-You're My Hero-

12 0 0
                                    

Lombok, 2012

Nuara dan Naya duduk bersebelahan di tepi pantai, ke arah matahari yang mulai terbenam. Naya merasa aneh dengan situasi itu. Naya gak terbiasa dengan Nuara yang diam dan pasif. Naya terlanjur nyaman dengan Nuara yang selalu berisik, rese, sarkas dan suka bercanda. Cowok itu memandangi wajah Nuara dari samping. Baru dua minggu gak ketemu, tapi rasanya Naya udah hampir gila. Setiap hari selalu uring-uringan dan bad mood. Bahkan Tiara si bendahara OSIS yang terkenal galak aja sampai gak berani negur Naya.

"Diliatin terus nanti lama-lama gue jadi debu loh, Nay" Nuara menoleh dengan senyum jahil. Senyum yang Naya kangenin.

Cowok itu terkekeh.

"OSIS gimana?"

"Fine. Tiga hari lalu baru sertijab. Randy kepilih gantiin lo jadi Wakil Ketua OSIS."

Mata Nuara melebar, "NO WAY, THAT MEANS KETUA OSISNYA...?"

"Yes, Masayu menang jadi Ketua OSIS angkatan bawah kita" Naya tertawa renyah

"That's it girl! Show them woman can also rule!!!" seru Nuara berapi-api

"Lo gak marah cita-cita lo direbut orang?" goda Naya

"Gak lah, gue kan ikut pemilihan Ketua OSIS dulu bukan karena gue cita-cita atau apa, tapi pengen buat nge-edukasi teman-teman seumuran kalo cewek juga mampu jadi pemimpin, dimulai dari organisasi sesederhana OSIS. Bangga deh sama Masayu."

"Hm... Berarti lo bohong dong! Gue inget banget dulu pidato pemilihan lo ungkit-ungkit masalah cita-cita dan mimpi masa kecil lo untuk jadi presiden!"

"Ish, Naya! Itu tuh strategi!"

"Strategi ngibul?"

"Bukaaan, strategi psikologi. Lo sadar gak sih, orang cenderung merasa antusias dan jujur saat membicarakan soal mimpi? That's why gue angkat itu jadi pidato gue di pemilihan Ketua OSIS, gue yakin banget itu bakalan berhasil eh sialnya lawan gue elu"

"Gue? Kenapa emang gue?"

Nuara melotot ke arah Naya sambil menghela nafas kesal, "Seriously? Sengaja nanya ya? Biar gue puji ya?"

"Huh? I'm clueless tho'." Naya menggedikkan bahunya tidak paham

"Well, you, are one fine gentleman, Maulik Naraya Adliatmaja. Lo ganteng, lo tinggi, lo pinter, lo cerdas, lo dari keluarga terpandang. In this economy, people tend to worship your kind" jelas Nuara panjang lebar. "You're a perfect human in your perfect world, just like the prince from any fairy tale"

"I'm not..." Naya menunduk sedih. Membuat Nuara mengalihkan pandangannya ke cowok itu mendengar perubahan volume suaranya.

"Gue cuma cowok biasa yang punya mimpi untuk jadi..." ada jeda dalam cerita Naya. Cowok itu menelan ludah gugup. Satu kata lagi keluar maka Nuara akan jadi orang pertama di luar keluarganya yang tahu tentang mimpinya "...pengacara."

"Pengacara? Keren, orang kaya lo kalo jadi pengacara pasti menang kasus terus! Lo pinter, lo pekerja keras, lo berdedikasi sama kerjaan, lo gaul gak milih-milih orang, begitu juga soal kerjaan dan pembagian tugas di organisasi lo gak milih-milih, lo selalu adil."

Naya bengong. Kaget sekaligus tersentuh. Lagi-lagi Nuara melakukan hal itu padanya tanpa sadar.

"Tapi lo tau gak apa kata Ayah gue saat pertama kali gue bilang ke dia kalo gue ingin jadi pengacara?"

"Apa? Apa?" tanya gadis itu penasaran

"A lawyer is a liar."

"No way. Wait I mean that's such a good catchphrase and kinda rhyming but no... Gue harap itu gak memupuskan cita-cita lo jadi pengacara."

"Sayangnya, iya. Kata-kata tegas bokap malam itu nusuk banget dan bikin gue uring-uringan di sekolah. Sampai membuat gue untuk nekat merokok di belakang sekolah. Lo ingat kan?"

"Oh yang waktu itu tuh ternyata gara-gar... Ups..."

"Ternyata lo benar-benar liat gue lagi ngerokok ya hari itu?" Naya tersenyum jahil lagi

"I-iya sih tapi sumpah gue simpen untuk diri sendiri kok! Gak ada yang tau! Gue gak ember, beneran gak gue kasih tau ke siapa-siapa!"

