-Farewell-

8 0 0
                                    

Jakarta, 2014

"Nyalain TV-nya dong Ra" pinta Ayah dari kasur rumah sakit. Ini hari ketiga Ayah harus bed rest gara-gara diabetesnya. Dietnya berantakan sejak Idul Adha kemarin sampai kambuh dan harus dilarikan ke rumah sakit. Ayah memang bandel, tapi masakan Ibu juga salah sih, gak ada yang bisa menang lawan aroma apalagi rasanya. Ayah sampai bilang sakitnya worth it buat masakan Ibu.

"Polisi kembali meringkus Satya Andhara, salah satu petinggi Aviandaya Group terkait kasus pengemplangan pajak bangunan. Setelah putra tersangka tertangkap karena kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang beberapa waktu lalu, polisi mulai mencurigai adanya pengemplangan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut-..."

Ayah mengganti saluran berita ke saluran TV yang tengah menayangkan kartun. Nuara hanya tersenyum simpul sambil mengeluarkan nafas lega. Kedua tangannya sibuk mengupas apel.

"Kamu berangkat jam berapa?" tanya Ayah

Nuara melirik jam tangannya, "Kondangannya mulai setengah jam lagi"

"Apa gak telat nanti?"

"Ya yang jemputnya belum dateng" Nuara mengangkat bahu

Tidak berapa lama kemudian, terdengar suara ketukan halus di pintu kamar rawat Ayah gadis itu. Wajah Naya menyembul dari balik pintu yang dibuka sedikit, "Assalamualaikum" ujarnya sambil mengeluarkan senyum khas seorang Maulik Naraya Adliatmaja. Bibir merekah dan mata yang cenderung menghilang berganti bentuk sabit.

"Waalaikumsalam, Nak Naya, masuk, masuk" balas Ayah Nuara sambil berusaha bangkit dari posisi tidurnya.

"Om, maaf ya Saya baru sempat jenguk, Nuara nih, baru kasih tau tadi pas Saya nanya mau jemput jam berapa untuk kondangan" Naya meletakkan parsel berisi buah-buahan sebelum menghampiri Ayah Nuara untuk salim.

"Alaaah, sakit begini mah besok juga sembuh kok nak Naya, Om kan masih kuat. Sebelum dirawat aja om sempat main bulutangkis"

"HAAAH? JADI SELAIN DIETNYA BERANTAKAN AYAH JUGA MAIN BULUTANGKIS??? IBU PASTI GAK TAU YA???" semprot Nuara kesal. Ayahnya memang suka berlagak seperti masih muda. Pernah waktu Nuara masih SMP, mereka sekeluarga jalan-jalan ke Dunia Fantasi Ancol, Ayah ngikutin Nuara naik wahana Kora-Kora dan berakhir tiduran di bawah pohon satu jam karena mual.

"Ssstt, jangan lebay ah kamu. Tenang, sebelum kamu berangkat ke Jepang Ayah janji sudah sembuh total" ujar pria itu sambil tersenyum lebar. "Sana, kalian berangkat kondangan dulu. Ayah gak apa-apa kok ditinggal. Ibu sebentar lagi juga balik."

*****

Pulang dari menghadiri pernikahan kakak OSIS saat mereka SMA, Nuara mengajak Naya untuk mampir ke Bingooin, sebuah kafe di kawasan Fatmawati yang menyajikan shaved ice ala Korea sebagai spesialisasinya. Nuara ingin membicarakan sesuatu dengan Naya, yang menurutnya harus dilakukan dengan kepala dingin. Klise memang, tapi sedikit banyak itulah alasan Nuara memilih kafe tersebut.

"Aku pesan bingsoo summer special satu ya, Mbak. Kamu apa Nay?"

"Aku mau bingsoo matcha." Sahut Naya sembari membuka jas biru dongkernya. Menyisakan kemeja putih bergaris hitam Massimo Dutti yang melekas pas dengan tubuh jangkungnya. Pelayan kafe tersebut malah sempat melirik ke arah cowok itu beberapa detik sebelum akhirnya pergi membawa pesanan menu.

Nuara terlalu sibuk dengan smartphonenya untuk mengejek Naya soal pelayan kafe itu. Saat ayah masuk rumah sakit, pesanan katering Ibu sedang menumpuk, jadi gadis itu yang mengambil alih. Meski banyak hal yang awalnya Nuara kurang mengerti dan terasa merepotkan, ternyata setelah dijalani menyenangkan juga, pantas Ibu betah di bisnis itu meski sering kecapekan.

