"Keajaiban itu, bukan cuma ada di dunia fiksi. Mereka yang nge-judge novel romatis 'terlalu imajinatif,' mungkin kurang piknik atau emang belum nemu keajaiban aja." - Januar
.
.
.
Ara memutar mutar sendoknya di atas meja, menunggu mie ayam pesannya datang.
"Ini mbak, silahkan." Akhirnya mie Ara datang dibawakan oleh mas Yosi, anak pemilik mie ayam Sukma, ganteng, makanya Ara suka makan disini, sendirian.
Ara menikmati setiap suapan mie ayam Sukma. Memang begitu, kalau makan makananan berat, Ara lebih suka diam dan menikmati hidangannya.
Setelah suapan terakhir habis dan menuju perutnya, ia langsung mengangkat telepon yang dari tadi berbunyi.
'Nabila.'
"Ya, apaan bil?"
"Lo dimana sih? Kunci kamar gue ketinggalan di kotak pensilnya Farid nih. Cepetan balik."
"Ya Tuhan, gue masih pengen ngerjain tugas, bil, kalo gue balik sayang uang transportnya."
"Terus gue gimana dong..." dengan nada memelas.
"Ya minta anterin Fa--ah anjir dimatiin."
Ara bergegas kembali ke kos - kosannya. Nabila adalah makhluk menyebalkan yang gak bisa dia lawan sekarang, karena Nabila adalah pembayar sewa yang lebih tinggi daripada Ara. Walau secara teknis kamar kos itu adalah, kamar kos Ara, namun dilihat dari tingkat moneternya, secara otomatis Nabila adalah orang yang pegang kendali.
Awalnya Ara hanya tinggal sendiri di kamar kosnya, tapi karena beberapa pertimbangan--pertama karena Nabila bisa dibilang teman kuliah pertamanya dan Nabila juga orang baik, sering membantunya terutama soal uang. Dan yang kedua karena biaya kos yang kalau ditanggung sendiri, Ara gak bakal bisa makan chitatto apalagi minum di starbucks--jadi akhirnya dia setuju kamarnya dibagi dua dengan Nabila.
Ara tidak akan pernah lupa bagaimana awalnya dia bertemu Nabila. Kalau aja Nabila itu cowok, mungkin mereka bakal jadian sekarang, mungkin. Karena cara bertemu mereka cukup romantis dan memorable kata Ara.
"Totalnya, enam puluh tujuh ribu, delapan ratus rupiah."
"Hah? Loh, bukannya cuma enam lima lima ratus doang? Saya hitung kok. Nih, nih liatin kalkulator saya." Ara menunjukkan kalkulator yang ia letakkan di dalam keranjang belanjanya. Selagi belanja iya benar - benar menghitung berapa total belanjaannya, sebelum memebli sesuatu yang gak penting banget tapi bisa menyelamatkan hidupnya.
"Oh iya, maaf mbak, tapi harga di label belum di update sama teman saya."
"Ih, gimana sih, seharusnyakan label update tiap hari, apa aja sih yang kalian kerjain dari pagi sampai gak sempat benerin label."
Ara menyodorkan uang lima puluh ribuan dan dua puluh ribu miliknya.
"Yaudah deh, lain kali kalau masih begini, saya gak jadi beli."
Ara mengambil kembaliannya yang sisa dua ribu dua ratus rupiah dengan pasrah dan berserah diri karena setelah ini ia harus berjalan kaki ke kosnya.
"Gimana nih pulangnya, cuman dua ribu, gara - gara mereka tuh, kalau gue jadumi manager gak bakal deh hal begitu terjadi." Ara menggerutu.
Padahal Ara sudah memikirkan dan menghitung dengan matang, sebelum ia menambahkan chitatto dan Pringles ukuran besar kedalam keranjang belanjanya yang dipenuhi bahan mandi dan mie bungkus. Ternyata kelalaian dari pegawai Ayemart berdampak besar pada kelangsungan hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOWNPOUR
Teen Fiction[On Going] Mon - Tue Dalam rangka saling mengobati dan melupakan, orang - orang dari masa lalu mereka datang lagi, mereka kembali lagi. Mereka mengulurkan tangan pada Ara dan Januar yang sudah jatuh terlalu dalam hingga sulit naik kepermukaan. Akank...