Penggiat Sosial

51 13 4
                                    

Julio melemparkan senyum lebarnya. Nenek itu memberinya segelas kopi, yang kelihatannya bukan kopi bungkus. Tercium dari aromanya.

"Nek, kopi apa ini? Bukan kopi kapal api yang pasti, kan?"

"Iya, ini kopinya punya nenek sendiri. Soalnya kamu kelihatan lesu, jadi nenek buatkan kopi."

"Wah, kelihatan banget ya nek, hehe, saya habis begadang soalnya, cuma tidur dua jam loh nek."

"Anak muda ndak boleh keseringan begadang."

"Hehe, iya nek. Nek, aku pecinta kopi loh, boleh gak aku lihat nenek punya kopi apa aja."

"Kamu tahu ya nenek punya koleksi kopi."

Nenek itu menuntun Julio ke rumah beliau. Rumah nenek itu berbahan dasar kayu, walau begitu, bisa dibilang rumah itu unik.

"Kamu boleh coba buat, tapi jangan semua, nanti sakit perut."

"Wah, Ini semua kopinya, nenek dapat dimana?"

"Nenek suka kopi, jadi nenek selalu beli biji kopinya di Bogor, belinya sama suami nenek."

"Oh gitu, kirain nenek punya kebunnya. Hehe. Tapi, serius nek, kopi yang nenek bikin tadi enak banget, bahkan star bucks gak punya yang kayak gitu."

"Iya lah cu, ini kopinya orang Indon asli."

"Beneran nek? Berarti nenek kenal dekat dong ya sama penjualnya?"

"Iyalah cu. Udah bertahun - tahun nenek jadi langganan beliau."

"Saya boleh minta nomor telponnya gak nek, buat riset soalnya."

"Boleh," nenek itu tersenyum, lalu mengambil samsung miliknya.

Hape gue mana

Handphone Julio bergetar, ada panggilan masuk yang sudah berubah menjadi panggilan tak terjawab selama lima belas kali.

"Eh, bil, lo denger ada yang getar getar gitu gak sih?"

Ara mendengar getaran entah darimana asalnya, ia meraba raba kursi kayu yang ia duduki, tapi tetap tak mendapati asal suara itu.

Lalu Ara menunduk kebawah, dan mendapati sebuah Iphone disana. Handphone itu masih saja bergetar.

"Bil, bil, ada hape nih. Cari orangnya yuk, banyak banget telpon masuknya nih, kali aja dia nyari nyari."

"Gak ah, capek gue, jalan dari luar ke sini aja udah bikin gue asma, terus lo mau gue keliling kampung ini nemuin orang random dan nanya ini hapenya atau bukan, gak gue."

"Ah gak keren lo, bukannya tujuan lo ke sini pengen riset. Malah capek duluan."
Ara bediri dan menarik tangan Nabila paksa.

"Ara, jangan paksa Nabila dong, liat gak sih muka dia udah merah gitu, sendiri aja sana lo." Farid melepas tangan Ara dari tangan Nabila.

"Haelah, lupa gue, ada bodyguardnya Bila."

"Ara..." Nabila protes pacarnya tersayang di katain bodyguard.

"Iya, iya, gue pengen nyari si tuan hape dulu."

Ara mulai berjalan, setelah cukup jauh dari Nabila dan Farid. Ia melihat isi hape tersebut.

"Eh, gak di kunci."

Ia mulai dari melihat galerinya. Kalau dari homescreennya, sudah kelihatan dan pasti pemiliknya seorang cowok tulen. Tapi di galeri hapenya banyak foto cewek, yang Ara duga adalah pacarnya.

"Buset, cecan. Pasti yang punya hape cogan. Ah, udah punya pacar tapi, kalau enggak persis ftv dah hidup gue, ketemu cogan gara gara hapenya yang gue temui secara gak sengaja hihi." Ara bergidik senang

DOWNPOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang