Chapter 3

570 49 7
                                    


(Ji Woo POV)
Aku menekan tombol hijau di layar ponsel, sebelum meletakkannya ke sisi telinga kanan. Hari ini jadwal check up kami ke dokter kandungan. Aku mengusap-usap perutku penuh sayang.

Dua bulan, lagi malaikat kecil kami akan segera menyapa dunia. Dia akan menjadi matahari yang menyinari keluarga kecil kami, akan ada tawanya yang memenuhi rumah kami, juga tangisnya yang akan meramaikan seisi rumah.

Rasanya sudah tidak sabar untuk segara bertemu dengan malaikat kecil kami. Taehyung bahkan sudah heboh sejak jauh-jauh hari, membeli ini itu, mendekorasi kamar sedemikian rupa, mengisinya dengan setumpuk perlengkapan bayi yang dia pilih sendiri.

Dia bahkan mengabaikan nasehat eomma untuk tidak membeli pakaian bayi sebelum kandunganku berumur tujuh bulan. Eomma bilang kalau belum tujuh bulan sudah belanja perlengkapan bayi itu bisa mengundang aura negatif di keluarga, nan molla. Eomma memang masih cukup percaya pada takhayul, meskipun bagi aku dan Taehyung itu hanya mitos yang tidak ada buktinya.

Lamunanku buyar saat terdengar suara dari seberang telepon, suamiku mengangkat teleponnya.

"Yeopseo, Noona? ada apa?"

"Tidak, aku hanya mengingatkan nanti kita ada janji check up pukul 4 sore. Jadwalmu kosong kan, Baby?"

"Ahh, tentu saja noona, aku tidak mungkin lupa dengan baby kita. Sekarang masih pukul 2, jadi kurasa aku masih bisa menyelesaikan semua urusanku sebelum kita pergi."

"Nee, pulanglah sebelum pukul setengah 4, arra?"

"Nee. Bagaimana baby kita hari ini? Apakah di dalam dia bermalas malasan seperti Yoongi hyung atau justru berisik tidak bisa diam seperti Hoseok hyung?" Dia tertawa, bisa-bisanya menyamakan dengan kedua Hyungnya. "Ahh Noona, aku sangat merindukan urri aegi. Aku benci bekerja, membuatku jauh dari kalian."

Taehyung mulai merajuk, ahh dia sangat menggemaskan, padahal sudah akan jadi ayah tapi dia tetap saja bayi besar.

"Baby, kau tidak malu merajuk seperti itu didengar urri aegi, hum? Di dalam dia pasti mengeluh ayahnya sangat manja! Dan hei, aku minta cerai kalau kau malas bekerja, memangnya biaya melahirkan cukup dibayar dengan cinta dan senyum kotakmu itu?"

"Eyy, noona, jangan meremehkan kekuatan senyumanku ini, aku bisa membuat rumah sakit menggratiskan biaya rawat hanya dengan tersenyum dan mengedipkan mata pada dokter dan suster cantik disana."

"Genit!" sahutku, "Sudah sana kerja, setelah itu segera pulang, aku sudah tidak sabar melihat keadaan uri aegi. Kim Tae, semangat bekerja dan jangan lupa makan siang yang bergizi, ya!"

"Siap Nyonya Kim yang tercinta. Saranghae Noona, jeongmal saranghae." Katanya dari line seberang, aku tidak bisa menyembunyikan senyuman mendengar kata-kata manis yang dia ucapkan.

"Nado saranghae, Yeobo ya." Ujarku sebelum memutus line telepon karena kurasa wajahku sudah semerah udang rebus sekarang. Kim Taehyung dan mulut manisnya.

Kebahagiaan apa lagi yang diharapkan seorang wanita selain keluarga yang lengkap dan sempurna? Dan aku bersyukur dengan sepenuh hati pada Tuhan atas Kim Taehyung sebagai suamiku dan anak yang kini ada dalam kandunganku.

Memiliki Taehyung rasanya seperti semua kebahagiaan dunia ada dalam genggaman, dan mengingat keadaan rumit kami, aku sangat bersyukur rumah tangga kami tidak terendus media. Seolah alam semesta turut merestui kami, menjaga keluarga kami.

Taehyung yang begitu mencintaiku, menyayangi dan menjagaku. Dan sebentar lagi kehadiran bayi kami di dunia akan melengkapi segala kebahagiaan di keluarga ini. Taehyung telah menjadi suami yang sempurna bagiku dan aku yakin dia akan menjadi ayah yang sempurna pula untuk anak kami.



"Yeobseo, Tae?"

"Noona, hari ini sepertinya aku tidak bisa menemani noona untuk check up, sungguh aku minta maaf, pekerjaanku benar-benar tidak tau diri, mereka terus memanggilku dan tidak memberi jeda," Ujar Taehyung dengan nada merajuk.

"Oh begitu yaaa." jawabku, entahlah aku tak bisa menyembunyikan nada kecewa dalam suaraku kali ini setelah tahu Taehyung membatalkan janjinya lagi.

"Maaf Noona, sungguh aku minta maaf. Bagaimana kalau kita tunda hingga besok aku akan berusaha keras agar pekerjaan ku selesai hari ini dan besok aku bisa libur." Ujarnya merasa bersalah saat mendengar suaraku yang penuh kekecewaan.

"Tidak perlu Tae, nanti noona bisa check up sendiri atau dengan eomma, lagipula noona sudah tiga kali menunda janji, tidak enak dengan Dokter Han." Ujarku menenangkan Taehyung meskipun aku tidak yakin suaraku terdengar tenang.

Hening selama sekian detik, hingga akhirnya terdengar desau nafas berat Taehyung.
"Mianhae noona, jeongmal mianhae noona, mianhae, mianhae." Ujarnya berkali-kali penuh penyesalan, dan aku juga bisa merasakan ada beban berat dalam permintaan maafnya.

Sungguh ini hanya tentang mengantar check up, tapi dia terdengar sangat menyesal seolah baru saja melakukan dosa besar, rasanya aku jadi tidak tega padanya, bukan hanya aku yang kecewa hari ini, dia juga sama kecewanya karena tidak bisa menemaniku.

"Its okay Tae. Noona tidak apa-apa, hanya segeralah pulang, noona merindukan mu, baby kita juga pasti sangat merindukan appanya."

"Nee, aku akan usahakan pulang malam ini noona."

"Kim Taehyung, saranghae."

"Nado." Balasnya sebelum menutup telepon.

"Nado" hanya "nado".

Meskipun aku berusaha sekuat hati untuk menenangkan diri, perasaanku tetap tak tenang. Ada yang membuatku takut, cemas belakangan ini. Semua menyangkut Taehyung, ya tentang sikap taehyung belakangan ini. Ada yang berbeda, dia... Berubah.

Dalam dua bulan terakhir sikapnya begitu lain, perhatian yang diberikan seolah terbagi-bagi, tidak sepenuhnya untuk kami. Check up dua bulan yang lalu, adalah yang terakhir dia menemani check up setelahnya dia selalu sangat sibuk, hingga jarang pulang dan sering melupakan janji yang dia buat denganku. Beberapa kali aku mencoba bertanya tapi jawabannya selalu sama dia sedang kebanjiran job.

Sebagai istri mana mungkin aku marah jika suami bekerja? Bukankah seorang istri seharusnya mendukung pekerjaan suami? Karena itulah aku diam saja. Tapi kali ini aku benar kecewa, kandunganku genap 9 bulan minggu lalu, harusnya kami check up bersama, tapi nyatanya sekarang aku tetap harus berangkat sendiri meskipun sudah berkali-kali mengatur ulang janji kami.

Memilih untuk menyingkirkan semua pikiran negatif aku mengambil tas yang tergeletak di sofa kemudian berlalu keluar, janji ku dengan Dokter Han 45 menit lagi. Begitu aku membuka pintu rumah, aku terkejut karena di depanku sudah berdiri seseorang yang membawa bungkusan berisi boneka dan set kasur lipat bayi lengkap.

"Eoh, Noona! Baru saja aku mau membunyikan bel." ucapnya riang menyunggingkan senyum lebar hingga matanya berubah menjadi garis.

SCATTERINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang