"Senja,,, ayo makan malam sayang" panggil bunda sembari mengetuk pintu
"iya bund, bentar lagi Senja keluar" jawabku sambil menggeliat.
Aku cuci muka lalu langsung menuju ruang makan, ternyata disana udah ada ayah dan bunda yang menungguku untuk makan malam.
"eh, ayah udah pulang. Malem yah" ucapku menghampirinya sembari mencium sayang ayah.
"jadi cuma ayah doang nih yang dicium" protes bunda
"hehe, klo bunda kan udah ketemu tiap waktu. Sedangkan ayah, pagi-pagi udah berangkat kerja sebelum Senja bangun, terus baru ketemu malem, itupun klo ayah gak pulang larut malem ataupun lembur" belaku
"iya, iya, bunda ngerti kok"
"sudah, sudah, ayo makan. Cacing diperut ayah sudah protes dari tadi, kangen masakan bunda. Lagian kalau Senja gak mau cium bunda, masih ada ayah kok yang selalu mau cium bunda" ucap ayah sambil tersenyum jahil ke arah bunda
"ih ayah, apaaan sih. Malu sama Senja" pipi bunda merona
"aduh,, ini kapan makannya sih. Kok malah bermesraan didepan Senja" protesku
Aku ambil nasi dan beberapa lauk kesukaanku lantas memakannya, tak menghiraukan ayah dan bunda yang geleng-geleng kepala melihat tingkahku.
Ayah adalah seorang sekretaris pribadi CEO dikantornya. Karena itu, kadang ayah harus pulang larut malam bahkan kadang lembur berhari-hari dikantornya. Ayah sangat dipercaya oleh CEO dan semua karyawan dikantornya, karena ayah bekerja sangat luwes, telaten, dan serba hati-hati dalam melakukan pekerjaannya. Ayah melakukan semua pekerjaannya dengan sangat profesional, bahkan bisa dibilang bahwa ayah dapat melakukan segala macam pekerjaan. Sedang bunda hanya seorang ibu rumah tangga. Bukan karena ibu tidak mau bekerja, tetapi karena ayah tidak diperbolehkan bunda untuk bekerja diluar rumah walau sekeras apapun bunda meminta dan memaksa ayah untuk mengizinkannya bekerja. Karena menurut ayah, istri itu kerjaanya dirumah, melayani suami, dan mengurus anak, bukan mencari nafkah. Mencari nafkah itu adalah tugas suami bukan istri, jadi cukup ayah saja yang bekerja.
Begitulah keluargaku, cukup manis dan harmonis bukan? Selama ini aku tidak pernah mendengar percekcokan antara ayah dan bunda, karena setiap kali ada masalah dan perbedaan dikeluarga kita, ayah dan bunda membicarakannya dengan kepala dingin, tidak pernah dengan kekerasan dan mengedepankan ego masing-masing. Yang ku lihat tiap hari hanyalah kehangatan, kenyamanan, dan kedamaian keluarga ini, itulah yang menyebabkanku berubah menjadi sosok manja, periang, dan cerewet ketika berada dirumah. Bukan lagi sosok manusia triplek dengan sikap dingin ketika berada diluar rumah.
Selesai makan, aku beranjak menuju kamarku dan duduk dimeja belajar. Kegiatanku memang hanyalah belajar, karena aku tidak punya teman untuk diajak bermain. Disekolah, tempat favoritku adalah perpustakaan, disanalah aku dapat merasa damai dan tenang tanpa keramaian dan terusik oleh orang lain. Aku tidak suka kermaian, karena menurutku ramai itu akan memecahkan konsentrasiku. maka dari itu pula, aku tidak pernah kekantin saat istirahat, aku lebih memilih membawa bekal dari rumah dan memakannya di perpustakaan sambil belajar.
Kulihat jadwal pelajaran untuk besok, bahasa Inggris, matematika, kimia, dan bahasa indonesia.
"Huft, sungguh pelajaran yang menguras otak kecuali bahasa indonesia" keluhku.
Aku sangat menyukai pelajaran bahasa indonesia, karena aku menyukai sastra. ide untuk menulis selalu datang dalam otakku apalagi saat hujan, pasti ide menulis langsung muncul tanpa disuruh. Kapasitas otakku biasa-biasa saja, bahkan tidak ada yang istimewa dari diriku walau aku sering belajar dan berdiam diperpustakaan, seakan semua yang aku pelajari ikut keluar ketika aku keluar dari perpustakaan. Aku menutup buku yang sedari tadi ku pegang dan pandangi tanpa membacanya, lalu ku masukkan kedalam tas. Kali ini aku merasa bosan belajar, walau hanya sekedar mebaca, padahal dari tadi aku tak belajar apapun dan hanya termenung. Entah apa yang aku pikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile
Teen FictionHujan adalah segalanya Hujan adalah saksi bisu pertemuan kita Hujan temani hari-hari kita Hujan mencairkan kebekuan hati Hujan menghangatkan hati Hujan lagi dan lagi-lagi hujan Hujan pulalah yang menyampaikan rasa kita Secepat hujanlah rasaku jatuh...