Merasakan pandangan Naya yang melekat sejak awal mereka duduk, Nuara mengangkat kepalanya untuk bertemu dengan wajah cowok itu di depannya, setengah cemberut karena tidak diajak ngobrol sama sekali.

"Jangan ngeliatin mulu, nanti naksir." Kata Nuara

"Udah naksir dari kapan tau"

"Waduhhh gombal banget nih sendok nyamnyam" Nuara tertawa. "Sooo, how's the preparation going?"

Naya baru akan membahas dengan penuh semangat rencananya sebulan ke depan saat pesanan mereka datang. "Oh thank you" ujarnya datar. Khas Naya. Sepeninggal sang pelayan, ia kembali fokus pada gadis di depannya.

"All is well. Aku akan menyewa apartemen di daerah Ikebukuro dan hasil Noken aku keluar minggu depan. Oh, we could share the apartment if you want, but I guess some girls tend to need their time with friends or something...? Kayanya akan susah kalo sharing apartment. Oh, the farewell party will be held on 20th. Mbak Moira mengajak kamu untuk menginap di rumah"

"Whoa, whoa, whoa, chill Naya. Kamu baru mau ngambil double degree di Jepang aja udah kaya shinkansen ngomongnya" Nuara terkekeh.

Cowok itu hanya memutar matanya kesal karena celotehannya ditertawai Nuara. Naya mengaduk shaved icenya dalam diam.

"Hasil SNMPTN aku sudah keluar, Nay"

"Oh ya? Ah, Nuara kamu kan pintar, kalau si Andhara sialan itu gak berulah, kamu juga sudah dari kapan tau bisa mulai kuliah, bukan gak mungkin sama-sama masuk Universitas Nusantara sama aku. Lagian, kamu kan sudah dapat undangan dari Keio, jadi untuk apa ambil SNMPTN lagi... wait, kamu gak mikir untuk..."

"Naya, I'll stay" Nuara melempar badai. "I'm going to stay here"

Inilah yang ingin ia sampaikan pada Naya. Nuara pernah berjanji untuk kuliah bersama-sama Naya di Jepang, Naya dengan double degree Hukum-nya akan menemani Nuara memulai kuliahnya yang sempat tertunda sama-sama di Keio. Tapi janjinya untuk bersama-sama Naya sepertinya tidak bisa ia tepati, setidaknya tidak untuk sekarang.

Belum lama ini Ayah baru saja mengajukan pensiun dini, bisnis Ibu sedang sibuk-sibuknya, dan sekarang Ayah sakit, membuat banyak waktu gadis itu dan Ibunya tersita. Nuara tidak bisa berangkat meninggalkan kedua orangtuanya, setidaknya tidak untuk sekarang.

Ia juga ingat janjinya pada Sebian Ibram Adliatmaja beberapa tahun lalu. Janji itu makin mendorongnya membulatkan tekad untuk membatalkan undangan Keio dan memilih kuliah di dalam negeri. Meski itu berarti ia harus berjauhan dengan Naya.

Cowok di hadapan itu memberinya pandangan kosong. Naya melihat Nuara seperti melihat mimpi di siang bolong.

"What does this mean?" suara Naya berubah lirih. Kepanikan dan ketakutan bercampur menjadi satu. Ia panik karena Nuara tiba-tiba memutuskan untuk tidak pergi ke Jepang bersamanya. Ia takut Nuara menghilang dari sisinya. Lagi.

Nuara menggenggam kedua tangan Naya. Beberapa jam yang lalu mereka baru saja menghadiri pernikahan salah satu kakak OSIS di SMA mereka. Di sana ia dan Naya bertemu dengan beberapa rekan SMA mereka. Nuara jadi ingat ia pertama kali bertemu dengan Naya di SMA.

Beragam kenangan bersama Naya dengan baju putih abu-abu menghantamnya pelan-pelan. Seperti gerimis kecil. Lembut dan menyejukkan. Naya yang pintar, Naya idola sekolah, Naya saingannya, Naya partner in crime-nya, Naya yang rapuh dengan bayang-bayang keluarga besarnya, Naya yang menganggapnya pahlawan. Hari-hari Nuara penuh dengan Naya, begitupun hari-hari Naya.

"It means, we're strong enough to see each other fighting for our own future by our own.." Nuara menahan air matanya. "It means I'm going to celebrate a new year in Tokyo with you or you celebrate new year in Lombok with me..." ujarnya lagi sambil tersenyum. "It means I'll add 2 more hours on my smartphone's watch to call you on time... It means I will wait for you, Naya. I will."

ASYMPTOTEWhere stories live. Discover now