"Iya, iya gue percaya kok sama lo. Lebay deh lo"

"L-lo tau dari kapan...? Soal gue sebenernya ngeliat lo ngerokok di kebun belakang itu...?"

"Dari hari itu juga gue sadar kok. Lo gak akting sejago yang lo kira, tau gak?" Naya menyentil kening Nuara pelan dan berujung mengacak-acak rambut pendek cewek itu dengan tangannya. "But it won't change my opinion about you being my hero"

"I'm what...?"

"You, Nuara Fatiha Rasyid, are my hero."

Nuara bengong.

Sedetik kemudian tangannya mendarat di kening Naya, mengecek temperaturnya, "Lo gak sakit kan?"

Naya menepis tangan gadis itu perlahan. Ia menatap mata Nuara dalam. "Gue sehat kok. Sekarang, gue mau cerita sesuatu soal gue dan lo. Soal kita." Naya tersenyum. Manis sekali dan dari dari jarak sedekat itu, wajah Nuara sukses memerah dibuatnya.

"Hari itu, saat gue ngerokok, kalau gue gak ketemu lo, mungkin gue udah nekat bawa motor jauh. Ngebut gak tau kemana saking keselnya gue, gue perlu melampiaskan emosi." Naya memulai ceritanya. "Lalu gue gak sengaja ketemu lo, yang entah kenapa ngaco banget tiba-tiba ngajakkin gue main ABC lima dasar."

Dalam hati Nuara bersyukur ia ketemu Naya hari itu. Kalau enggak, siapa yang tahu hal nekat yang bisa Naya lakukan.

"Gue hampir ngamuk, tapi menilai pribadi lo yang suka nantangin gue jadi juara umum sekolah dan ketua OSIS, rasanya gak mungkin ajakan main itu bersifat random. Lo pasti menyadari ada yang gak beres sama gue makannya lo memutuskan untuk berbuat sejauh itu buat orang yang bisa dibilang 'rival bebuyutan' lo"

Naya benar. Saat itu Nuara merasa berat setengah mati meninggalkan Naya yang terlihat kacau dan beda dari biasanya begitu saja di kebun belakang sekolah.

"Lo cuma ngajak gue main sih, tapi cara lo itu ampuh banget. Lo bikin gue ngerasa semua akan baik-baik saja, lo bikin gue ngerasa lo gak akan berubah menilai diri gue meski gue nekat menentang keputusan keluarga besar gue, lo bikin gue ngerasa siapapun lawannya, lo akan selalu di pihak gue. Lo selalu melakukan itu pada gue bahkan tanpa lo sadari. Like the heroes from any fairy tales. Sekarang, gue ingin menjadi pahlawan untuk lo. Lo akan baik-baik saja, percaya sama gue. Gue gak akan merubah penilaian gue terhadap lo, gue akan ada di samping lo. Meski harus melawan dunia."

Air mata Nuara menetes perlahan. Naya datang untuk menolongnya. Naya datang untuk membuatnya percaya pada apa yang diyakininya. Naya datang untuk membawanya pulang.

Naya menghapus airmata gadis itu dengan sebelum akhirnya mengangkat wajah Nuara menghadapnya dengan kedua tangan.

"Let's go home, Ra. Let's talk with your Dad first. Let's try to believe in him as much as you want. Let's try to not wavered by rumors and pick your trustworthy friend as you want. Let's solve this problem together, with me. You can share the burden with me."

Ditemani hangatnya udara sore Lombok dan warna matahari terbenam, Nuara melepaskan tangisnya di pelukan Naya.

*****

Saat Nuara dan Naya kembali ke tanah lapang, anak-anak yang bermain bola tadi sudah tidak bersisa satu orangpun di sana. Hanya tinggal Sera duduk sendirian dengan ponsel dan minuman kaleng di kedua tangan. Cowok itu menolah saat mendengar suara langkah kaki mendekat dari belakang.

"Oh jadi elu yang namanya Nuara? Cocok juga ya sama Naya" celetuk Sera tiba-tiba. Senyum jahilnya keluar.

"Maksudnya?" Nuara bertanya dengan wajah bingung

"Namanya. Nama kalian. Nuara. Naya. Kalo kalian nikahmungkin nama anak kalian Nu Greentea" ujar Sera sebelum akhirnya tertawaterbahak-bahak. Membuat Naya ingin mendorongnya ke laut pasang. Tapi niatjahatnya hilang mendengar suara tawa Nuara berkat humor Sera.    

ASYMPTOTEWhere stories live. Discover now