue dong udah!' Eh tapi guru kelas kita kan beda.
'Woy, Naya! Enak banget sebat sendiri! Bagi-bagi dong!' Huh? Ini mau nyapa atau ngajak berantem?
'Cuacanya bagus ya Nay! Bentar.' Nuara mendongak melihat langit. Awan besar terlihat berlomba-lomba sedang menutupi matahari. Angin dengan nuansa dingin mulai menerpa wajah putihnya. Sebentar lagi hujan. Damn. Batinnya.
"Nuara?" panggil Naya. Dari volume dan kejelasan suaranya, Nuara bisa menebak kalau cowok itu sudah ada tepat di belakangnya. Nuara pengen pura-pura jadi ibu kantin aja rasanya, tapi gak mungkin mengingat dia sedang memakai seragam. Lagian Naya aneh banget sih dari ratusan murid cewek di sekolah ini, kenapa dia bisa langsung nebak itu Nuara hanya dari tampak belakang coba?
Merasa kalau Naya akan mengetahui Nuara sudah mengintipnya merokok dari tadi jika cewek itu berusaha kabur, Nuara langsung mati-matian memutar otak untuk menyiapkan skenario dadakan.
"Oh, Naya? Kaget! Lo ngapain di sini?" gadis itu menoleh ke belakang berakting kaget, memegang dadanya.
Naya hanya mengerutkan keningnya, "Lo sendiri ngapain di sini?"
"Hehe gue kabur dari kejaran Bu Rini... Belum ngerjain tugas Geografi soalnya"
Wajah Naya berubah menjadi rileks, "Elo? Gak ngerjain tugas? Tumben" cibirnya
"Ck salah nih cerita ke lo! Lah, lo sendiri lagi ngapain di sini?" Nuara pura-pura bertanya
Naya hanya menggedikan bahu, "Bikin gado-gado! Ya menurut lo aja!" candanya. "Cari angin. Lagi males banget deh gue di kelas. Lagi kosong juga sih soalnya Pak Bambang tadi ijin mau ngumpulin anak-anak yang ikut Olimpiade Bulan Bahasa tingkat daerah."
"Hmmm, gitu..." Nuara ngangguk-ngangguk kecil. Ia baru saja berencana untuk langsung meninggalkan cowok itu karena dirinya sendiri gak jago basa-basi, tapi raut wajah Naya yang biasanya tenang dan terkesan dingin, entah kenapa saat itu terlihat saat rapuh. "Eh, kita main aja yuk?" usul Nuara random
"Hah?" Naya refleks bengong. Sumpah dia gak pernah nemu cewek serandom wakil ketua OSIS-nya ini. "Main? Main apaan?"
"ABClima dasar aja! Yuk yuk! Kalah traktir mie ayam ya" ajak gadis itu senang.Entah kenapa, Naya dan kebun belakang sekolah dan rokok membuatnya tidaknyaman. Melihat Naya dengan wajah penuh masalah membuatnya menjadi ikut terbebani.Meski sedikit, ia memutuskan untuk membantumemperbaiki mood cowok itu.
YOU ARE READING
ASYMPTOTE
Fanfic[Asymptote] // dalam istilah analisis geometri, asymptote dari sebuah kurva adalah keadaan di mana kedua garis dari koordinat x dan y mendekati angka 0. Kedua garis tersebut semakin mendekat dan terus mendekat hanya saja keduanya tidak akan pernah b...