In the Rain

42 8 2
                                    

Hujan yang rintik - rintik
Di awal bulan itu
Menambah nikmatnya
Malam syahdu
.
.
.

Gio memetikkan gitarnya, dia cukup mahir untuk ukuran anak smp. Melodi dari lagu sepanjang jalan kenangan milik Tetty Kadi mengisi seluruh ruang kelas.

"Gini Nad, bukan bahu lo, tapi kepala lo yang goyang."

Di sisi lain kelas, ada dua orang perempuan yang sedang berlatih dance lewat monitor laptop. Perempuan itu terus bergerak, walau masih agak gagu, karena belum hapal koreograpinya. Namun, perlahan gerakan demi gerakannya menjadi lebih mulus dan nyaman dilihat.

Gio menghabiskan sudah tiga lagu, tepat setelah petikan terakhir dari gitar Gio, perempuan itu berhenti dari kegiatannya. Ia langsung menelantarkan badannya di lantai kelas yang berkarpet cokelat. Peluhnya turun dari dahi menuju telinganya.

"Gue duluan ya," ujar salah satu perempuan yang berlatih bersama.

"Wuah, gak nyangka, cuma butuh waktu satu jam, koreonya enak pake banget, hehe." Perempuan itu berbicara pada dirinya sendiri.

Gio melemparkan handuk kecil berwarna abu - abu tepat ke wajah Ara, perempuan yang berlatih sampai peluhnya sebesar biji jagung. Ara mendudukkan badannya, lalu melap seluruh peluh di wajahnya dengan handuk kecil itu.

"Thanks." Ara tersenyum pada Gio.

Menurut kalian kenapa Gio mau tetap di kelas, padahal tidak ada ekskul atau kerja kelompok. Tidak ada pr untuk besok atau tugas piket. Tentu saja, untuk dirinya, pikir Ara.

Ara membuka kaosnya sekaligus tanktop abu-abu miliknya, memperlihatkan bagian tubuhnya. Ara mengganti baju kaosnya dengan seragam pramuka yang dipakainya tadi. Gio yang melihat itu langsung membalikkan pandangannya.

"Ara, gue di sini, lo gak lihat?"

"Lihat kok, kan kemaren lo bilang gue bukan cewek. Ya... jadi lo gak bakal nafsu." Dengan ringannya kata itu keluar dari mulut Ara.

Gio memijat kepalanya, ia tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi Ara yang setiap hari selalu mengejutkannya dengan kelakuan aneh yang di perlihatkan Ara padanya. Dan itu, mampu membuat bibir kaku Gio membentuk bulan sabit.

"Yuk." Ara merangkul Gio dan membawanya keluar dari kelas.

Ara dan Gio serempak menghentikan langkah kaki mereka. Ternyata hujannya lebih deras dari yang mereka perkirakan. Gio mengulurkan tangannya, membiarkan butiran hujan yang cukup besar itu mengenai telapak tangannya.

"Besok kan minggu."

Ara menarik tangan Gio, mengajak Gio berlari keluar sekolah dan menerobos hujan lebat. Setelah keluar pagar sekolah Ara melambatkan larinya. Ia mengambil tangan kanan Gio dan menggenggam tangan itu dengan tangan kirinya. Kedua tangan mereka saling menggenggam. Ara menghentikan langkahnya, begitu juga Gio yang otomatis berhenti.

Ara menatap Gio, perasaan yang selama ini ia simpan sepertinya sudah tak bisa diam lagi. Sesuatu seperti menggelitik hati Ara, membisikkan padanya agar segera mengungkapkan perasaan itu. Ah, tapi apa pentingnya itu sekarang, toh, Ara sudah bisa menggenggam kedua tangan Gio seperti ini.

"Lo ganteng juga ya pas dilihat di tengah hujan gini."

"Mau sampai kapam syuting film India gini?"

Gio melepaskan sebelah genggamannya dan membawa Ara berlari, mereka berhenti di bawah atap toko yang sedang tutup. Keduanya menggigil karena tentu saja, manusia mana yang tidak kedinginan saat berlari cukup jauh di bawah hujan lebat seperti ini.

DOWNPOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang