"Darimana kamu?" tanya Gery.
"Dari toko buku, pa." jawab Tifa dan tersenyum kepada Gery.
"Oh yaudah,"
"Papa baru pulang kerja? Mau Tifa buatkan kopi?"
"Gk usah,"
"Papa gk lapar? Biar Tifa siapkan makanan ya"
"Saya sudah kenyang,"
Dingin. Satu kata yang menggambarkan sifat papanya kepada Tifa. Dan ia sudah terbiasa akan hal itu.
Setelah berpamitan kepada papanya, Tifa pun langsung menuju kamarnya.
Tiba-tiba hp Tifa bergetar menunjukkan bahwa ada yang menelponnya. Namun Tifa tak mengenali nomor tersebut.
Tifa pun membiarkan panggilan tersebut karena ia malas mengangkat panggilan dari nomor yang tak ia kenali.
Namun hp nya terus bergetar tak henti-henti. Karena Tifa penasaran dengan siapa yang menelponnya, akhirnya ia pun mengangkat panggilan tersebut.
"Akhirnya lo angkat juga. Huft," ujar seseorang melalui panggilan tersebut.
"Ini siapa sih?" gerutu Tifa.
"Tebak dong gue siapa. Hahaha.."
"Apaan sih," Tifa pun langsung memutuskan panggilan tersebut.
Namun hp nya bergetar kembali dan ada satu pesan masuk disana.
081254****** : Gue Putra.
"Hah? Dapat nomor gue darimana dia?" ujar Tifa.
Putra kembali menelpon Tifa karena pesan yang dikirim kan olehnya tak dibalas oleh Tifa.
"Apaan sih Put?" kesal Tifa kepada Putra.
"Lo kok judes amat sih? Udah gue tolongin juga tadi,"
"Gue gak suka aja sama lo. Puas?" jawab Tifa blak-blakan.
"Kenapa lo gk suka sama gue? Gue aja suka sama lo!" balas Putra tak kalah blak-blakan.
"Sumpah gue, lo gila, Put." Tifa seram sendiri setelah mendengar perkataan Putra tadi. Yakali baru ketemu beberapa kali langsung suka, pikir Tifa.
"Gue masih waras kali. Besok lo gue jemput ya pagi-pagi. Gak terima penolakan loh ya. Byee." Putra langsung mematikan panggilan tersebut.
'Ini anak tau rumah gue darimana coba.' pikir Tifa.
------
Hari ini, Tifa bangun lebih cepat dari biasanya. Karena ia tak mau jika harus pergi ke sekolah bersama Putra. Itu akan membuat gosip baru yang akan beredar di sekolahnya.
Setelah sarapan, Tifa pun langsung berpamitan kepada mama dan papanya untuk berangkat ke sekolah lebih cepat.
"Kamu kenapa berangkat cepat, Faa?" tanya mama.
"Hehe.. Gkpapa sih, maa. Lagi pengen cepat-cepat aja," Tifa terpaksa menjawab seperti itu. Karena, apabila ia menjelaskan yang sebenarnya, pasti mama dan papanya akan bertanya yang tidak-tidak kepada Tifa. Dan Tifa takut papanya bakalan marah kepadanya.
"Tifa pamit dulu ya ma, pa. Assalamu'alaikum." pamit Tifa lalu menyalam mama dan papanya.
Tak berapa lama setelah Tifa berangkat, Putra sampai di rumah Tifa.
"Aduh. Gimana gue manggil Tifa nya ya. Gue pake salah jalan segala lagi jadi lama deh nyampeknya," ucap Putra kebingungan sendiri.
Putra tau rumah Tifa karena ia sempat mengikuti Tifa setelah kejadian di toko buku kemaren. Tapi ia masih agak bingung, sehingga tadi ia salah jalan dan agak lama sampai ke rumah Tifa. Padahal ia sudah rela bangun pagi-pagi sekali agar cepat sampai di rumah Tifa.
"Halo, Faa. Lo keluar dong. Gue udah di depan rumah lo ni," Putra pun memutuskan untuk menghubungi Tifa.
"Hahaha. Mampus lo. Lo tunggu aja gue sampek tahun depan sana. Gue udah berangkat duluan," ucap Tifa sambil terkekeh. Ia tak bisa membayangkan bagaimana kesalnya wajah Putra saat ini.
"Ya ampun, Faa. Terus gue nungguin siapa dong disini?"
"Ya mana gue tau." Tifa pun langsung mematikan panggilan tersebut.
------
Seperti biasa, pada saat istirahat tiba, siswa-siswi langsung berkeluyuran keluar kelas dan menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.
Tifa, Lala, Dion, dan Ata sudah berada di kantin sebelum jam istirahat tiba. Karena kelas mereka tidak ada guru sehingga mereka langsung cabut ke kantin.
"Hai semua. Gue boleh gabung gak? Soalnya gak ada meja kosong lagi," Tiba-tiba Putra datang dan menghampiri mereka.
"Boleh kok boleh. Gabung aja, Put." jawab Lala dengan cepat.
Putra pun melihat ke arah Tifa dan langsung memasang senyum manisnya, sedangkan Tifa tak perduli sama sekali.
"Nama gue Putra. Nama lo pada siapa?" tanya Putra dan mengajak mereka berkenalan.
"Gue Ata, ini Dion, ini Tifa, dan ini Lala." Ata memperkenalkan nama kami kepada Putra.
Lalu mereka pun makan sambil bercerita satu sama lain.
Namun, Tifa tak menyukai situasi saat ini. Jadi ia tak terlalu menanggapi percakapan mereka. Ia sudah tau maksud dari Putra. Pasti Putra ingin mendekatinya makanya ia memilih bergabung dengan kami.
Dion juga hampir sama dengan Tifa. Ia tak terlalu menanggapi percakapan Putra dan sahabat-sahabatnya. Ia merasa ada yang menjanggal. Ia tadi sempat melihat Putra tersenyum kepada Tifa.
'Pasti ada maunya ini anak.' batin Dion.
Lala, Ata, dan Dion memang belum mengetahui kejadian kemaren di toko buku sampai kejadian tadi pagi. Tifa belum sempat menceritakannya. Mungkin setelah ini ia akan menceritakannya.
------
Mungkin hari ini adalah hari keberuntungan bagi siswa-siswi SMA Arjuna. Karena setelah waktu istirahat tadi berakhir, ada pengumuman yang menyatakan bahwa seluruh siswa-siswi boleh pulang lebih awal dikarenakan seluruh guru akan melakukan rapat dengan kepala sekolah.
Tapi, bukannya pulang, para cowok kelas 11 IPA 5 yang salah satunya adalah Dion dan Ata bertanding sepak bola terlebih dahulu melawan kelas 11 IPA 7 di lapangan utama. Sehingga dengan terpaksa Tifa dan Lala pun menonton pertandingan tersebut.
Ternyata Putra ikut serta dalam pertandingan tersebut. Tifa baru ingat kalau Putra berada di kelas 11 IPA 7.
'Paling juga gak pande maen tu anak. Gaya doang tinggi. Ck.' batin Tifa.
Ternyata lapangan utama semakin di penuhi oleh siswa-siswi SMA Arjuna.
"Semangat kak Putraaa. Lo pasti menang!" Teriak Kanya, salah satu adik kelas yang terkenal karena wajahnya yang cantik tetapi gayanya sangat centil sehingga membuat banyak orang yang tak suka dengannya. Dan Kanya adalah salah satu adik kelas yang mengejar Putra secara terang-terangan. Tidak tau malu.
"11 IPA LIMA YANG PASTI MENANG YAKAN, FAA. APALAGI ADA DION SAMA ATA!" Lala berteriak tak kalah hebohnya seperti Kanya. Lala sengaja melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk menyindir Kanya.
Dion dan Ata memang sangat hebat dalam bermain sepak bola. Jadi kemungkinan untuk menang itu semakin besar. Dan memang kelas mereka sering menjadi pemenang dalam lomba sepak bola di SMA Arjuna.
Teriakan dukungan dari siswa-siswi namun kebanyakan siswi, semakin menghebohkan suasana di lapangan utama. Jumlah skor yang diperoleh saat ini adalah 2-1. Tentunya Dion, Ata, dan kawan-kawan yang memegang skor lebih unggul.
Tifa sangat ingin pertandingan ini cepat selesai, karena ia sangat risih dengan Putra yang selalu mencuri-curi kesempatan untuk melihatnya, padahal ia harus fokus bermain. Kalau saja Lala tak melarangnya untuk pulang, mungkin Tifa sudah meninggalkan sekolah ini daritadi dan langsung pulang kerumahnya.
******
Jangan lupa vote dan comment yaa:)
-Pije-
KAMU SEDANG MEMBACA
Darkness
Teen FictionTerima kasih atas pedang yang telah lo tancapkan. Terima kasih telah memulihkan lalu menghancurkan kembali. Terima kasih karena lo berhasil membuat hati gue mati. Gue harap lo gk akan kembali lagi.