2

124 53 47
                                    

"Woii.. Tunggu woii.."

Namun cowok tersebut tak mendengar teriakan Tifa dan melajukan sepeda motornya menuju keluar gerbang sekolah.

"Songong amat sih tu anak," gerutu Tifa.

Cowok tersebut adalah orang yang menabraknya tadi. Putra. Namanya Putra.

Hari ini ia sukses menggemparkan SMA Arjuna dengan berbagai macam gosip-gosip yang tersebar tentang dirinya. Mulai dari banyaknya cewek-cewek yang mendekatinya karena wajahnya yang sangat tampan, tapi prilakunya yang bisa dibilang kurang baik, buktinya masih hari pertama sekolah ia sudah banyak menjahili teman-temannya, dan yang paling membuat Tifa tidak menyukainya adalah kalau ternyata Putra itu playboy. Iya sering mempermainkan hati para kaum hawa.

Tifa sangat sensitif kalau sudah masalah hati. Karena ia sudah pernah merasakan rasanya sakit hati yang sangat-sangat menyakitkan dan ia tidak sanggup apabila mengingatnya. Tapi untung saja pada saat masa-masa sulitnya, sahabat-sahabatnya selalu ada untuknya. Ia sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Lala, Ata, dan Dion.

------

"Assalamu'alaikum. Tifa pul..". ucapan Tifa terhenti. Karena mendengar suara itu lagi. Sering sekali. Dan ia sudah sangat muak. Tapi hatinya tidak pernah kebal. Hatinya tidak pernah sanggup. Terlalu menyakitkan baginya. Yang berujung ia akan menangis sendirian di kamarnya.

"AWAS SEKALI LAGI KAMU MEMBANTAH SAYA YA!" amuk Gery, papa-nya Tifa. Sambil menunjuk wajah Gisa dengan tatapan sangat marah.

"Iya paa. Maafin.. Eh Tifa sudah pulang sayang," Gisa langsung menghampiri Tifa. Sedangkan Tifa hanya tersenyum tipis kepada Gisa dan langsung berjalan menuju kamarnya.

"LIHAT TU ANAK KAMU. ADA ORANG TUANYA BUKANNYA DISALAM!" Gery merasa belum puas meluapkan amarahnya kepada Gisa. Seperti biasa, Gisa hanya bisa terdiam apabila suaminya seperti itu kepadanya. Ia hanya tidak mau memperpanjang masalah. Lebih baik ia diam saja dan meminta maaf.

Tifa langsung mengunci pintu kamarnya lalu memakai headset dan memutar lagu dengan volume yang paling kuat. Sehingga ia tidak akan mendengarkan papanya marah-marah. Ia hanya tidak mau membenci papanya yang selalu berbuat kasar kepada mamanya.

Tifa sangat sayang kepada mama dan juga papanya. Karena bagaimanapun, merekalah yang telah merawat Tifa dari Tifa berumur 4 tahun hingga sekarang ini Tifa berumur 16 tahun.

Tifa memang bukan anak kandung dari papa Gery dan mama Gisa. Tifa diadopsi dari panti asuhan oleh mereka pada saat Tifa berumur 4 tahun. Mama tidak bisa hamil karena ada kelainan pada rahimnya. Tetapi mama sangat menginginkan mempunyai anak. Dan mama pun menyarankan kepada papa agar mereka mengadopsi anak. Awalnya papa menolak, tetapi ia tak tega melihat istrinya yang terus murung. Sehingga saat itulah mereka mengadopsi Tifa dari panti asuhan.

Tifa sudah tau cerita ini dari ia berumur 10 tahun.

Pada saat Tifa berumur 12 tahun, papa dan mama masih baik-baik saja. Mereka sangat rukun. Dan mereka juga sangat sayang kepada Tifa yang membuat Tifa bisa merasakan kasih sayang dari orang tua.

Tetapi, ketika Tifa beranjak berumur 13 tahun, papa mulai berubah. Ia jadi sering marah-marah kepada mama. Dan Tifa juga sering dengar papa mengungkit masalah adopsi Tifa dulu. Dari situ Tifa tau, kalau sebenarnya papa tidak suka karena telah mengadopsi Tifa. Tapi ia menyembunyikannya selama ini. Ia tidak mau istrinya sedih lagi. Tapi lama-lama ia juga tak sanggup dan akhirnya meluapkan semuanya kepada mama.

Tifa gk bisa benci kepada papa. Karena papa dan mama itu sudah sangat baik kepada Tifa. Walaupun papa marah-marah kepada mama, tetapi papa tidak pernah sampai memukul atau main fisik kepada mama.

Mengingat hal tersebut hanya membuat hati Tifa sesak. Tifa mulai terisak. Ia tak sanggup. Ia sangat sedih melihat papa dan mamanya seperti itu. Ia sangat ingin keluarganya kembali seperti dulu lagi. Dan ia sangat ingin kalau papanya menerima Tifa di keluarga ini.

Setelah lelah menangis, Tifa pun tertidur dengan menutupi seluruh badannya dengan selimut.

------
TOK TOK TOK..

"Tifaa.. Bangun sayang. Makan malam dulu yuk sama mama," panggil Gisa dari luar kamar sambil mengetok pintu kamar Tifa yang terkunci.

Tifa pun terbangun. "Iya, ma. Tifa mandi sebentar ya," Karena lelah menangis membuat Tifa tidur sampai malam.

"Jangan mandi malam sayang. Gk bagus. Cuci mukanya aja,"

"Iyaa, maa."

Setelah mencuci muka dan mengganti bajunya, Tifa pun langsung keluar kamar menuju ruang makan. Seperti yang telah ia duga, papanga tidak ada disana.

'Pasti papa pergi keluar lagi', batin Tifa dalam hati.

"Sini sayang. Makan yang banyak yaa. Mama masak makanan kesukaan kamu ini. Ikan asam manis,"

"Yeayy.. Pasti Tifa abisin kalo ini, maa."

Tifa pun langsung menyantap makan malamnya. Seperti inilah Tifa, ia akan berusaha untuk tidak menunjukkan rasa sedihnya kepada siapapun.

"Maafin papa Gery ya Tifa," ucap Gisa ketika mereka sudah selesai makan.

Tifa tersenyum kepada Gisa. "Seharusnya Tifa yang minta maaf ma. Gara-gara Tifa, papa jadi marah-marah terus sama mama,"

"Enggak sayang. Tifa gk salah kok,"

"Mama jangan sedih ya maa. Mama adalah mama yang hebat. Tifa sayang banget sama mama dan papa. Tifa gk mau liat mama sedih. Papa jugak sayang kan ma sama Tifa. Tifa bisa ngerasain itu," ucap Tifa sambil memaksakan senyumnya dan menahan dirinya agar tidak menangis.

Gisa pun langsung memeluk Tifa. Dan Tifa membalas pelukan tersebut.

'Tifa sayang banget sama mama, maa', batin Tifa. Air matanya berhasil meluncur dan ia langsung menghapusnya agar mamanya tidak tau.

------

"Faa.. Please Faa.." Ata sedang mengemis contekan pr matematika karena Pak Samsul itu sangat galak. Ia tak segan-segan menghukum siswa-siswi yang tak patuh akan perintah dan aturan-aturannya.

"Beliin dulu gue eskrim segudang,"

"Sebijik aja deh yaa,"

"Enak aja lo malah nawar," Tifa terkekeh sendiri melihat sikap Ata kalau sudah mengemis contekan pr kepadanya.

"Faa.. Please banget, Faa. Nanti kalau gue dihukum sm Pak Samsul gimana. Ya Allah cukup sekali gue dihukum sama dia. Kapok gue serius deh," Ata memasang wajah yang sangat menyedihkan, berharap Tifa bakalan luluh kepadanya.

"HAHAHAHAHA.. Sumpah muka lo, Taa. Ya Allah. Muka lo kayak banci," Tifa sangat terkekeh melihat wajah Ata kalau sudah seperti itu.

"Mana ada banci seganteng gue," ucap Ata dengan angkuh.

"Najis gue. Sono lo pergi jauh-jauh. Noh pr-nya," Tifa pun memberikan contekan kepada Ata sambil mengibas-ngibaskan tangannya kepada Ata agar ia segera pergi dari tempat duduk Lala yang berada disampingnya.

Sebenarnya itu hanyalah strategi Tifa untuk mencari beberapa titik cahaya untuk hatinya. Setidaknya ia bisa terhibur dengan sikap Ata yang seperti tadi.

"Woi, Taa. Si Dion kemana? Lala belum datang ya?" tanya Tifa kepada Ata.

"Si Dion tadi katanya mau jumpain Bu Rini bentar. Kalo si Lala iya belum datang,"

Tifa hanya ber-oh ria saja.

Sambil menunggu bel berbunyi, Tifa pun menyibukkan dirinya dengan bermain game di hp-nya. Dan tak berapa lama Lala pun datang dan disusul dengan Dion yang membawa tumpukan buku dari Bu Rini.

"Woi.. Ini buku latihan biologi kemaren. Ambil masing-masing!" ucap Dion kepada teman-teman sekelas.

"Lo nangis lagi ya?"

******

:)

-Pije-

DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang